Happy reading ❤️
•••••
"Maaf,"
"Sudah meninggalkan Sakha sendirian,"
Kalimat itu, hanya kujawab dengan senyuman..
Akan kuusahakan senyuman ini adalah senyuman tulus.
Walau aku menahan perih di dada
Bagaimana...untuk menjelaskan semuanya?
Siapkah ia untuk tahu semua kebenarannya?
~~~
"Clara, ayo kita berlatih lagi?" Ajak seorang wanita berambut sebahu.
"Bisa nanti saja tidak, kak? Aku...ingin menunggu Sakha, katanya ia akan ikut menemani. Sebentar saja kok," Pinta Clara kepada terapisnya yang bernama Rintan itu.
"Sudah hampir 1 jam berlalu, ia belum juga datang. Mungkin Sakha sedang sibuk," Bujuk Rintan kepada Clara yang keras kepala tak mau melanjutkan terapi untuk kakinya.
"Tapi dia sudah berjanji...," Wajah berbinar itu kini memudar, mengetahui Sang kekasih tak kunjung datang.
"Tidak apa, sambil berlatih saja yuk? Siapa tahu Sakha sebentar lagi tiba,"
Ajakan itu langsung diiyakan oleh Clara dengan wajah suntuk nya. Akhirnya gadis itu memaksakan dirinya untuk tetap berlatih walau Sakha tak tengah bersamanya.
Ting!
Ponselnya yang ditaruh di atas sofa sudut ruangan berbunyi, menampilkan seseorang yang baru saja mengirimkan pesan.
Sakha ❤️
Clara, saya minta maaf. Saya lupa kalau hari ini kamu ada jadwal terapiSakha ❤️
Masih di sana kan? Saya akan segera kesanaJust now
~~~
"Akhirnya selesai. Tinggal beberapa kali latihan lagi, maka kamu bisa berjalan normal lagi," Puji Rintan kepada Clara yang masih saja menekuk wajahnya.
Gadis itu tersenyum tipis. "I-iya, semoga saja aku bisa segera berjalan,,"
"Kakak benar, sepertinya Sakha memang sedang sibuk," Tambahnya, tiba-tiba mengubah topik pembicaraan.
"Maklumi saja, Clara. Pacarmu kan abdi negara, pasti ada kesibukan yang dilakukannya..., Kamu harus semangat ya," Rintan berusaha membuat gadis itu tersenyum.
"Tapi Sakha sudah berjanji. Apakah mungkin seorang perwira sepertinya bisa lupa dan ingkar akan janjinya sendiri?"
Rintan hanya terbungkam, dan sekali lagi senyuman lah yang menjadi jawabannya. "Namanya juga manusia..., Pasti tak luput akan lupa,"
"Ya... aku memang harus memaklumi nya," Clara mengangguk setuju dengan senyuman pedih terlukis di wajahnya.
Rintan kemudian pamit untuk beranjak pergi, sedangkan Clara masih terduduk menghadap kaca besar di ruangan luas ini. Ia memandangi matahari yang sudah mulai turun dan meninggalkan warna oranye-jingga di langit.
Ruangan luas di lantai dua, adalah ruangan favorit Clara di rumahnya. Karena hanya di ruangan ini ia bisa leluasa melihat pemandangan langit ketika pagi maupun sore hari, di ruangan ini senyuman tak akan pernah pudar. Karena warna yang terlukis di langit akan selalu menenangkan hati gadis itu kapanpun ketika dirinya kemari.
Namun tidak untuk hari ini. Untuk pertama kalinya Clara mengubah tempat ini menjadi tempat paling dibencinya. Menjadi tempat untuknya menghabiskan air mata di pelupuk yang sudah terjun bebas.
Mungkin orang di luar ruangan tak bisa mendengar suara tangisannya. Namun percayalah, suara rintihan pedihnya kini sudah memenuhi seisi ruangan.
Menunggu tenggelamnya matahari adalah hal yang menyenangkan, namun tidak untuk menunggu pria itu. Menunggu untuk janjinya bisa ditepati. Berharap tak ingkar dan tetap akan datang menyemangati dan membantunya untuk menahan sakit di fisik dan batinnya.
Ternyata berusaha untuk tetap percaya kepada seseorang yang jelas-jelas sudah mengingkari itu sangat pedih, ya?
Terbodohi dengan kebutaan cinta.
Clara masih terus menangis sesenggukan, tubuhnya bergetar hebat sampai sesak karena hampir tak ada ruang untuk bernafas.
"Sakha tidak melupakanku, kan?"
"Dia tak akan meninggalkan ku, kan?"
Kini kata 'meninggalkan' adalah sebuah kata traumatis dalam hidupnya.
Setelah ditinggal pergi dengan Pierre. Apakah ia harus kembali rela untuk membiarkan Sakha beranjak jauh darinya?
Brak!!
Suara pintu yang dibuka dengan sangat keras terdengar, namun Clara masih tak peduli. Ia tetap akan menangis di sini sampai hati ini sekiranya lega.
"Clara!" Suara yang ia kenal mendekat, terlihat sangat jelas bahwa seseorang itu telah berlari sangat cepat untuk sampai di sini. Terdengar nafasnya yang memburu.
Pria yang masih dengan seragam lengkapnya berlari menghampiri sang kekasih yang sudah duduk membelakanginya, berlatarkan langit jingga yang mulai memudar warnanya dan tergantikan dengan kegelapan.
Ia langsung memeluk Clara tanpa peduli apakah gadis itu menerima pelukannya atau tidak.
"Saya sudah mengirimkan kamu pesan, tapi tak dijawab,"
"Maafkan saya, Clara...saya sudah ingkar dengan mu,"
Kalimat pria itu hanya dibiarkan oleh Clara, tak dijawab dan gadis itu malah terus menangis sesenggukan bahkan semakin kencang suaranya.
Ia tak sanggup lagi untuk berucap, nafasnya sudah terlalu pendek untuk mengeluarkan sepatah kata sekalipun.
Maafkan aku, yang tak bisa menjagamu sebaik Sakha...maaf...
••••
To be continued ❤️
Maaf baru update sekarang 🥲🙏🏻 jangan bosen-bosen sama cerita ini, ya! 🥰
KAMU SEDANG MEMBACA
MIRACLES | PIERRE TENDEAN ✔️
Fanfiction[END] Pertemuan singkat di alam mimpi, dengan kebahagiaan yang mustahil jika dikatakan hanyalah sebuah mimpi belaka. "Bukan pertemuan kita yang ajaib. Tapi dirimulah keajaibannya," ------------------------- biggest rank : #1 for pierretendean Discla...