part 8

518 29 4
                                    

Bismillah

                   Doa Mantan

#part 8

# by: R.D.Lestari.

Malam itu Mia tak dapat tertidur. Berada di tengah-tengah kamar pengantin yang dipenuhi hiasan bunga-bunga dan lampu serta kain berwarna emas dan putih membuatnya jengah.

Untuk apa semua ini? malam pengantin kelabu. Di mana ia hanya mampu memandangi tanpa bisa menyentuh seseorang yang sudah sejak lama ia rindu.

Gadis itu kemudian menghadap ke arah kiri. Air matanya jatuh. Lelah menggerogoti diri. Di mana tubuh lemah itu harus mampu menahan sakit karena hatinya yang patah.

Tanpa ia sadari, kegelapan membelenggu diri dan gadis itu tertidur di dekapan hari yang sepi.

***

Diluar, pria dewasa itu termenung sendiri. Hatinya merasa terusik kala tadi menatap kilatan kesedihan di mata gadis muda mantan muridnya itu.

Rasa yang sama, seperti beberapa tahun yang lalu. Di mana ia melihat mata bulat itu menyimpan kesedihan karena ucapannya.

Kali ini, apa ada yang salah? apakah gadis itu masih menaruh rasa padanya?

Pak Boy menggeleng berulang kali. Tak mungkin, itu cuma cinta monyet. Lagipula, sulit baginya untuk membagi hati. Jujur, ia masih sangat berharap Jean kembali padanya. Karena bukan hal mudah melupakan cinta yang sudah beberapa tahun menemaninya.

Pak Boy menghela napas dalam. Ia kemudian beranjak dari duduknya. Saat itu, ia melihat sesuatu yang berkilauan di atas sofanya.

Sebuah gelang perak berhias kupu-kupu sepertinya terlepas dari tangan Mia.

Ia menjumput gelang itu dan berniat mengembalikannya pada Mia. Pria itu melangkah pelan ke arah kamar istri pura-puranya.

Klek!

Ketika gagang pintu di tekan, pintu terbuka. Mia lupa untuk menguncinya. Pak Boy ragu untuk masuk. Dadanya berdegup kencang. Bagaimana jika gadis itu sedang berganti pakaian?

Setengah terpejam Ia masuk. Sedikit lega karena tak ada suara di dalam, yang ia dengar lirih suara dengkuran.

Pak Boy menelisik dan matanya mengedar ke segala arah. Benar, gadis itu sedang tertidur.

Ia terkesiap. Sejak kemarin ia melihat surai panjang itu tertutup pashmina berwarna mocca, kini terekspos indah.

Semakin mendekat, semakin nampak aura manis dari Sang gadis. Ia tidur dengan amat tenang. Dadanya naik turun beraturan dengan suara napas lirih menggoda.

Saat terpejam, ia nampak mempesona. Bulu matanya yang lentik dan pipinya yang bersih tanpa make up dan jerawat, bak anak sekolah, natural.

Tanpa ia sadari, ia sudah berdiri di samping ranjang dan memperhatikan gadis itu dengan intens.

Jantungnya berdebar dan hampir saja terlontar keluar saat gadis itu menggeliat. Untungnya ia tak terbangun.

Gadis itu meringkuk kedinginan. Rasa iba menyergap batin Pak Guru. Ia kemudian meraih selimut di ujung tempat tidur, menepuk-nepuk sebelum ia letakkan di atas tubuh Mia.

Ia menatap sekejap sebelum akhirnya berbalik dan meletakkan gelang perak itu diatas nakas, kemudian melangkah ke luar kamar dengan kaki sedikit terjingkat, meminimalisir suara agar tak mengganggu tidur Mia.

Sekeluar Pak Guru mata Mia mengerjap. Gadis itu sebenarnya tak tertidur dan hanya berpura-pura.

Senyum tersungging di wajahnya. Ia kemudian menyentuh pipinya yang menghangat.

Apa iya Pak Guru tak punya rasa? lantas, kenapa ia repot-repot menyelimutinya? aneh!

Mia geleng-geleng dan menutup wajahnya dengan selimut. Malu. Kepalanya seperti di kelilingi kupu-kupu. Apa mungkin ada harapan untuknya?

***

Matahari bersinar terik. Mia yang tidur lewat tengah malam bangun kesiangan. Itu pun ia tersadar saat membuka tirai dan menyipitkan matanya yang terkena sinar yang menyilaukan.

Serta merta ia beranjak dari tempat tidur. Ini hari pertamanya sebagai seorang istri,meski ... istri bayaran, tapi ... Ia tak ingin membuang kesempatan. Ia berjanji akan memanfaatkan kesempatan ini sebaik mungkin. Bukankah tak ada yang tak mungkin di dunia ini?

Namun, rasa kecewa kembali menyergapnya. Rumah sudah sepi. Berulang kali ia mencari, tak ada seorang pun di dalam kecuali dirinya sendiri.

Dengan langkah gontai ia menuju ke dapur. Matanya tertuju pada tudung saji. Gadis itu menekan perutnya yang sejak tadi berbunyi nyaring.

Mia lalu duduk dan membuka tudung saji. Matanya terperangah melihat apa yang kini tersedia di depan mata. Seporsi nasi goreng lengkap dengan telur ceplok dan roti bakar coklat beserta segelas susu putih yang pasti memanjakan lidahnya.

Sebelum ia menyantap, jemarinya menarik secarik kertas yang bertuliskan.

       Aku sudah berangkat kerja. Sengaja tak kubangunkan, kamu pasti sangat lelah. Ini sarapan untukmu, makanlah. Meski pernikahan ini hanya pura-pura, tapi aku tak akan lari dari tanggung jawab sebagai suami. Nanti siang jika lapar dan aku belum pulang, aku letakkan uang di atas kulkas, di persimpangan ada yang jualan makanan.

Mia senyum-senyum sendiri, ia lalu makan dengan lahapnya. Setelah makan, gadis itu lalu mencuci piring dan melangkah ke arah ruang tamu.

Matanya mengedar dan tertuju pada tumpukan kado yang di tata amat apik dan rapi. Ia ingin mendekat, tapi ia sadar, itu bukan untuknya.

Huffftt!

Terdengar helaan napasnya. Ia mengangkat tangannya. Bau masam sedari tadi menguar dari tubuhnya.

Ia mendesah. Bagaimana ini? tak ada selembarpun pakaian untuknya. Sedari kemarin ia tak berganti pakaian.

Tok-tok-tok!

"Paket, paket!"

Mia terjingkat mendengar suara di luar rumah. Ia langsung berdiri dan melangkah mendekati pintu, menyibak tirai di jendela dan mengintip seseorang yang berdiri di muka rumahnya. Abang pengantar paket.

Kriett!

Wajah Mia menyembul dan dengan wajah sumringah Abang paket menyerahkan bungkusan plastik ke arahnya.

"Mbak Mia?" tanyanya. Mia mengangguk.

"Saya tidak pesan apa-apa, Bang, dan saya ...,"

"Ini kiriman dari Nabila Store, sudah dibayar cash. Permisi, Mbak,"

Mia termangu, dan hanya menatap kepergian Abang paket tanpa berkata apa pun.

Dengan rasa penasaran yang menggebu, ia langsung masuk dan mengunci pintu.

Tangannnya dengan lihai membuka bungkus dan melihat isi paket yang membuat matanya membulat seketika.

"Astaga! apa ini?" desisnya.

Seolah tak percaya, Mia mengangkat tiga stel pakaian tidur bermotif bunga, hello kitty, keroppi. Juga setengah lusin celana dalam dan juga bra.

Dia tak habis pikir siapa yang mengirimnya, tapi ia sangat bersyukur. Bukankah itu yang ia butuhkan saat ini?

Mia meraih semua benda itu dan berlari menuju kamar. Ia lalu mandi dan membersihkan diri.

Gadis itu mencoba satu persatu pakaian yang tadi ia terima. Benar-benar pas.

Saat yang bersamaan kembali terdengar ketukan di pintu depan. Ia lalu berlari menuju pintu dan kembali mengintip. Pak Guru sedang berdiri dan juga mengintip.

Mia terlonjak saat tatapan mereka saling beradu dan ...

"Aughhh!"

Tanpa sengaja kakinya menyandung ujung kursi. Ia terduduk dan mengaduh.

"Mia! kamu ga apa-apa! bisa buka pintunya?" suara Pak Boy tampak khawatir.

Mia tak menjawab, ia ...


Doa Mantan Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang