BAB 38

5.4K 467 34
                                    

Sepulang sekolah Aezar mengajak Dara ke sebuah cafe, dengan alasan ingin ngopi sebentar.

"Mau milkshake hm?" tanya Aezar di jawab anggukan Dara.

"Iya ntar makannya di rumah aja, kalau kamu mau aku bisa masakin nanti," seru Dara.

"Bisa masak juga?" Aezar tertawa kecil dan mencondongkan tubuhnya ke Dara.

"Zar...sumpah jangan gini, malu tahu banyak yang lihatin." Dara mendorong pelan wajah Aezar.

"Milkshake strawberry satu, americano satu." pesan Aezar setelah itu kembali ke tempat duduknya bersama Dara.

"Kamu kenapa sih hm? dari tadi kayak gelisah gitu." bingung Aezar.

"Enggak kok, aku cuma ngerasa kalau kita gak harusnya bersama Zar." jawab Dara, membuat Aezar meradang dan menegengam erat tangan Dara.

"Apa maksud kamu? jangan suka berfikir seperti itu Dara." Dara menghela nafasnya.

"Zar...aku tahu, aku baru di hidup kamu tapi sepertinya aku gak bisa ngegantiin posisi gadis kamu yang dulu di hidup kamu." tutur pelan Dara.

"Maksud kamu apa sih Dar, please ngomong secara langsung maksudnya apa." kesal Aezar mengacak rambutnya kasar.

"Kamu secinta itu sama gadis kamu dulu, sampai membuat tato di belakang pundak kamu nama dia." Aezaer membulatkan matanya dan berpikir bagaimana Dara tahu.

"Kamu tahu?" Dara mengangguk.
"Aku tahu saat kamu tadi selesai basket, dan melepas seragam mu tapi mataku tidak sengaja melihat tulisan kecil bernama Elisa, yang adalah gadis kamu dulukan." Dara tertawa hambar tapi tak urung masih, menunjukan senyum manisnya.

"Maaf." Dara mengeleng, sementara Aezar merasa sangat bersalah dan bodoh.

"Gak perlu, bukanya kita harus berani menerima apapun kekurangan pasangan kita terutama masa lalunya bukan?" tanya Dara lembut, mencoba mengerti.

"Zar, aku sayang banget sama kamu, aku tahu kamu juga sayang sama aku tapi kamu belum bisa mengatakan i love you ke aku bukan." Aezar mengangguk, melihat itu hati Dara merasa sakit tapi sebisa mungkin ia tidak membuat suasana terasa aneh.

"It's ok aku tahu melupakan itu berat, tapi semakin kamu jujur sama aku tentang apapun itu, aku malah bersyukur setidaknya aku bisa membantu kamu." Aezar menunduk.

"Permisi." Dara mengangguk saat pelayan mengantar pesanan mereka.

"Nanti mau gak ke rumahku, kayaknya ada Qimora juga di titipin di rumah?" tanya Aezar mengalihkan pembicaraan.

"Boleh banget, udah lama nggak ketemu ama gadis kecil itu." antusias Dara.

"Kamu jugakan masih kecil, kok ngomong sesama kecil." ledek Aezar, membuat Dara menatapnya datar sebelum meminum pesananya.

"Bentar aku mau bayar dulu." Dara ikut berdiri dan menyusul Aezar.

"Aku bayar sendiri aja, aku masih mampu buat bayar minuman, jadi kita bayar milik masing-masing." seru Dara mencegah tangan Aezar ketika hendak membayar miliknya juga.

"Ra aku yang ngajak kamu dan mesenin kamu, jadi aku yang bayar." debat Aezar.

"Gak...aku gak mau, aku gak mau ngambil kesempatan kalau selalu keluar sama kamu di bayarin, aku juga bisa bayar sendiri kali." ketus Dara
mengeluarkan debit card miliknya.

"Udah lah mas biarin aja, harusnya mas bersyukur punya cewek kayak mbaknya dan langkah loh mas." canda penjaga kasir di acungi jempol Dara.

Aezar menghela nafasnya pasrah dan membayar miliknya sendiri.

"Jangan main ponsel mulu." ucap Aezar saat sudah menjalankan mobilnya.

"Apaan orang aku izin sama ayah." ketus Dara.

"Gak usah, aku tadi udah izin dan ngirim pesan singkat kok." Dara menganggukan kepalanya mengerti.

"Tangan kamu mana." Dara mengerenyitkan dahinya bingung, Aezar pun langsung mengengam tangan Dara sambil menyetir mobilnya.

"Kamu kok suka banget sih gengam tangan aku, padahal gak ada apa-apa." tanya Dara bingung.

"Gak tahu udah nyaman aja, jadi susah gak di lakuin." jawab Aezar dengan entengnya.

"Semisal kalau bukan tangan aku, kamu tetap mau gengam kayak gini?" Aezar mengeleng dan mencium punggung tangan Dara.

"Gak akan." singkat Aezar.

"Mau ngelanjut di mana?" tanya Aezar.
"Lanjut apanya? ngomong itu jangan bertele-tele." bingung Dara.

"Ngelanjutin kuliah atau terjun langsung bisnis." Dara mengangguk mengerti.

"Kuliah dulu, dan soal itu aku ingin seperti kak Rain yang dulu kuliah di luar negri, siapa tahu dapat cowok bule di sana." celetuk Dara antusias, yang tak menyadari Aezar menatapnya tajam dan melepaskan gengaman tanganya.

"Mau aku nikahin sekarang." Dara mendelik kaget saat Aezar langsung mengatakan itu.

"Kok jadi nikah sih, nggak...aku gak mau, nikah sendiri aja sono ama orang lain atau siapa. Kalau sekarang mah aku belum siap." tolak Dara bergidik geli.

"Ikhlas memangnya?" tanya Aezar menatap lekat mata Dara.

"Ikhlas apaan?" tanya balik Dara.

"Ngeliat aku ama yang lain, apalagi sampai nikahnya sama yang lain emang mau." jelas Aezar tertawa kecil.
Mendengar itu Dara mengeleng keras dan memukul keras lengan Aezar.

"Terus aja sana, yaudah kalau buat aku jika udah jalanya takdir memang buat kita ya syukur, tapi kalau takdir berkata lain ya mau bilang apa. Karena urusan jodoh itu hanya Tuhan yang tahu." jelas Dara tersenyum ramah, dan kini ia yang mengengam tangan Aezar.

"Jangan bilang seperti itu Dar, aku yakin Tuhan itu adil dengan kita." Aezar selalu merasa tidak suka jika Dara berkata seolah mereka tidak pantas bersatu.

"Aku sayang kamu." ucap Aezar di angguki Dara, saat mereka tesadar sudah sampai di area rumah Aezar.

"Mobil siapa itu Zar, kamu beli mobil baru lagi?" tanya Dara bingung melihat mobil terparkir rapi.

"Nggak punyaku yang ini merah, sama item, noh." tunjuk Aezar pada mobil dan motornya.

"Yaudah paling tamunya mamaku." jawab Aezar di angguki Dara.

"Mama." panggil Aezar dan matanya menemukan seorang perempuan sedang duduk di ruang tamu.

"Itu tamu mama kamu mungkin Zar." bisik Dara.

"Hai...Zar." sapa orang itu berdiri dari duduknya membuat Aezar kaget, shock, di tempat.

"Long time no see." orang itu mendekat dan langsung memeluk Aezar.

Little queen Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang