part 14

119 18 3
                                    

Bismillah

                DOA MANTAN

#part 14

#R.D.Lestari.

Cup!

Satu kecupan ia daratkan. Hanya sekedar sentuhan, dengan dada bergumuruh seketika ia sadar dan menarik kepalanya menjauh dari Mia.

Deg-degan, takut Mia marah, tapi pada kenyataannya gadis itu masih terlelap. Ia menarik wajahnya menjauh dan melangkah meninggalkan Mia.

Brakk!

Pak Boy menutup pintu kamarnya cukup kencang. Ia menyentuh dadanya yang berdebar kencang. Kulit wajahnya memerah.

"Astaga! apa yang barusan aku lakukan?" Pak Boy menyentuh pipinya yang memanas. Debar jantungnya semakin terdengar kencang.

Dug-dug-dug!

Mirip suara beduq, tapi ini berasal dari dalam tubuhnya. Ia sedikit terhuyung dan merebahkan tubuhnya di kasur busa yang lembut.

"Arrgggh!" Pak Boy menutup wajahnya yang bersemu merah dengan selimut.

Wajah imut Mia berseliweran. Ada perasaan aneh yang kini ia rasakan. Di salah satu sudut hatinya ia menolak kehadiran Mia. Baginya, Mia hanya anak kecil yang jatuh cinta pada lelaki dewasa seperti dirinya. Ia mengira itu hanya cinta monyet belaka.

Namun, di bagian hatinya yang lain tak menampik ia mulai menaruh rasa pada gadis manis berwajah polos itu.

***

Cup!

'Apa ini? Pak Boy menciumku?'

Jantung Mia rasa mau copot. Sekuat tenaga ia berusaha tetap terpejam dan berpura-pura tidur.

Sejak Pak Boy mengangkat tubuhnya dan memindahkannya ke kamar, sesungguhnya Mia sudah tersadar, tapi, ia tetap berpura-pura.

Ia hanya ingin menikmati berada di pelukan Pak Boy lebih lama, dan ini yang ia dapatkan.

Sebuah kecupan manis meski singkat, tapi terasa amat membekas di hati.

"Hhhhh,"

Mia menghembuskan napas saat Pak Boy sudah tak ada di kamarnya. Gadis itu terduduk dan menyentuh pipinya yang terasa panas.

"Astagaaa! Pak Boy menciumku! itu artinya....,"

Mia menggelengkan kepalanya beberapa kali. Ia amat bahagia. Impiannya semakin dekat. Ia yakin suatu hari nanti Pak Boy bisa ia dapatkan!

***

Pagi itu ... Mia sudah tampak rapi. Pakaian kemeja satu-satunya yang ia bawa saat itu, ia kenakan. Sengaja menorehkan perona pipi sehingga pipi cubbynya tampak manis seperti apel.

Bibir yang biasa berwarna nude, ia poles dengan lipstik pink muda yang membuat wajahnya semakin segar.

Minggu pagi ini, ia berniat berkunjung ke rumah orang tuanya dan membawa beberapa baju. Setelah itu ia akan ke rumah Lisa dan bekerja.

Mia berlenggak-lenggok di depan cermin sebelum akhirnya ia keluar dari kamar.

Wangi roti bakar begitu sedap menguar dari arah dapur. Mia yang sudah lapar bergegas menuju ruang makan, di mana terdapat tiga kursi dan meja bundar.

"Pagi, Pak. Ini hari Minggu, bangun pagi?" sapa Mia. Wajah Mia tampak merah. Ingatannya tentang tadi malam terukir indah saat melihat punggung Pak Boy dari belakang.

Pranggg!

Pak Boy gelagapan. Ia menyenggol panci di sampingnya dan panci itu terjatuh di lantai.

"Oh, iya. Kebiasaan," jawabnya terbata. Ia tampak salah tingkah dan tetap melanjutkan pekerjaannya, meski dengan tangan gemetar.

Mia menatap heran. Ia senyum-senyum sendiri. Serasa ada ribuan kupu-kupu berterbangan diatas kepalanya.

"Ehm, ini sarapannya," Pak Boy menyerahkan sepiring roti sandwich berisi telur dan selada, juga roti bakar dengan selai strawberry. Sedang susu putih hangat sejak tadi sudah ada di meja.

"Bapak ga ikut makan?" tanya Mia saat Pak Boy melepas celemeknya dan melangkah menjauh darinya.

Pak Boy menghentikan langkahnya, dan menatap Mia ragu-ragu. Wajahnya tampak memerah.

"Ba--Bapak sudah makan, tadi. Kamu harus banyak makan. Bukankah kamu akan bekerja hari ini?" tukas Pak Boy yang diangguki Mia.

Untuk beberapa saat gadis itu menatap wajah tampan Pak Boy cukup lama. Wajahnya yang kemerahan membuatnya semakin terlihat mempesona dan membuat jantung Mia berdetak lebih kencang.

Pak Boy memalingkan wajahnya saat mereka bertemu pandang. Entah kenapa dadanya bergemuruh dan membuat rasa panas di sekitar pipi serta tubuhnya.

Ia cepat-cepat melangkah menuju ruang tengah dan menyalakan televisi.

Pagi ini, ia bangun lebih awal karena sejak semalam ia terjaga. Susah tidur memikirkan Mia.

Kecupan singkat yang ia ciptakan, membawa pengaruh besar pada dirinya. Ia jadi salah tingkah saat menatap atau berdekatan dengan mantan muridnya itu.

Terlebih pagi ini, Mia tampak begitu dewasa dan menanggalkan kesan gadis manis dan lugu seperti yang melekat padanya beberapa hari ini.

Pak Boy jelas menatap Mia bukan lagi seperti muridnya yang kocak, koplak dan juga genit.

Mia, kini tumbuh menjadi wanita dewasa yang pendiam, irit bicara dan bertutur kata sopan.

Sangat kontras dengan pribadinya yang dulu membuat Pak Guru malas untuk berdekatan dengannya.

Saat ini ... jangankan berdekatan, melihat wajahnya saja jantung Pak Boy terasa berdenyut-denyut girang.

***

Pak Boy sudah menunggu di mobil dan berniat mengantarkan Mia ke rumah orang tuanya, sebelum ia berangkat bekerja.

Tok! tok!

Mia mengetuk jendela mobil yang tertutup dan Pak Boy membukanya.

"Pak ... izin pinjam motor Scoopy, dong. Mia mau pakai untuk kerja dan mampir ke rumah," ucap Mia dengan
menyatukan dua telapak tangannya.

Wajah imut Mia dengan pipi merona dan bibir pink mudanya membuat Pak Boy lagi-lagi salah tingkah.

"Biar saya anterin, sekalian saya jemput nanti. Lagian, saya belum pernah bertandang ke rumah mertua," alasannya. Padahal Pak Boy ingin berlama-lama memandang wajah Mia.

Mia akhirnya mengangguk tanpa menaruh curiga. Ia yang memang sangat-sangat mencintai Pak Boy tak melewatkan kesempatan untuk bisa berdekatan dengan lelaki impiannya itu.

Ia yakin, suatu saat nanti, Pak Boy akan membuka hati untuknya. Apalagi dengan peristiwa tadi malam, Mia semakin yakin kesempatan itu terbuka lebar.

Sesekali Pak Boy melirik ke arah Mia. Perjalanan menuju rumah orang tua Mia terkesan lama. Dan, Pak Boy tak henti memikirkan Mia.

Pak Boy menepikan mobilnya ke sebuah halaman toko kue. Ia berniat membeli oleh-oleh untuk orang tua Mia.

"Orang tuamu suka kue apa?" tanya Pak Boy sebelum ia turun dan menyuruh Mia menunggu.

"Mereka suka semua jenis kue, Pak. Biasa orang kampung, semua makanan pasti di makan," jawab Mia lugu.

Lelaki matang itu turun dari mobil dan melangkah menuju toko. Ia hanya sejenak meninggalkan Mia. Tak lama, ia pun kembali dan menenteng sesuatu di tangan kanannya.

Mereka pun melanjutkan perjalanan menuju rumah orang tua Mia. Di sepanjang jalan mereka saling terdiam. Larut dalam pikiran masing-masing.

Mereka akhirnya sampai di rumah Mia. Gadis itu tampak antusias saat melihat rumahnya. Ia langsung turun, begitupun Pak Boy.

Bertepatan dengan turunnya Mia, sebuah motor menepi disampingnya. Mia menghentikan langkah dan memperhatikan dengan seksama siapa yang baru saja datang.

Pria itu membuka helmnya dan tersenyum manis pada Mia.

"Didi!" Mia tanpa sadar memeluk tubuh tinggi itu saat lelaki itu berdiri. Lelaki yang di peluk, balas memeluknya erat.

Wajah Pak Boy seketika memerah. Ia ...

Doa Mantan Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang