16

462 43 0
                                    

Happy reading ❤️

•••••

Angin berhembus pelan, menusuk kulit putih seorang gadis yang segera merapatkan sweater rajutnya.

Gadis itu menghela nafas pelan, memejamkan mata dengan senyuman tipis terukir di wajahnya menciptakan lesung pipit pada sudut bibirnya.

"Indahnya...," Ia menikmati setiap angin yang berlalu pelan menyentuh rambutnya hingga sedikit terlambai.

Meski hidungnya sudah memerah akibat dinginnya udara, namun itu tak menghalanginya untuk terus menjelajah hamparan hijau kebun teh yang setiap daunnya mengeluarkan embun pagi. Meski sudah menginjak jam 10, namun cuaca di sini tak terasa panas sama sekali.

"Clara!"

Suara berat yang dikenalnya terdengar di telinga, gadis itu membalikkan badannya dan menjeda kegiatannya menikmati keindahan alam.

"Ada apa?" Tanya nya sedikit memekik kepada pria yang sudah berdiri di kejauhan sana.

"Ayo kemari, sebelum kamu flu!" Pria itu mengangkat segelas minuman yang baru saja dibelinya dari cafe terdekat.

Dengan sedikit mendengus kesal, gadis itu terpaksa meninggalkan kebun teh dan menghampirinya.

"Aku masih ingin bermain di sana, kenapa mengganggu," dengusnya kesal ketika sudah sampai di hadapan pria itu.

Pria itu tersenyum. "Bisa lanjut lagi nanti, setelah minuman jahe ini kamu habiskan. Mama bisa marah kalau tahu kamu flu," Ia menyodorkan segelas sedang minuman hangat itu kepadanya.

Sedikit menghirup aroma jahe yang menyeruak keluar sudah membuat dada gadis itu sedikit longgar sekarang. Tanpa menunggu asap yang mengepul habis, Clara segera meminumnya dan menikmati setiap tegukan air jahe yang melewati kerongkongannya.

Rasa ini, masih sama hangatnya seperti kala itu.

"Gimana? Sudah mendingan?"

Anggukan serta senyuman terpancar di wajah gadis itu. "Iya, sudah enakan. Makasih ya Zkha,"

"Iya, sama-sama. Yasudah sana kalau mau lanjut lagi, biar saya yang menaruh gelas ini ke sana,"

Tawaran pria itu ditolak, Clara malah semakin mendekatkan tubuhnya ke sisi Azkha. Pria jangkung yang memberinya kehangatan air jahe tadi.

"Daripada kamu sibuk dengan penjagaan ketat untukku, lebih baik ikut menikmati pemandangan di hadapanmu. Sangat rugi, sudah jauh-jauh ke sini eh malah hanya menjadi penjaga orang," Sindir Clara namun dengan senyuman tulus. Azkha pun malah tertawa lirih.

"Saya sudah sering kemari, kadang kalau sedang pesiar seperti ini saya selalu kemari jika bosan di asrama," Ucapnya dengan nada damai, suara beratnya itu benar-benar menenangkan. Suara yang mengingatkannya pada Sakha, pria yang hampir menjadi pangeran hidupnya sampai akhir hayat.

Tak bohong, Clara memang selalu berharap bahwa pria di sampingnya ini adalah benar-benar Sakha. Sang pujaan hati. Namun realitanya, Sakha kini hanyalah sebuah bayangan rindunya.

Sekarang hanya ada Azkha, seorang yang persis sama seperti Sakha. Sifatnya pun hampir sama.

Namun tidak untuk perasaannya. Pria itu tak memiliki rasa yang sama untuk Clara, layaknya Sakha dahulu.

'Kamu boleh selalu berada di sisiku. Tapi aku akan menolak jika kamu masih terus memaksakan perasaan mu hanya karena Sakha. Aku tahu, kamu tidak mencintaiku. Jadi tolong, pilihlah kisah cintamu sendiri. Tanpa paksaan, tanpa dorongan orang lain. Ikutilah kata hatimu,'

MIRACLES | PIERRE TENDEAN ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang