05

721 76 12
                                    

Happy reading 💕

•••••

Di malam yang hangat dua insan berjalan beratapkan langit petang yang beruntungnya tengah banyak bintang bertaburan di atas sana. Lengkap dengan Sang Raja Malam bulan, bersama sinar sempurnanya.

Clara hanya mengikuti langkah pria jangkung di sampingnya dengan keheningan. Membungkam mulutnya dengan gigitan bibir, untuk menahan gugup.

Sesekali ia mengikuti tatapan Pierre yang terus menuju ke atas, memandangi satu persatu kerlip bintang yang ada.

Tak sengaja gadis itu menatap sudut bibir pria di sampingnya yang tertarik lumayan lebar.

Sempat beberapa detik terpaku dan segera memalingkan wajah merahnya setelah pria itu balik menatapnya.

"Haha, lucu sekali. Saya tidak pernah melihat kamu sehening ini, Min,"

Clara yang masih menggerutu dengan dirinya sendiri pun berusaha kembali mengangkat wajahnya dan tersenyum kikuk.

"M-memangnya...saya tidak seperti ini sebelumnya?"

"Jauh, kamu jauh berbeda dari ini. Tapi tidak apa, kemanisanmu tak pernah pudar,"

Kalimat pria itu membuat jantungnya sempat berhenti.

Wah, setelah menyadari dirinya berada di zaman 60 an. Kini ia juga menyadari, bahwa gombalan pria di masa kelak dengan masa selampau ini benar-benar tak jauh berbeda.

Semua pria di zaman apapun tetap sama saja, jago menggombal. Tak jauh berbeda seperti Sakha.

Omong-omong Sakha, tiba-tiba Clara jadi merindukan ajudan cintanya itu. Apakah kini pria tampan itu tengah menunggu dirinya pulang?

"Rukmini...,"

"Min.."

"Nurindah Rukmini Chamim!"

Deg.

Pekikan itu membuat Clara tersentak. Hampir saja jantungnya copot.

"A-ah, maaf. K-kenapa?" Jawabnya sambil berusaha tersenyum.

Benar, namanya sekarang Rukmini. Hampir saja lupa.

"Kenapa melamun? Apa masih tidak enak badan? Kalau iya, mari kita kembali saja,"

Clara menggeleng keras, menolak tawaran Pierre.

"T-tidak, tidak usah. Saya baik-baik saja kok,"

Tak mungkin ia menghancurkan waktu berharga Pierre dan Rukmini hanya karena dirinya melamun. Walau Clara berada di dalam tubuh Rukmini, tak mungkin ia berlaku seenaknya sendiri. Pierre pasti akan kecewa.

"Benar? Yasudah, biar kamu tidak bosan kita beli makanan saja ya? Di sekitar sini banyak sekali makanan kaki lima yang enak," Ajak Pierre bersamaan dengan tangannya yang sudah menggandeng tangan Clara.

Meski Clara sebenarnya terkejut dengan perlakuan pria itu, namun ia hanya diam saja. Berusaha bersikap normal agar tak menghancurkan momen penting ini.

"Wah lihat, ada yang menjual kue colenak! Ayo kesana,"

Dengan semangat dan senyuman merekah, Pierre mengajak Clara berlari kecil untuk menghampiri penjual colenak.

"Mbok, saya pesan colenaknya satu bungkus saja ya,"

~~~

"Enak kan?" Tanya Pierre kepada Clara yang ikut mencicipi jajanan yang belum pernah ia sentuh ataupun makan sama sekali. Makanan khas Bandung berbahan dasar tape singkong.

Clara tersenyum dan mengangguk mantap. "iya, enak sekali,"

Clara tak bohong, makanan ini memang enak! Wah apakah di masa depan makanan ini masih ada? Sepertinya sayang jika makanan seenak ini tak dilestarikan, terlalu enak untuk dilewatkan.

"Saya sengaja beli satu bungkus saja, biar romantis kalau kata orang," Kalimat Pierre dibarengi dengan tawa lirih.

Sedangkan Clara hampir tersedak dibuatnya.

"Ternyata rasanya sama seperti yang waktu itu," Gumam pria itu tiba-tiba.

"Sama?" Clara mengangkat alisnya bertanya-tanya.

"Ya, saat saya masih mengikuti pelatihan di Bandung dulu, saya pernah nekat menerobos gerbang benteng panorama demi makanan ini, bahkan saya dihukum ringan setelahnya," Pria itu tertawa mengingat masa-masa tarunanya dahulu.

Clara ikut tertawa saat pria itu tertawa. Dan pandangannya pun tak lepas dari wajah Pierre. Entah, ia tiba-tiba begitu terpana dengan wajahnya.

Setelah usai menghabiskan makanannya, Pierre bangkit sebentar untuk membuang sampah daun pisang pembungkus colenak dan kembali dengan sebuah minuman hangat di tangannya.

"Ini, wedang jahe. Malam malam begini sebaiknya minum yang hangat," Pierre memberikan segelas wedang jahe untuknya.

Sesekali Clara menghirup aroma wangi dari jahe di gelas yang ia genggam,  rasanya pun tidak buruk, meskipun sedikit pedas di mulutnya.

Benar kata Pierre, minuman ini memang cocok diminum saat malam karena tubuhnya bisa merasa lebih hangat.

Clara...

Clara...

Bangunlah...

Dengung dari telinga Clara memekakkan telinga, seketika pandangannya mulai kabur dan tubuhnya mati rasa, bahkan gelas yang tengah ia genggam pun meluncur jatuh begitu saja. Dan akhirnya pecah berhamburan.

Pierre yang mengetahui kekasihnya tiba-tiba melemas pun dengan sigap menangkap tubuh wanita itu yang hampir saja tersungkur ke tanah.

"Rukmini..kamu kenapa? sadar min!"

"Rukimini..!!"

Suara Pierre samar-samar terdengar di telinga Clara, namun mulutnya kelu dan tak bisa menjawab untuk sepatah katapun.

Apa yang terjadi?? kenapa aku melemas begini?? kakiku mati rasa...,

Tanpa pikir panjang, Pierre segera mengangkat tubuh mungil Rukmini dan membawanya berlari menyusuri jalan wilayah perumahan itu. Tetesan air hujan mulai turun ke bumi, membuat malam yang dingin ini semakin menusuk hingga kalbu.

Seorang pria dengan hati yang kacau berlari dengan menggebu di tengah rintik hujan, berkali-kali ia memanjatkan doa demi keselamatan sang kekasih.

Ia terus melangkah menerabas hujan yang sudah mulai deras, memijak setiap genangan air di jalanan tak peduli dengan sepatu kesayangannya akan kotor.

"Tolong bertahanlah, sedikit lagi...,"

"Kamu harus selamat,"

"Saya tak ingin kamu pergi lagi, sudah cukup penantian panjang ini untukmu agar kembali menemani,"

"Maaf, karena sudah memintamu kembali kemari,"

"Karena saya, kamu menjadi semakin tidak baik-baik saja,"

"Maafkan saya Clara,"

••••

To be continued ❤️

Oh ya, ada sedikit informasi terkait cerita ini.

Semua alur cerita ini fiksi ya, juga lokasi lokasi juga banyak yang fiksi. Terutama terkait rumah Rukmini yang berdekatan dengan rumah Pak Nas dimana Pierre berdinas, itu juga fiksi. Saya buat cerita ini murni dari hasil pemikiran saya, jadi harap maklum kalau ada kekeliruan atau kalau ada kesalahan, saya akan siap menerima kritikannya. Terimakasih sudah membaca dan mengapresiasi cerita ini❤️

Saya pamit, sampai jumpa di chapter selanjutnya! 💕

Adios ~

Dimplechocolat

MIRACLES | PIERRE TENDEAN ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang