BAB 45

809 56 0
                                    

Dara barjalan menuju nakas dan meja riasnya, terlihat foto Aezar dan Dara bersama, melihat itu Dara tersenyum sinis.

Prang...

Dara membanting semua foto itu dan menginjaknya, yang segera itu ia buang ke tempat penghancur sampah di kamarnya.

"Lo sendiri yang milih jalan seperti itu, jadi jangan salahkan gue kalau gue dapat melakukan hal yang lebih dari itu." monolog Dara tertawa hambar.

Dara segera pergi ke kamar mandi, untuk menyegarkan tubuhnya.

"Kamu habis banting foto ini tuan putri?" tanya Bulan masuk ke dalam kamar Dara, dan menemukan pecahan pigora di lantai.

"Iya bunda, aku yang hancurin jika semua harus hancur kenapa nangung-nangung untuk hancurin tanpa sisa." enteng Dara tanpa beban seolah sudah melepaskan semua.
"Tapi kaki kamu gak papakan." khawatir Bulan, jika putrinya menginjak kaca itu tanpa alas kaki.

"Gak papa kok bun, karena Dara gak mungkin ngelakuin hal yang bisa nyakitin Dara sendiri bunda." jelas Dara, menerima suapan makanan dari Bulan.

Dara membuka ponselnya dan membuka galerinya, banyak foto dirinya dengan Aezar.

"Sebentar bun." Dara berdiri di balkon kamarnya, menatap tajam ponselnya.
Prak..
Dara membanting ponsel mahalnya dari ketinggian balkon kamarnya, hingga jatuh hancur di tanah tak terbentuk.

"Buanglah apa yang menyiksa kamu tanpa sisa tuan putri, jika itu buat kamu merasa lebih lega lakukan karena buat bunda, kebahagiaan putri bunda adalah hal yang utama." Bulan memeluk Dara yang kini kembali menangis.

"Makasih bunda." Bulan kembali menatap tak suka saat air mata Dara keluar kembali.

"Yaudah ayo ke bawah, disana udah ada kak Bintang." Dara mengangguk.

"Jika kita bermain saham dengan anak perusahaanya akan berpengaruh besar yah, di tambah kita akan menarik inves kita di perusahaan Aezar...itu akan menjadi hal yang menarik bukan." ucap Bintang menahan amarahnya, ketika mendengar cerita kalau Dara menangis karena Aezar.

"Kalau perlu matiin juga dia di bagian pemasaran." Bara tak akan tanggung-tanggung untuk menghancurkan apapun, ketika melihat putri tunggalnya terluka.

"Ayah dan kak Bintang gak perlu melalukan hal seperti itu, cukup bikin Aezar tak pernah melihat Dara ataupun menyentuh Dara sedikitpun sudah cukup." ucap Dara duduk di sebelah ayahnya.

Dara masih tahu dan menghargai kerja keras Aezar yang tak mudah untuk berkecimpung dunia bisnis di usianya yang masih muda, jika Dara menghancurkanya dalam sekali jentikan maka itu terlalu kejam pikir Dara, sama saja ia menghancurkan ribuan bahkan jutaan orang yang bekerja di bawah Aezar.

"Kenapa? kamu mau memaafkanya." bingung Bara ia tak suka seseorang lepas begitu saja setelah menyakiti putrinya.

"No siapa yang bilang seperti itu yah, coba sekarang jika ayah hampir melumpuhkan tujuh puluh delapan persen bisnis Aezar, maka tidak hanya Aezar yang hancur semua orang yang berada di bawahnya juga akan kenak dampaknya." jelas Dara, harus berfikir dewasa.

"Ayah bangga sama tuan putri, karena pemikiran cerdas kamu bisa membuka jalan keluar untuk kebaikan semua nyawa orang." jelas Bara di angguki Dara.

"Kita tidak bisa membuat keputusan begitu saja atau menyimpulkan sesuatu, tanpa memastikannya lebih dahulu." sahut Bulan membawa nampan berisi kue.

"Bener bun." Bintang membenarkan ucapan Bulan, tak lupa ikut melahap kuenya.

"Hapus semua secara perlahan dek." usul Bintang.

"Gak semudah yang lo ngomong anjir, ini nih orang yang udah jadi saksi bisu, nunggu sang kekasih terus yang baru bisa ketemu B aja." sewot Tirta.

"Gue udah hapus semua secara perlahan kak, karena yang gue tahu semua butuh proses iyakan bun." Bulan mengangguk.

"Kalau perlu nanti gue cariin lelaki yang lebih apa, lo tinggal ngomong." songong Tirta.

"Gak ada, gue gak mau ribet semua tentang itu hanya pembawa sial." cuek Dara.

Dara terbangun di tengah malam, karena ingin pergi ke kamar mandi yang berujung ia tidak bisa tertidur lagi.

Klap...klap...
Dara menepuk tanganya untuk menyalakan lampu kamarnya, dan pergi ke balkon untuk bermain gitar.

"Kenapa gue kayak gini sih, inget Dara lo besok itu masih sekolah kalau ngantuk ketiduran di kelas gimana?"
kesal Dara, sejujurnya ia masih sangat marah saat Aezar menghina bahkan membentaknya.

"Dan...kau hadir merubah segalanya...menjadi lebih indah, kau bawa cintaku setinggi angkasa." lantunan singkat Dara terhenti, teringat kehadiran Aezar selalu membuatnya bahagia meski Dara tahu kalau dia bukan gadis yang di cintainya.

"Seandainya...aja cuma andai sih, kalau ngelupain bisa bayar pakai uang udah bakal gue bayar berapapun itu." celetuk Dara, merasa angin malam semakin dingin memilih masuk ke dalam kamarnya.

"Udah bisa kagak bisa merem, pokoknya mejemin mata aja ujungnya tidur sendiri." Dara kembali ke ranjangnya.
Hari menjelang pagi, Dara sudah siap dengan seragam khas sekolahnya hari ini ia akan memulai hari yang lebih indah sesuai harapanya.

Little queen Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang