Yah baru sempat update lagi
Kemarin sempat enggak enak badan dan belum bikin bab selanjutnya.Jangan lupa masukin ini ke perpustakaan kalian dan follow aku, ya. (Mention aja kalau mau di-follback)
Jangan lupa klik bintang dan kasih komentar karena semua itu GRATIS 🤟HAPPY READING!!!
🍏
Aksaka membalas kalimat pancingan Angkasa dengan senyum meremehkan. Angkasa kira ia akan terpancing dan membuat laki-laki itu babak belur lagi, tetapi Aksaka yakin akan membuat harapan Angkasa tidak terwujud. Aksaka tahu benar apa yang lebih buruk dibandingkan meladeni kalimat tidak berbobot Angkasa.
“Coba aja. Gue gak berpikir dia tertarik sama cowok kayak lo.” Aksaka berbicara sekilas lalu kembali menjalani hukumannya akibat terlambat mengumpulkan tugas untuk kesekian kalinya di mata pelajaran yang sama.
Tawa mengejek Angkasa sebenarnya mengganggu, tetapi Aksaka mencoba untuk tidak terpengaruh.
“Lo yang kasih kesempatan gue buat mencoba. Jangan salahkan gue kalau Agatha benar-benar jadi pacar gue. Sebenarnya ini kurang seru,” ujar Angkasa sambil melihat reaksi Aksaka setelah kalimatnya sengaja tidak ia lanjutkan. “Mau bikin pertandingan? Agatha taruhannya.”
“Brengsek!” Aksaka tidak tahan lagi. Kakinya menendang perut Angkasa hingga laki-laki itu terhuyung ke belakang.
“Main-main sama lo ternyata seru. 1-0, Aksaka. Agatha makin tahu kelakuan temperamen lo,” balas Angkasa sambil melirik ke atas tempat Agatha sedang memperhatikan dua siswa tersebut.
Aksaka otomatis melihat ke arah pandang Angkasa. Dilihatnya Agatha hanya diam tanpa memberikan ekspresi apapun. Mereka saling menatap hingga beberapa detik ke depan sebelum akhirnya Agatha yang memutuskan kontak mata mereka.
Kini Aksaka sudah kembali ke kelas setelah gurunya menyuruh masuk. Ponselnya yang sengaja ditinggal langsung dibukanya. Beberapa pesan masuk, termasuk dari nomor yang tidak disimpannya.“It’s okay. Gue gak berminat ikut campur urusan lo. Pesan gue cuma satu, jangan tunjukin keburukan lo di hadapan ortu kita. Terutama ayah.”
“Gue dapat nomor lo dari grup angkatan. Agatha.”
Membaca pesan Agatha tidak lantas membuat Aksaka tenang. Semenjak ia diberitahu jika gadis itu tidak akan membuatnya terlihat buruk di mata orang tua mereka membuat Aksaka dikerumuni rasa bertanggung jawab untuk meringankan beban Agatha. Sama seperti Aksaka, Agatha juga tidak mengharapkan perjodohan ini terjadi. Lalu bukankah lebih baik jika mereka saling menjaga agar salah satu pihak tidak dirugikan?
Menurut Aksaka, Agatha adalah korban terbesar di sini.
Orang tua mereka hanya ingin mendengar perilaku Aksaka yang baik-baik saja dan Agatha akan selalu menutupi kesalahannya meskipun ia tahu seberapa buruk dirinya.
Alih-alih membalas pesan Agatha, jemari Aksaka justru membuka kolom obrolan grup tim futsalnya. Lebih baik berolahraga daripada memikirkan banyak hal, begitu pikir Aksaka. Mereka akan berlatih nanti setelah pulang sekolah.
Sementara itu, Agatha masih membuka ruang obrolannya dengan Aksaka. Dia tidak berharap Aksaka hanya membaca pesannya, minimal laki-laki itu harus membalasnya. Agatha sudah mengutarakan maksudnya secara ringkas, apa Aksaka salah paham dengan pesannya?
“Kenapa, Tata? Kok manyun? Dari lo balik dari lantai atas kelihatan banget kalau lagi murung. Cerita sini,” ujar Ashila yang memperhatikan Agatha sedari tadi.
Agatha menggeleng. “Bukan apa-apa,” jawabnya sambil menghapus obrolan dengan Aksaka.
“Jangan bohong, Tata. Lo selalu ada ketika gue atau Adara ngerasa gak nyaman, ada sesuatu yang bikin kami overthinking. Sekarang gue melihat itu pada diri lo dan jawaban lo selalu enggak ada apa-apa. Lo masih anggap kami sahabat lo kan, Ta?” balas Ashila yang tak puas dengan jawaban singkat Agatha.
“Boleh peluk?” tanya Agatha yang tanpa menunggu jawaban Ashila, ia langsung memeluk sahabatnya itu. “Bagian bahu lo nanti basah sedikit gak papa, ya. Gue butuh nangis kayaknya,” lanjutnya disertai tawa kecil di akhir.
Ashila langsung menepuk-nepuk punggung Agatha, memberikan ketenangan pada sahabatnya itu.
“Nangis aja, Tata.”
Agatha berada di posisi yang sama hingga sepuluh menit ke depan. Selama itu pula Ashila menepuk punggung Agatha dengan sayang. Sementara Adara yang baru masuk, hanya menatap kedua temannya itu dengan heran.
“Kenapa?” tanya Adara tanpa bersuara kepada Ashila.
Ashila memberi isyarat Adara agar tidak bertanya lebih dulu karena ia juga tidak tahu jawabannya. Adara mengerti, ia lalu memeluk Adara juga dari belakang hingga membuat sahabatnya itu terkejut.
“Yuk nanti malam nginep di rumah gue. Lagi enggak ada orang di rumah. Ayah bunda lagi di rumah nenek karena acara keluarga yang gue sama sekali gak tertarik buat ikut ke sana. Daripada gue bawa Elang ke rumah, mending kalian yang nemenin gue. Iya gak sih?” ucap Adara dengan nada polosnya sehingga membuat Agatha tersenyum kecil.
“Jelas mending kita yang ke rumah lo, Dar. Ya kali lo mau berduaan sama Elang. Mau produksi bayi kalian?” balas Agatha sambil mengusap air matanya yang tadi menetes tanpa ia kehendaki.
Ashila memperbaiki posisi duduknya. “Dirty mind banget si Agatha.”
“Apaan yang dirty mind?” kilah Agatha.
“Ya lo pikir aja emang ke mana pikiran lo waktu bilang mereka mau produksi bayi? Main masak-masakan?” kata Ashila sembari menggelengkan kepalanya.
Adara menepuk pundak Ashila. “Agatha udah gak sepolos yang kita kira, Shil,” ujarnya. “Nginep bareng ya, Ta. Nanti enggak usah pulang, kalian pake baju gue aja. Seragam buat besok, pake punya gue juga. Gak boleh ada penolakan!”
Agatha mengangguk. Gadis itu lalu izin ke kamar mandi, ia merasa perlu merapikan riasan wajahnya yang mungkin berantakan karena menangis tadi. Padahal ia memakai make up setipis mungkin, tetapi tetap saja memaksakan diri pergi ke toilet untuk merapikan penampilannya. Jaga-jaga jika ada mata-mata bundanya di sekolah ini yang memantau penampilannya.
Gadis itu masuk ke dalam toilet dan melihat wajahnya di cermin. Tetap cantik dan selalu begitu, pikir Agatha. Ia memegang pipinya, sepertinya sebentar lagi bunda akan memintanya diet. Agatha sudah membayangkan makan siang dengan salad buah alih-alih bakso langganannya di kantin.
“Salad buah not bad, kalau sampai bunda suruh makan salad sayur, mending puasa deh gue,” gumam Agatha.
Saat gadis itu hendak keluar, ia berhadapan dengan adik kelas yang menjadi topik hangat sejak kemarin itu. Marsha berdiri dengan wajah ayunya yang menenangkan. Pantas saja Aksaka tertarik dengan gadis itu. Semua yang melihat Marsha akan setuju jika gadis yang memiliki wajah polos itu sangat anggun.
“Siang, Kak Agatha,” sapa Marsha disertai senyum manisnya.
Selain cantik, Marsha juga ramah ternyata.
Agatha mengangguk. “Lo udah resmi jadi tim olimpiade astronomi?” tanya Agatha yang dibalas anggukan antusias Marsha. “Kita bakal sering ketemu kalau gitu. Salam kenal, ya.”
“Makasih, Kak Agatha. Ternyata rumor yang bilang Kakak baik banget itu bukan omong kosong belaka. Gak sabar buat jadi teman dekat Kak Agatha,” balas Marsha.
“Panggil aja Tata.” Agatha menyahut. “Sampai ketemu lagi, ya. Gue duluan.”
“Oke, Kak Tata.” Marsha melambaikan tangannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
AKSATA | JAEMIN x HEEJIN ft. 00L
Teen FictionAKSATA; tidak terputus --- Agatha Rinjani hanya ingin menjalani kehidupan remaja yang normal, tanpa tekanan dari manapun termasuk orang tuanya. Jika harapan yang diucapkannya setiap kali meniup lilin ulang tahun, maka doa itu yang selalu ia ucapkan...