11

428 55 8
                                    

Happy reading ❤️

•••••

"Bu! Saya pergi dulu, assalamualaikum!" Di pagi buta itu, Clara sudah bersiap dengan setumpuk rantang dan tas yang ia bawa.

"Iya, nduk waalaikumsalam. Hati-hati! Semuanya sudah dibawa, kan?" Tanya Sang Ibu memastikan.

"Iya Bu, sudah semua,"

Setelah merasa semuanya lengkap terbawa, Clara segera bergegas menuju halte bus. Hari ini ia akan menuju kediaman Pak Nas, berkunjung untuk menjenguk Pierre.

Tadi malam Pierre menelepon lewat sambungan kantor dan mengeluh jika asam lambungnya kambuh. Oleh sebab itu pagi ini Clara bergegas kesana, nalurinya mengatakan ia harus menemaninya agar pria itu segera cepat sembuh.

Terlebih lagi Pierre adalah anak perantauan yang jauh dari orangtua, pastilah ia membutuhkan orang terkasih. Walaupun Clara bukanlah orangnya, namun ia adalah Rukmini sekarang, jadi ia harus melakukan demikian.

Sebenarnya sudah ada keluarga Nasution yang menganggap Pierre seperti keluarga dan pasti akan merawatnya, namun ia merasa tidak enak kalau tidak membantu. Apalagi Rukmini sudah dikenal oleh mereka, akan bertanya-tanya jika seorang kekasih Pierre tak tiba menghampiri pria nya yang tengah sakit.

"Mau kemana, Min?" Perjalanan gadis itu terhenti setelah seorang wanita berambut pirang menghampirinya.

"M-mau ke...,"

"Tempat Pierre, ya?" Gadis itu menebaknya.

Clara menelan salivanya dan mengangguk. Anita, seorang gadis yang membuatnya ketakutan setengah mati karena menjadi satu-satunya orang yang mengetahui kalau ia bukanlah Rukmini yang asli.

"Oh...yasudah sana pergi. Lagipula akan terlihat aneh bukan, jika seorang kekasih tak menjenguk pria nya yang tengah sakit?" Gadis itu tersenyum miring.

Gadis ini? Bagaimana tahu?

"B-bagaimana kamu tahu kalau Pierre sedang sakit?"

Mata Anita mengarah ke tas bawaan Clara, terlihat jelas obat-obatan dan makanan yang akan dibawanya ke Teuku Umar.

Nafasnya sedikit lega, karena ternyata Anita hanya menerka dari bawaannya.

"Kalungmu...bagus, Min," Mata jeli gadis itu tertuju pada sebuah kalung perak berbandul yang dikenakan Clara.

"I-iya,"

"Mas Pierre sangat sayang ya sama kamu," Sindirnya.

"Yah.. walaupun kamu palsu. Setidaknya perankan karakter mu dengan baik, iya kan? Sana pergilah,"

Anita menatap Clara dengan penuh intimidasi, mempersilahkan ia untuk segera pergi. Tidak, lebih tepatnya seperti mengusir kucing yang mengganggu jalannya. Gadis bermata abu-abu itu berbalik pergi.

Sedangkan Clara tanpa pikir panjang segera meninggalkan wanita mengerikan itu dan menuju halte sebelum matahari mulai menampakkan diri.

~~~

"Jauh-jauh kemari hanya untuk memberi ini?" Pierre menatap bawaan Clara yang sudah ditata di atas meja kerjanya.

Clara mengangguk. "Iya, sesuai kebutuhan yang akan digunakan Mas Pierre,"

Gadis itu membuka rantang makanan yang ia siapkan tadi pagi. Ada sayur asem, beserta lauk pauknya.

"Berarti tidak membawa rindu untuk saya?" Goda pria itu, dan hanya dibalas senyuman tipis Clara.

"Ayo segera dihabiskan, setelah itu nanti makan obatnya," Clara menyodorkan makanan yang ia bawa, tak merespon lebih candaan Pierre.

Tanpa penolakan pria itu menyantapnya dengan lahap.

"Enak. Seperti biasanya,"

"Syukurlah," Ucap Clara sambil menyiapkan obat yang kelak akan diminum Pierre.

"Oom Pierre, mana coklatnya!!" Tiba-tiba seorang gadis kecil membuka pintu kamar paviliun, mengejutkan penghuninya. Bahkan Pierre hampir tersedak dibuatnya.

"Eh...Ade?? Sudah mandi belum?" Pierre menjeda aktivitas makannya dan menghampiri gadis kecil itu untuk digendongnya.

Jadi dia Ade...yang diceritakan Mas waktu itu,

"Hayo, tahu tidak siapa ini?" Pierre menunjuk Rukmini yang tengah sibuk dengan obat-obat, Clara tersenyum.

"Tentu tau...Tante Rukmini!! Yang selalu diceritakan Oom Pierre sambil senyum-senyum,"

"Sshh...untuk yang itu jangan diucapkan di sini!!" Pierre menutup mulut Ade. Gadis kecil ini sudah bisa menjahili orang ternyata.

Clara hanya tertawa dan tersipu malu.

"H-halo Ade..!! Mau coklat? Tante bawa banyak!!" Clara mengeluarkan beberapa batang coklat untuk Ade, sengaja dibawanya karena memang ia teringat jika ada gadis kecil di rumah ini.

"Terimakasih, Tante! Tolong rawat Oom sampai sembuh ya!" Gadis manis itu segera turun dari gendongan Pierre dan berlari keluar paviliun, setelah mendapatkan coklat yang diminta.

"Manisnya...," Gumam Clara menatap Ade yang sudah keluar dengan tertawa riang.

"Ah iya Min, saya teringat sesuatu...," Tiba-tiba suasana menjadi serius.

"Apa itu? Katakan saja," Clara menatap Pierre yang telah duduk di sisinya.

"Soal lamaran yang saya bicarakan tempo lalu, saya serius,"

Clara menelan salivanya sendiri setelah mendengar kalimat Pierre beberapa detik lalu.

"Apa? L-lamaran?"

Pria ini sudah pernah membicarakan hal serius ini kepada Rukmini?

Wah... gawat kalau sampai pernikahan aku masih terjebak di tubuh ini. Jika tidak, aku akan menjadi istri orang!

"Ya, sebenarnya saya juga sudah membicarakan hal ini dengan Papi dan Mami. Tapi benar katamu, mereka masih belum menyetujui kalau kami ingin melanjutkan hubungan sampai sejauh itu," Jelasnya dengan nada rendah.

"Alasannya tetap sama. Karena kita berbeda," Lanjutnya.

Setelah satu baris kalimat itu, mulut Clara terbungkam.

Matanya tertuju pada bandul kalung yang tergantung di dada pria itu.

Entah harus terkejut atau iba karena malangnya kisah cinta kedua insan ini...Clara sudah kehabisan kata-kata.

Bagaimana bisa aku baru menyadari kalau kami berbeda?

Dadanya seketika terasa sesak, ia pun tak tahu apa penyebabnya.

Ia merasa seperti tak sanggup menerima kenyataannya. Setetes air mata terjatuh tanpa perintah.

Tidak, aku tidak tengah berpura-pura. Aku memang bukanlah Rukmini yang asli, namun perasan ini....

Tak bisa dianggap hanya sebuah sandiwara semata.

•••••

To be continued ❤️

MIRACLES | PIERRE TENDEAN ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang