Part 21 - Feel Free
Warn : sebelum baca disaranin siapin cemilan dan segelas air. Takutnya ikutan laper pas baca part ini.
****
"Halo ibu-ibu cantik. Mau masak apa? Ada yang bisa Key bantu gak?" tanya gue ramah begitu tiba di depan pantri menatap mama-mama komplek griya anggrek yang grasak grusuk ambil panci dan wajan, menyapa mereka dengan senyuman merekah.
Sebelum memutuskan ke dapur, gue tadi masuk ke wc mau bantu kak Radit misahin baju gue karena takut kejadian kayak tadi terulang. Sekalian nyuci baju-baju gue, tapi kak Radit malah ngusir gue dari sana sambil ngomong, "Sana ke dapur aja sama mama, belajar masak yang bener."
Gue mencebik dan akhirnya mengalah. Belum aja dia gue suguhin nasi goreng andalan gue atau omelet yang biasa gue sajikan untuk papa di rumah. Maksud gue belum bisa masak itu ya karena mager pol. Sebenarnya dikit-dikit bisa, tapi males aja karena setiap gue mau masak tuh kak Radit udah duluan di sana. Gue yang punya prinsip 'kalau orang lain bisa kenapa harus gue' jadi manfaatin itu terus keenakan hehe.
"Ada daging sapi di wastafel, Key. Potong-potong kecil aja, mau mama sambel nanti."
Gue pun menuruti instruksi mama, berjalan ke wastafel mengambil daging. Kemudian meraih talenan di rak atasnya lantas berlabuh ke sisi kiri tante Laras yang lagi nuangin minyak ke wajan.
"Aditya masih suka bikin kamu marah-marah gak, Key?" Tante Laras yang baru aja masukin bumbu tumis ke dalam wajan pun membuka suara.
Gue tersenyum kecil. Masih fokus potong-potong daging segar yang dibawa oleh mama dan mama mertua itu. Gue jawab, "Udah jarang, Bun."
"Syukur deh saran bunda akhirnya didengerin," katanya buat gue natap wanita yang udah jadi mama mertua gue ini sedikit gak percaya.
"Emang kak Radit ada cerita apa ke Bunda?" tanya gue penasaran. Lalu noleh ke meja makan, pada mama gue yang udah sibuk nyolokin blender ke stop kontak yang ada di dekat pantri. "Ma, dagingnya mau dipotong semua gak?"
"Simpan separuh buat kalian," balas mama yang segera gue angguki. Lalu pas gue ngalihin atensi ke mama mertua lagi, beliau nyambut gue dengan cubitan gemas di hidung.
"Aditya ngomong kalau kamu tuh banyak yang suka di sekolah, Key."
Gue menipiskan senyum. Dengar beliau ngomongin soal sekolah, gue jadi paham kalau para orang tua ini ambil andil agar kak Radit apply pekerjaan ke sekolah gue. Mau marah, tapi mau gimana lagi.
"Mana ada yang kayak gitu, dia ngarang ah," bantah gue segera. Geleng-geleng gak setuju, tapi langsung ngerjapin mata dengan raut polos. "Trus apa hubungannya kak Radit jarang bikin aku marah-marah sama banyak yang suka?"
"Masa kamu gak paham, Key?" Kali ini mama gue ketawa kecil. Dia udah berdiri di sebelah gue sebelum akhirnya ngambil mangkuk kaca berukuran mini berisi cabai dan bawang. "He's start to jelouse since he know that u have any boys loving u."
Gue merapatkan bibir mendengar itu. Kak Radit cemburu? Itu sama aja kayak nunggu ayam jantan bertelur gak sih. Mengingat bagaimana semalam kak Radit nyeritain ceweknya dengan ekspresi yang sulit gue baca. Gak bisa disebut mantan juga karena mereka belum benar-benar pisah kan?
"Mama salah paham." Gue agak bergetar kecil menyahuti mama yang udah jalan ke meja makan sambil membawa mangkok yang tadi, berniat masukinnya ke blender. "Kak Radit cuma ngerasa bertanggung jawab aja sama aku. Orang dia masih gamonin si Gianna itu kok."
Gue melirik dengan bibir mengerucut. Sekarang giliran mama mertua yang ketawa sampai matanya keliatan menyipit cantik. "Kamu tau darimana?" tanyanya sembari masukin kangkung yang udah dipotong-potong kecil ke dalam wajan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Suddenly Become Your Wife || Lee Taeyong
Fiksi Remaja____ "Dipaksa nikah gara-gara dituduh lakuin hal mesum sama nikah karena emang udah ngelakuin hal itu beda, Kak. Kita yang gak bersalah ini bakal dicap jelek di masyarakat. Masa depan gue ataupun karir lo bisa hancur dalam sehari." Mungkin dipaksa m...