01

2K 119 4
                                    

Happy reading!

📖📖📖

"Besok adalah kelulusan Sakha, mau Clara hadiahkan apa?" 

Hari ini Clara tengah menghabiskan akhir pekan bersama sang ajudan kesayangannya, Ajisakha Sadewa Pamungkas. Namanya terlalu panjang ya? Oke, sebut saja pria ini Sakha.

Meski Sakha baru akan lulus akademi militer dan menjadi letnan dua di esok hari, namun bagi Clara sejak awal ia bertemu dengannya, Sakha telah menjadi ajudan sekaligus malaikat penjaga untuknya.

Sakha adalah pria tersabar dan ter humor yang pernah ia temui. Tak pernah sekalipun kalimat pria itu tak diiringi dengan senyuman. Sudut bibirnya selalu tertarik menuntun setiap kata yang terlontar dari mulutnya.

Kalian bayangkan saja deh, seperti apa manisnya pria itu.

Eits, tapi jangan ambil Sakha ya. Sakha, punya Clara hehe.

"Cukup Clara datang, itu sudah buat saya senang," Sakha merendahkan tubuhnya, menatap wanita yang duduk di kursi roda itu. Wanita berkulit putih pucat, bak malaikat yang turun hanya untuk Sakha.

Pria berambut tipis sehabis dicukur itu tersenyum dan mengusap pucuk rambut Clara penuh kasih sayang.

"Ah, yang bener?" Clara menatap Sakha tak percaya.

"Bener dong sayang," Sakha mencubit hidung Clara gemas.

blush!

Seketika pipi Clara memerah bak kepiting rebus. Pria itu jarang sekali memanggilnya demikian, jadi itulah mengapa Clara langsung salah tingkah dan tersipu.

"C-Clara bisa jalan sendiri kok, kenapa harus pakai kursi roda sih?" Tiba-tiba Clara merubah topik pembicaraannya.

"Gak papa, hari ini kaki Clara gak boleh kotor. Seperti Puteri kerajaan, hari ini Clara punya penjaga yang akan selalu mengantar kemanapun Clara mau," Ucap Sakha sambil masih terus mendorong kursi roda itu perlahan.

"Tapi Clara mau jalan aja,"

"Tidak boleh. Atau mau saya gendong saja?"

Pertanyaan Sakha kembali membuat gadis itu salah tingkah.

Clara adalah seorang gadis berumur 18 tahun yang menaruh hatinya pada seorang lelaki 20 tahun-an yang merupakan teman bisnis Papanya. Dari awal pertemuan mereka, gadis itu benar-benar kagum dengannya.

Sakha lebih memilih mengabdikan diri kepada negara ketimbang menerima tawaran Papanya mengurus perusahaan, sekalipun itu secara cuma-cuma hanya karena ia anak kandungnya.

Dan Clara, jatuh cinta akan itu. Pria itu memiliki pilihan dan pola pikirnya sendiri.

Pendekatannya bisa terbilang singkat. Namun Clara yakin walau tak dengan netra nya, ia bisa merasakan dengan hatinya. Bahwa Sakha adalah pria terbaik yang pernah ia temui.

Mungkin Clara tak bisa memandang wajah tampannya, namun ia masih bisa memandang hatinya yang tak sembarang orang bisa melihat ketulusannya.

"Sakha,"

"Iya Clara cantik,"

"Clara beruntung punya Sakha,"

~~~

"Doakan saya, agar selalu selamat dalam bertugas,"

"Jangan khawatir, saya pasti baik-baik saja,"

"Saya di sini akan selalu menyayangimu,"

"Tunggu saya pulang, ya?"

Jantung yang berdegup dengan kencang, nafas yang tersengal dan terasa sangat sesak bak tubuh diikat tali dengan amat kuat.

Itulah yang dirasakan Clara malam ini, tidurnya benar-benar tak jenak. Bahkan tak pernah jenak.

Entah sejak kapan, ia pun lupa kapan terakhir kali dirinya tidur dengan nyenyak.

Setiap malam pasti mimpi buruk yang sama selalu menghampirinya. Membuat terkadang sesak terasa di dada, hingga mengharuskan dirinya memanggil 'mbak' untuk membantunya memakai inhaler.

"Sudah mendingan, non?" Tanya Mbak Santi dengan wajah khawatir, memandang Clara dengan keringat yang mengucur di dahi.

"I-iya, sudah mbak. Terimakasih," Ucap Clara sedikit tersengal

"Apa boleh Clara minta obat insom lagi? Clara tidak bisa tidur kalau tidak pakai itu," Gadis berambut hitam legam tergerai itu memohon.

"Apa masih mimpi yang sama?" Mbak Santi mengajukan pertanyaan, seakaan mengetahui apa yang tengah dirasakan Clara.

Gadis itu mengangguk ringan, seraya meneteskannya air matanya.

Wanita yang sudah menganggap Clara sebagai putrinya itu pun menghela nafas. Ia tersenyum dan kembali duduk di pinggir kasur, memeluk gadis itu dengan erat berusaha menenangkannya.

"Yasudah, saya temani sampai tidur ya? Daripada Clara makan obat itu. Lagipula dokter sudah melarangnya," Clara mengangguk, gadis itu kembali membaringkan kepalanya perlahan dengan tangan yang menggenggam erat tangan Mbak Santi.

Mbak Santi sudah mulai bersenandung, berusaha menidurkan putri cantik itu, namun Clara tiba-tiba kembali membuka suaranya.

"Kali ini dia tersenyum,"

Mbak Santi menghentikan nyanyiannya namun terus mengusap lembut Clara. Wanita itu sudah tahu betul apa yang dimaksud Clara. Setiap malam Clara sudah pasti akan seperti ini, tidak bisa tidur dan berujung akan menceritakan seorang pria misterius yang selalu datang di mimpinya itu.

"Sebenarnya Clara tidak merasa takut. Malah seperti ada rasa damai, namun terkadang mimpi itu terasa seperti nyata," Clara meneteskan air matanya.

"Sudah tidak usah dipikirkan non. Mungkin seseorang itu hanya ingin berkunjung sebentar ke dalam mimpi non Clara," Hibur Santi yang dijawab gelengan oleh Clara.

"Tapi kalau cuma berkunjung, kenapa tidak pergi-pergi. Membuat Clara tidak bisa tenang kalau tidur,"

Santi masih terus mengusap lembut rambut Clara.

"Tidak apa non, toh ada saya di sini. Kalau ada apapun saya akan selalu bersama non Clara," Santi menenangkan.

"Iya, terimakasih Mbak Santi. Tolong temani saya tidur malam ini ya?"

"Iya non, tenang saja,"


📖📖📖

To be continued ~

MIRACLES | PIERRE TENDEAN ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang