part 37

54 8 2
                                    

Klek!

Pintu terbuka saat seseorang menekan gagang di luar. Pak Boy mempertajam pendengaran dan indra penglihatannya karena gelap yang mendera.

Seberkas cahaya yang masuk dari celah pintu membuat Pak Boy bisa sedikit bernapas lega.

Matanya memicing saat tubuhnya perlahan bangkit dan bersandar di dinding. Ia ingin mengetahui siapa yang datang menolongnya malam itu.

Ia melihat siluet lengkuk tubuh yang mendekatinya, tapi wajah itu tidak terlihat jelas.

"Siapa itu?" tanya Pak Guru.

"Pak Boy, Pak Boy di mana? di sini gelap, lampunya sepertinya putus," serunya.

"Aku di sini. Apa kau tidak membawa HP? gunakan senter di HP-mu, HP-ku mati dan tidak bisa digunakan," jawab Pak Boy lantang. Suaranya menggema di ruangan.

Pak Boy berusaha berdiri. Meski sedikit lemas, tapi laki-laki itu bersyukur karena ada seseorang yang membuka pintu untuknya.

Gadis itu mengangkat HP-nya dan menyalakan senter seperti instruksi, hingga tercipta cahaya yang menerangi sekitar.

"Tita?"

"Iya, Pak Guru, ini saya," sahutnya seraya mendekat. Pak Boy sempat tercekat saat jemari Tita menyentuh tangannya, dengan cepat Pak Boy menarik tangannya.

"Pak Boy haus, ga? ini Tita bawain air minum dan juga roti,"

Pak Boy tampak ragu. Ia takut Tita berprilaku seperti sebelumnya. Berbuat yang tidak-tidak.

"Bapak mau pulang sekarang. Istri Bapak pasti khawatir di rumah," Boy meninggalkan Tita begitu saja. Gadis itu sempat shock tapi kemudian mengejar Pak Boy yang mendahuluinya.

"Pak!"

***
Boy sudah berada di atas motornya. Ia tidak habis pikir dengan muridnya yang satu itu.

Hal sepele memang, tapi entah kenapa Boy merasa tidak nyaman berada dekat dengannya.

Aneh saja. Dari mana gadis itu tahu kalau Pak Boy sedang terkunci di gudang kalau bukan dia pelakunya?

***
Mia tampak gelisah di dalam rumahnya. Beberapa kali ia menelpon Pak Boy tapi tidak dapat terhubung.

Mia pun berencana untuk menemui Pak Boy ke sekolahannya, mungkin pak Boy rapat dan lupa memberitahunya.

Baru saja Mia masuk ke dalam kamar dan hendak meraih hoodie dan jilbab maroon kesukaannya, terdengar suara kendaraan di depan pagar rumahnya.

Tanpa pikir panjang dia langsung mengenakan jilbab instan itu dan berlari menuju ke pekarangan rumahnya.

Bibirnya langsung merekah saat melihat siapa yang datang dari kejauhan, siluet tubuh Pak Boy membuat hatinya lega.

Dengan langkah lebar, Mia menuju pagar dan membukanya. Mia langsung berhambur ke pelukan Pak Boy saat melihat laki-laki itu berada di samping mobilnya.

Degh!

Pak Boy memelototkan matanya, terkejut saat merasakan pelukan dari seseorang. Ia yang sejak tadi banyak pikiran, tak menyadari kehadiran Mia yang begitu cepat. Ia kira saat itu Mia masih di dalam rumah.

"Kaget Bapak, Mi," ceplos Boy saat itu mengelus pucuk kepala Mia dengan sayang dan mengecupnya singkat.

Mia mendongak dan menatap dalam wajah suaminya saat itu terlihat begitu kuyu dan lelah.

"Kok Bapak? kan Mas? ayang?" goda Mia yang disambut kekehan suaminya.

"Masuk, yuk, Ayang,"

Kali ini malah Mia yang terkekeh dan wajahnya bersemu merah. Siapa yang tidak meleleh ketika orang yang ia kagumi selama bertahun-tahun lamanya kini malah membalas perasaannya?

"Ayo," Mia mengangguk menggelayut mesra di tangan Pak Boy. Mereka melangkah masuk ke rumah beriringan.

Meski saat itu tubuh Pak Boy lelah dan lapar yang mendera, ia sama sekali tidak berniat menceritakan hal yang sebenarnya mengapa ia pulang malam. Ia tidak ingin Mia khawatir dan akhirnya berpikiran buruk kepadanya nanti.

"Masak apa, Mi?" tanya Pak Boy saat mereka baru saja masuk ke dalam rumah.

"Astaga! lupa masak!" Ia tiba-tiba menepuk kepalanya karena memang Ia lupa karena belum masak.

Bukan karena ia malas, tapi karena terlalu khawatir pada keadaan suaminya, Mia pun lupa memasak. Ia menepis rasa lapar yang sejak tadi menyerangnya.

Pak Boy hanya tersenyum melihat Mia, Ia sama sekali tidak marah, menganggap itu hal wajar, karena mungkin tadi Mia terlalu mengkhawatirkan dirinya.

"Maaf, Mas, Mia...,"

"Tidak apa, Mas yang masak," Pak Boy kembali mengecup sekilas pucuk kepala Mia yang langsung membuat wanita itu berdebar-debar tak karuan.

Tanpa menunggu jawaban dari Mia, Pak Boy melangkah cepat ke arah dapurnya.

Ia pun melepaskan kancing yang melekat di ujung tangan kemejanya dan menyingsingkan hingga hampir menyentuh lengan.

"Mia bantu, Mas," Mia mendekat, berniat membantu suaminya, tapi laki-laki berhidung mancung itu malah menyuruhnya untuk duduk.

"Hari ini Mas yang masak, Sayang duduk saja dan nikmati makanan yang Mas buat, okey,"

Lagi-lagi wajahnya menyemburrat merah. Ia benar-benar tidak menyangka jika malam ini ia bisa merasakan hal yang romantis bersama dengan Pak Boy.

Serasa bermimpi, Pak Boy yang dulu cuek dan mati-matian menolaknya, sekarang begitu menghargai dan memperlakukannya seperti seorang ratu.

Mis duduk seraya menatap pujaan hatinya yang sedang berjibaku dengan alat dapur.

Bak melihat drama Korea, kilat cinta begitu terpancar saat Mia memperhatikan Pak Boy yang begitu serius dengan acara memasaknya.

Bahu Pak Boy yang lebar, punggung yang tegap dengan tubuh yang menjulang tinggi merupakan kriteria laki-laki impian setiap wanita masa kini.

Sesekali ia mengibaskan rambutnya dan menyeka keringatnya. Ia pun masih tetap memperdulikan Mia dengan melempar senyum saat menatapnya.

Mia benar-benar merasa beruntung. Matanya tak sedikit pun teralihkan ke tempat lain. Baginya, Boy adalah pemandangan terindah yang ia punya saat ini.

Begitu selesai, Boy langsung menata makanannya di meja. Ia yang sudah kelaparan langsung menyantap makanannya.

Mia menatap dengan heran Pak Boy yang makan begitu lahap seperti orang yang sangat kelaparan.

Ia ingin bertanya tapi takut Pak Boy malah salah paham dan marah. Mia merasa jika saat ini suaminya itu menyimpan sesuatu darinya.

Menyadari Mia yang sedang memperhatikannya, Boy lalu menatap ke arah Mia dan mengulas senyum.

" Ada apa, Sayang?"

Mia tampak ragu, tapi rasa penasaran begitu bergejolak di dalam dirinya. Ia pun akhirnya bertanya," kenapa Mia merasa ada sesuatu yang Mas sembunyikan? Mas ke mana saja dari tadi?"

Wajah Boy langsung pucat. Mia melihat gelagat yang lain dari Boy semakin merasakan ada yang aneh dengan suaminya.

"Oh, i--itu, Mas tadi ada rapat, dan baterei HP Mas low, ga sempat kabarin sudah mati duluan HP-nya," bohong Boy.

Mia baru saja mau percaya, tapi tiba-tiba dari arah pintu depan terdengar ketukan yang cukup keras.

Mia dan Pak Boy saling berpandangan seolah memberi kode satu sama lain.

"Biar Mia yang buka pintu, Mas. Mas lanjutin aja makannya,"

Pak Boy mengangguk pelan saat Mia melangkah dengan cepat ke arah pintu depan.

Pak boy sempat mengernyitkan dahi karena Mia tidak juga kembali. Memutuskan untuk menyusul Mia ke depan dan ketika sampai di ruangan depan, tiba-tiba ia melihat...

Doa Mantan Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang