03

1.1K 79 3
                                    

Happy reading ❤️

📖📖📖

Kerjapan mata yang berulang, berusaha untuk memperjelas penglihatan ku yang semula gelap. Aku berusaha membuka mataku lebar-lebar, terbangun dari kasur empuk dengan seprai penuh motif bunga.

Aku duduk terdiam beberapa detik, mengumpulkan seluruh kesadaran ku dan mengatur tempo napasku yang tak karuan . Rasanya sesak sekali dada ini bahkan untuk menghirup udara.

Aku melihat sekeliling, kamar siapa ini?

Semua benda di dalam ruangan ini terlihat kuno dan usang. Bahkan lampu pun masih menggunakan lampu berenergikan minyak tanah, sejenis... petromax?

Aku yakin ini bukan kamarku, lagipula aku tahu bagaimana kamarku. Aku paham betul aroma nya.

Ini benar-benar bukan kamarku, namun mengapa aku tertidur di sini?

Tunggu...

Hei, aku...bisa melihat?

Sekali lagi, kukerjapkan mataku untuk memperjelas pandangan, bahkan aku mencoba untuk menyentuh seprai kasur yang kududuki ini.

Benar, semua ini nyata. Aku bisa melihat benda yang kusentuh!

Jika aku bisa melihat, jangan-jangan...

Aku berusaha berdiri, dengan perasaan yang sedikit gugup aku menapakkan kakiku.

Benar saja, aku bahkan bisa berdiri! Aku bisa berjalan, dan kini akupun bisa menari semauku!

Tawa ringan memenuhi ruangan, aku tersenyum bahagia menerima kenyataan manis ini.

Oh Tuhan, aku memang tak tahu dimana aku sekarang. Namun betapa bersyukurnya aku kini, karena kau telah memberikan ku keajaiban ini.

Aku tak akan menyia-nyiakan nya!

Krieettt...!!!

"Rukmini...,"

Suara pintu menghentikan aktivitas ku, seorang wanita tengah baya yang berpakaian jawa sederhana masuk ke dalam ruangan dan tersenyum, aku pun sedikit terkejut atas kehadiran nya yang tanpa mengetuk pintu.

~~~

Wanita paruh baya dengan rambut bersanggulnya yang sudah mulai memutih itu berdiri di ambang pintu, tersenyum ramah menatap Clara.

"Sudah sembuh rupanya, ya?" Sepatah kata kembali terucap dari mulut wanita itu, setelah tadi memanggil nama asing yang tak ia kenal.

Clara mengangguk. "Iya, saya sudah sembuh,"

Wah, darimana ibu ini tahu kalau aku sudah bebas dari penyakit ku?

"Yasudah, ayo sarapan dulu. Ibu sudah buatkan oseng tempe kesukaan kamu,"

Oseng tempe?? Apa itu?

"Ayo nduk, kok malah melamun. Nanti makanannya keburu dingin lo,"

Dengan wajah kebingungan dan kepala yang penuh pertanyaan, Clara tetap ikut gandengan sang ibu untuk menuju ruang makan.

Sepanjang langkah, Clara menatap rumah ini. Rumahnya sangat antik, semua pajangan serba zaman dulu.

Rumah ini lumayan besar, tapi tidak terlalu besar. Bercatkan putih, khas arsitektur Belanda, tapi ada kesan Jawa nya juga.

Wah, unik sekali.

Sampailah mereka ke ruang makan, di sana sudah ada seorang pria paruh baya dan dua orang remaja perempuan dan laki-laki duduk berdampingan.

Tersenyum sumringah, bak menyambut seseorang yang akhirnya kini telah datang ke hadapan mereka.

"Mbak Rukmini sudah sehat to? Wah asik, hari ini makan sama mbak Rukmini lagi!" Sorak gadis manis yang sudah memegang sendok dan garpunya bersiap untuk menyantap sarapan.

Rukmini?

Siapa Rukmini?

Clara hanya tersenyum tipis dan ikut duduk di samping sang ibu dan mulai untuk sarapan bersama.

Namun pikirannya sembari berputar dengan apa yang sebenarnya tengah terjadi padanya.

Tiba-tiba kegiatan makan nya berhenti.

Tidak bisa dibiarkan, bagaimana mungkin ia tiba-tiba bisa berjalan dan melihat begini? Ia percaya kalau keajaiban itu ada, tetapi bukankah ini sebuah kemustahilan? Terjadi secepat ini?

Dan...mengapa juga ia di sini dengan mereka yang tak ia kenal sama sekali.

"Ibu...,kenapa saya dipanggil Rukmini? Nama saya Clara. Dan...kenapa ya saya bisa di sini? Ibu bisa ceritakan tidak?" Tanya Clara menjelaskan.

Bukannya segera dijawab, wanita paruh baya di sampingnya tertawa, begitupun gadis dan juga anak lelaki tadi.

"Apa sakitmu itu membuat hilang ingatan juga? Kok malah ngelantur toh nduk?"

Sontak Clara menaikkan alisnya semakin bingung.

"Tentu kamu dipanggil seperti itu, ya karena kamu ini Rukmini. Rukmini Chamim, anaknya Bapak Rijo Chamim dan Ibu Chamim yang paling pinter dan cantik sendiri...., dan kenapa kamu tinggal di sini? Karena yang melahirkan dan merawat kamu sampai sebesar ini ya wanita yang sedang kamu ajak bicara ini...panggil saja Simbok atau ibu," Ucap wanita paruh baya itu sambil tertawa meledek, tak habis pikir dengan tingkah aneh sang putri.

Hah?

Rukmini Chamim? Benarkah?

Jangan-jangan aku tengah bereinkarnasi menjadi seseorang yang lain??

Meski Clara menyadari semua ini tak benar, ia tetap berusaha menormalkan gerak geriknya.

Oke, aku harus berpura-pura menjadi bagian dari mereka setidaknya untuk hari ini. Mungkin ini hanyalah mimpi, nanti atau esok pasti aku akan kembali.

"Haha, s-saya hanya bercanda Bu. Agar suasananya tidak tegang, jadi saya bergurau," Jelas Clara, hanya dijawab dengan anggukan paham.

"Yasudah...ayo cepat makan, setelah ini bersiap untuk berangkat sekolah,"

"Baik Bu,"

Eh... Apa!? Berangkat sekolah!?

📖📖📖

To be continued ❤️

MIRACLES | PIERRE TENDEAN ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang