Happy reading ♥️
•••••
Mata pria itu tertuju kepadanya, mengeluarkan segala penyesalan, cinta dan kerinduan secara bersamaan. Sudut bibirnya tertarik pedih.
•••••
"Seharusnya dari awal saya sadar, kalau kita tak akan bisa bersama. Seharusnya keegoisan tak pernah datang kepada saya,"
Hatinya bak remuk diterpa badai, nafas gadis itu tak beraturan, bahkan kelu untuk bersuara.
Hancur sehancur-hancurnya, semua kenyataan ini benar-benar menyesakkan.
Sepasang kaki itu melangkah menghampiri, dan segera mendekap hangat sang pria di hadapannya.
"Maafkan saya Clara...," Clara membungkam mulutnya dan tak bersuara.
"Apakah kita masih bisa bersama?"
Dari beribu kalimat, inilah yang bisa terlontar dari mulut gadis itu.
Pierre pun hanya terdiam, tak kunjung menjawab pertanyaannya. Clara melepaskan dekapan dan beralih menatap dalam sepasang mata di hadapannya.
"Jika sudah tahu semua faktanya. Apakah kita masih bisa bersama? Jawab pertanyaan ku Mas!" Nada bicara gadis itu meninggi. Air matanya semakin keluar deras.
"Semesta tak akan mengizinkannya,"
Sepatah kalimat yang tak akan menemukan jawabannya.
"Tidak. Aku benar-benar menyesal tak menyadari perasaanku selama ini,"
"Mengapa semua perasaan ini baru bisa ku ketahui setelah semuanya berakhir!?" Clara terduduk, meratapi segala penyesalan nya.
Hujan terus mengguyur dan mengaliri kepedihan hati keduanya.
"Takdir,"
"Bertemunya kita adalah takdir, dan perpisahan ini juga adalah takdir, kita tak bisa menghindarinya,"
Pierre merendahkan tubuhnya, dan mengangkat wajah gadis di hadapannya. Berusaha menunjukkan senyuman terbaiknya, walau rasa pedih tak bisa membohongi.
"Semua hal yang telah kita lalui adalah keajaiban yang tak terhindarkan. Dan sekarang keajaiban ini sudah seyogyanya usai," Pierre mengusap air mata Clara penuh kelembutan.
"Tidak bisakah aku singgah barang sebentar? Aku masih ingin berada di sampingmu, aku masih ingin menemanimu," Tatapan Clara semakin sayu, matanya sudah memerah pedih terkena air hujan.
Suara tangisan gadis itu teredam oleh suara derasnya hujan. Pierre balik mendekapnya.
"Saya pun demikian. Namun sepertinya saya sudah harus menerimanya,"
"Kita harus ikhlas. Tinggalkan saya, dan kembalilah," Pierre berusaha menahan tangisnya dan terus mengusap lembut rambut panjang yang sudah basah terguyur hujan.
"Tidak! Biarkan aku singgah sebentar lagi," Clara memohon. Namun Pierre juga tak bisa berbuat apapun, semua ini harus segera diakhiri. Yang di atas tak akan pernah menghendakinya.
"Clara dengarkan saya--"
"Tolong Mas! Saya tidak ingin pergi--"
"Clara!"
Pekikan pria itu membungkam mulut Clara, untuk pertama kalinya Pierre meninggikan suaranya. Tatapan pria itu menusuk ke dalam matanya, berusaha meyakinkan segalanya.
"S-sudah saatnya kamu pergi dari sini," Mata Pierre kembali berair.
"Tidak...tidak...," Pierre terus mencekal bahu Clara terus meyakinkannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
MIRACLES | PIERRE TENDEAN ✔️
Fanfiction[END] Pertemuan singkat di alam mimpi, dengan kebahagiaan yang mustahil jika dikatakan hanyalah sebuah mimpi belaka. "Bukan pertemuan kita yang ajaib. Tapi dirimulah keajaibannya," ------------------------- biggest rank : #1 for pierretendean Discla...