[ 03 ] Pikiran Sempit

62 7 0
                                    

Part 3 - Pikiran Sempit

****

Tak lama berselang, gue bisa dengar derap kaki yang bergerombolan mendekat ke arah kamar begitu om-om berkumis yang lagi berdiri di depan pintu berteriak. Selain suara dari lantai, bisikan dari bibir ke bibir pun ikut meramaikan pagi itu. Firasat gue bener-bener gak enak soal ini.

"Itu mereka, Pak Dusun!" tunjuk pria berkumis tadi ke arah gue dan kak Radit, buat kami spontan berdiri dengan raut kebingungan.

Gerombolan orang dewasa yang sudah berdiri mengerumuni pintu tampak membulatkan mata, kaget. Dari raut wajah, tidak satu pun dari mereka terlihat senang. Beberapa ada yang tampak mengintip dari arah belakang untuk melihat. Ada juga yang berdecak muak hanya karena bertatapan mata sama gue. Semuanya mengeratkan rahang dan mengerutkan kening, menatap gue dan kak Radit seakan baru saja menemukan orang paling hina di dunia.

Ada apa ini?

Gue menatap mereka penuh tanya.

"Kalau boleh tau, ada apa Bapak-bapak sekalian datang rame-rame begini?" Suara tenang kak Radit buat gue noleh ke dia.

Masih dengan raut yang gak berubah, kak Radit maju dua langkah untuk nyembunyiin gue di belakangnya.

Seorang pria dengan peci di kepalanya muncul dari dalam kerumunan dan maju, buat gue bergerak dengan gelisah. Dari sikap anteng orang-orang yang menyambutnya, bisa gue simpulkan kalau bapak ini adalah pak dusun yang dimaksud.

"Bukannya kalian sudah tau apa yang kami lakukan di sini?"

Gue mengernyit, begitu pula kak Radit.

"Maksudnya?"

Samar, gue mendengar beberapa dari mereka mengucap istighfar karena pertanyaan kak Radit yang meminta penjelasan lebih rinci.

"Halah, kamu jangan sok tidak mengerti!" Kali ini bapak dengan kemeja kotak-kotak dan tubuh yang agak kurus ikut menimpali. Dia yang tadinya berdiri di belakang pak kumis, kini maju sambil menghujani kami dengan tatapan tajam.

Gue makin menatap mereka tidak mengerti. Letak kesalahan kami ada di mana? Bahkan sampai detik ini, gue masih belum bisa menangkap maksud kedatangan mereka yang seakan melakukan penggrebekan di tempat ini.

Hei, yang benar saja. Gue ataupun kak Radit bukan penjahat. Bukankah kami tidak menerobos rumah ini sembarangan? Kak Radit pun tidak mungkin asal masuk kalau tidak mendapat izin dari pemilik. Lagipula, minyak kayu putih yang digunain kak Radit untuk menyadarkan gue berasal dari ibu-ibu yang kak Radit ceritakan tadi dan kami bermalam di sini juga pasti atas seizinnya.

"Kami memang belum mengerti, Pak. Ada kalanya semua hal harus dijelaskan dengan runtut agar pihak yang dituduh bisa membela diri. Kalian yang tiba-tiba menerobos masuk seperti ini, apa yang punya penginapan sudah tau?"

Bapak berkumis mendengkus sarkas. "Wanita bertubuh gempal itu? Dia sudah melarikan diri karena ketahuan membuka tempat haram ini lagi!"

Kening gue mengerut samar, masih tidak paham ke mana arah pembicaraan mereka. "Tempat haram apa sih? Kita cuma numpang menginap, Om."

"Cih, kalian ini sudah tertangkap basah melakukan perzinahan masih punya nyali menyangkal?"

Mata gue membulat, sementara kak Radit tersentak mendengar sindiran keras bapak berkumis itu. Hah, zina?

JADI DARI TADI MEREKA NUDUH GUE SAMA KAK RADIT LAKUIN HAL MESUM? BEGITU MAKSUDNYA?

Gue melengos enggak habis pikir. Rasanya gue mau nyebutin satu per satu isi kebun binatang tepat di depan wajah mereka semua kalau aja enggak ingat ajaran sopan santunnya mama.

Suddenly Become Your Wife || Lee TaeyongTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang