08

429 58 5
                                    

Happy reading ❤️

•••••

"Rukmini...!!"

"Rukmini...!!"

Berkali-kali panggilan itu dilontarkan, namun telinga sang pemilik nama tak juga menyahut.

Gadis berkulit kuning langsat itu tengah duduk terdiam di hadapan cermin, memandangi refleksi dirinya sendiri dengan tatapan kosong.

Pandangannya turun ke arah kalung liontin yang melingkar di leher jenjangnya. Jemari lentiknya terangkat menyentuh bandul kalung itu, setetes air mata jatuh tanpa perintah.

Bingung, tak tahu harus berbuat apa.

Bukan hanya terjebak oleh kesakitan yang kadang ia sembunyikan, namun ia juga kini tengah terjebak di dunia asing yang sama sekali belum pernah terpikirkan sebelumnya.

Takut, gelisah, sesak. Berbagai jenis rasa kesakitan untuk dirinya melesak begitu saja di dalam dadanya, seakan ingin membunuhnya perlahan.

Bagaimana caranya agar bisa berlari bebas? Aku ingin pulang.

Ingin kembali, namun tak tahu arah pulang. Tak ada yang bersedia mengantarnya, tak ada seorangpun yang bisa memberitahunya mengapa ia bisa di sini.

"Mama..., Papa...,"

"Sakha...,"

"Rindu, Clara rindu...,"

Klek!

Suara engsel pintu yang terbuka menyentak tubuh Clara yang masih merengkuh setelah menangis. Buru-buru ia menghapus habis air matanya hingga tak bersisa.

"Ya Allah nduk, ternyata di kamar to,"

Ternyata Mama, ah, Ibu.

Clara memutar tubuhnya, menghadap Bu Chamim yang ternyata sudah memanggilnya sedari tadi.

"M-maaf Bu, tadi Mini tidak dengar. Mungkin saat Mini sedang mandi, jadi tidak tahu," Ucapnya memberi alibi.

"Yasudah, ini tadi ada kiriman surat. Sepertinya dari pacarmu yang ganteng itu,," Goda wanita paruh baya itu yang di balas dengan senyuman tipis Clara. Gadis itu berusaha tetap normal, dan tersenyum agar sang ibu tak curiga.

"Terimakasih Bu," Clara menerima secarik amplop surat coklat berstampel biru itu.

Setelah kepergian sang ibu, Clara segera membuka surat itu.

Kepada : Rukmini Chamim

Maaf, tidak bisa bertatap langsung. Karena saya sedang berdinas, jadi surat ini sebagai perantaranya.

Saya ingin mengajak kamu untuk datang ke pesta pertunangan kawan saya, apakah kamu ingin ikut serta, Min? Acaranya masih minggu depan, mungkin nanti malam saya sudah kembali dari dinas.

Saya tunggu untuk jawabannya,

Dari yang terkasih : Pierre Tendean

Segaris senyum kecil terukir di wajah gadis itu. Entah sejak kapan, pria itu bisa membuatnya tersenyum.

Tingkah kalem, lembut, dan penuh kasih sayang dari pria itu benar-benar mengingatkannya pada Sakha.

"Hitung-hitung untuk melupakan kerinduanku, mungkin aku akan ikut dengannya," Ucap Clara memutuskan.

~~~

Srek..srek...srek...

Suara gesekan sapu dengan tanah yang kering di sore ini.

MIRACLES | PIERRE TENDEAN ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang