Happy reading 💖
•••••
Setelah usai dengan sarapannya, Clara yang kini dipanggil Rukmini itu bersiap menuju sekolah. Ia juga sudah mempelajari beberapa pelajaran yang akan dipelajari hari ini.
Bagaimana bisa tahu?
Ya. Sepenglihatan Clara, Rukmini sepertinya adalah seorang gadis yang cerdas, dan sangat tertata hidupnya.
Bahkan di zaman yang belum modern ini, Rukmini sudah terpikir untuk membuat jadwal pelajaran sekolahnya. Itulah yang membuat Clara tahu apa yang akan dipelajari hari ini, yah untunglah ia sudah mempelajari beberapa materi. Jadi semoga, ia tidak kesulitan untuk sekolah di sini.
"S-saya berangkat dulu ya, Bu. Assalamu'alaikum," Dengan polosnya gadis itu berpamitan dengan keluarga Chamim dan segera berjalan keluar untuk berjalan kaki menuju sekolah. Padahal ia pun tak tahu denah sekolah nya.
"Eh-eh...!!?? Lho..nduk..., Kamu mau kemana??"
Clara berbalik setelah sang Ibu menghentikan langkahnya. Gadis lugu itu tersenyum.
"Saya mau sekolah Bu, katanya saya disuruh sekolah tadi? Ini saya mau jalan menuju sekolah,"
Tiba-tiba Bu Chamim malah menepuk jidatnya sendiri.
"Ya Allah nduk..., mau kakimu patah? Sekolahmu itu jaraknya 10 kilo, ya masa mau jalan kaki," Wanita berkonde itu menggeleng.
Clara yang baru menyadari kebodohannya itu pun hanya melongo dan dilanjutkan dengan senyuman kuda.
"Ah...hehe, maaf Bu, s-saya lupa," Lagi-lagi dengan jawaban polosnya.
"Sudah...ditunggu sebentar, 'supirmu' itu sebentar lagi datang," Ucap Bu Chamim sambil melongok ke jendela, memastikan apakah seseorang yang ditunggu sudah tiba atau belum.
Tak lama kemudian, suara mesin mobil Jeep lengkap dengan klakson nya pun terdengar. Bu Chamim dengan wajah sumringah keluar ke teras menyambut pemilik Jeep itu. Clara yang penasaran juga ikut keluar.
Diperhatikannya seseorang yang mulai keluar dari mobilnya. Sepatu hitam mengkilap, celana berwarna hijau army gelap. Atasan berwarna hijau senada dengan banyak pin pangkat di dada bidangnya.
Dengan gagahnya pria itu turun, senyuman lebar dibarengi kerutan senyum di kantung mata hazelnya melengkapi kesempurnaan tampilan rapihnya hari ini.
Pria itu menurunkan topinya dan berjalan mendekati Clara dan Bu Chamim.
"Selamat pagi,"
Bukannya dibalas dengan sapaan, Clara hanya diam terpaku.
Matanya berkaca-kaca, ia menutup mulutnya yang bergetar dengan tangannya.
Dia...pria itu!!!
Pria yang selalu datang ke mimpiku!
"Akhirnya kita bertemu lagi...,"
"Rukmini,
~~~
"Bagaimana? Sudah sehat?"
Pria di sampingku memulai percakapan. Setelah keheningan yang lumayan lama, akhirnya ia berhasil membuatku tersentak karena suara baritonnya.
"I-iya sudah," Jawaban simpel terlontar dari bibirku, jujur saja aku tidak tahu harus menjawab apa.
Tapi bukankah jawaban ini yang diharapkan, kan?
"Syukurlah kalau begitu...,"
Percakapan singkat kami ditutup dengan anggukan dan senyuman tipis dariku. Tak lama kemudian mobil sudah berhenti di depan sebuah gerbang sekolah dengan gedung khas arsitektur Belanda.
Aku segera melangkahkan kaki mungilku turun dari Jeep yang lumayan tinggi ini, tiba-tiba sebuah tangan menjulur ke arahku, mempersilahkan sebagai pegangan saat aku turun.
"Terimakasih," Ucapku masih tertunduk malu. Meski aku mengenal wajahnya lewat mimpi, namun tetap saja kita tak pernah saling kenal, jadi ini merupakan hal yang sangat canggung.
"Kenapa canggung begitu? Sudah satu tahun kita mengenal, masa masih malu-malu?" Canda pria itu dibarengi dengan senyuman.
Mau satu abad sekalipun, kita tak akan pernah akrab. Karena kita tidak pernah mengenal sebelumnya! Aneh sekali pria ini...!!
Batinku bergelut menggerutu.
Kedua tangan pria itu sudah merenggang, memberi isyarat agar seseorang mendekap kepadanya.
"K-kenapa begitu?" Aku menatap pria berseragam dinas lengkap itu kebingungan.
Setelah pertanyaan itu, bukannya dijelaskan ia malah kembali menurunkan tangannya dan menghela nafas pasrah.
"Huh, yasudah kalau tidak mau peluk..., Begini saja," Tiba-tiba pria itu membelai rambutku, tanpa seizin ku. Sontak aku mundur karena terkejut.
Entah kenapa pria ini.
"Ini bawalah, saya tahu kamu tidak akan membeli makanan untuk makan siang nanti. Jadi bawa saja ini," Ia menyodorkan sebuah kotak makan berbahan stainless steel polos.
"Apa ini?" Tanyaku sambil mengernyitkan dahi.
"Hari ini Mami membuat Croissant, dan potongan Baguette lengkap dengan supnya. Kata Mami biar calon mantunya tidak kelaparan selama menempuh pendidikan. Jadi harus dihabiskan ya," Jelasnya dengan aksen yang sangat kental saat menyebutkan makanan khas Perancis itu.
"Saya pamit ya, saya harus bersiap untuk dinas bersama Pak Nas. Selamat pagi, adios! " Setelah melambaikan tangannya lengkap dengan senyuman, ia undur diri dari hadapanku dan segera masuk ke dalam mobil. Tak lama mobil itu bergerak menjauh.
Aku hanya terpaku melihat mobil Jeep itu melesat pergi.
"Jika ini mimpi, aku harap akan menjadi mimpi indah," Ucapku dengan helaan nafas dan wajah pasrah.
Akupun segera masuk ke dalam wilayah sekolah, dengan ketidaktahuan harus kemana setelah ini.
~~~
Aku merenggangkan tubuh ke atas kasur yang empuk, setelah lelah mengikuti pembelajaran di sekolah, ditambah saat menunggu angkutan umum tadi, membuat tubuhku remuk rasanya. Untung saja, air hangat sore ini benar-benar memanjakan tubuhku. Setidaknya lebih baik dari sebelumnya.
Ah ya, aku dapat teman baru tadi, namanya Anita. Dia cantik, dan manis juga. Wajahnya sedikit berbeda dengan kami yang murni darah Indonesia.
Ya, dia adalah indo. Begitulah sebutan untuk seorang blasteran Indonesia-Belanda di zaman ini. Itu yang dijelaskan Anita kepadaku.
Tapi sebutan itu sudah tak berlaku di zaman ini. Mau campuran apapun, semua orang tetaplah sama. Jangan dinilai dari fisik, tapi kepribadiannya. Bisa jadi yang murni malah tidak lebih baik dari yang campuran.
Beruntungnya kami bertemu, karena jika tidak maka aku akan tersesat dan tak akan pernah bisa kembali ke rumah. Kebetulan sekali Anita dan Rukmini ternyata bertetangga.
Wah, sebuah kebetulan yang seakan telah terbentuk menjadi skenario.
Sudah setengah jalan menuju terlelap, tiba-tiba aku terkejut ketika ketukan pintu terdengar.
"Nduk, ini dicari Nak Pierre..., Ayo cepat keluar..,"
Aku tersentak dan bangkit, dengan lenguhan kesal karena waktu istirahat ku terganggu, aku berjalan menuju pintu.
Kubuka pintu kamar berengsel warna emas dengan wajah masam.
"Kenapa mbok? Saya sedang ingin istira--"
"Selamat sore nona,"
Aku terkejut saat seorang pria sudah berdiri di ambang pintu.
"Maukah nona menghabiskan malam Minggu bersama saya?"
Tak menjawab, aku malah diam menatap pria di hadapanku.
Hah, senyuman itu tampaknya tak pernah pudar sekalipun.
Sepertinya pria ini sangat menyayangi seorang Rukmini,
••••
To be continued ❤️
KAMU SEDANG MEMBACA
MIRACLES | PIERRE TENDEAN ✔️
Fanfiction[END] Pertemuan singkat di alam mimpi, dengan kebahagiaan yang mustahil jika dikatakan hanyalah sebuah mimpi belaka. "Bukan pertemuan kita yang ajaib. Tapi dirimulah keajaibannya," ------------------------- biggest rank : #1 for pierretendean Discla...