Happy reading!
🍏
Aksaka membaca pesan Agatha dengan saksama. Matanya mengedar mencari keberadaan gadis itu yang sepertinya sudah tidak berada di kantin. Dengan langkah pincangnya, Aksaka juga beranjak, meninggalkan Marsha yang menatapnya tak percaya.
Marsha kira hubungan mereka yang dirumorkan berakhir hanya sekadar pengalihan isu supaya mereka tidak menjadi pusat perhatian lagi.
Tangan Aksaka mencari kontak Agatha dan menelponnya. Tak menunggu hitungan menit, suara Agatha terdengar di seberang sana.
“Iya, Ka?” ujar Agatha.
Aksaka meringis mendengar suara lembut Agatha. Bagaimana gadis selembut dan setulus Agatha bisa berakhir berhubungan dengannya? Aksaka merasa sangat kejam jika mengingat tingkah lakunya selama ini.
“Maaf,” balas Aksaka.
Agatha tidak menjawab di ujung sana. Aksaka dapat mendengar beberapa suara lain selain suara gadis itu. Asumsi Aksaka, Agatha mungkin masih bersama teman-temannya.
“Maaf, tadi kamu bilang apa? Adara lagi berisik banget ngobrol sama teman kelasnya,” ucap Agatha.
“Gue minta maaf tentang kejadian tadi. Harusnya gue enggak makan bareng Marsha. Mana gue tau kalau dia muncul di depan gue tadi.” Aksaka menjelaskan.
“Santai aja. Yang penting alasan kita sama.” Agatha menjawab.
Santai aja? Kemana Agatha yang tadi merasa sesak melihat Aksaka dan Marsha duduk berhadapan?
“Nanti... Mau temenin hunting foto?” tanya Aksaka.
“Memangnya gue bisa nolak?” Agatha
terkekeh di akhir pertanyaannya. “Mau di mana?” lanjutnya.
“Kalau lo gak mau atau gak bisa....”
“Gue bisa.”
“Oke.”
“Di mana?”
“Alun-alun kota, mungkin? Atau di taman kota? Gue enggak punya tempat spesifik buat ambil foto,” jelas Aksaka kemudian.
“Oke.”
“Pulang bareng, mau?”
“Boleh.”
Setelah kata terakhir Agatha, panggilan berakhir. Aksaka tersenyum kecil sambil menggenggam ponselnya. Ditatapnya kaki yang kemarin terluka, rasanya sudah lebih baik dibanding kemarin.
Aksaka melihat ke arah lapangan futsal, teman-temannya berlatih di sana. Ia tidak berniat menghampiri karena toh ia tidak bisa bermain juga. Berdiam diri di kelas adalah tujuannya saat ini.
Kelas IPS tidak pernah menemukan kata tenang atau hening. Meskipun berbeda kelas, mereka seolah berada di kelas yang sama. Teman-teman Aksaka berada di kelas lain dan anak-anak kelas lain ada di kelasnya. Termasuk gadis yang sedang tertawa sambil menutup separuh wajahnya dengan buku.
“Anjir! Kok bisa sih?” Agatha tidak percaya pada cerita Ashila tentang dirinya yang dilempar centong nasi neneknya karena beralasan diet saat berkunjung ke rumah neneknya seminggu yang lalu.
Ashila membenarkan duduknya setelah terjatuh karena dorongan refleks Adara. “Beneran, Tata. Untung aja enggak jadi Sangkuriang gue. Asli lemparan nenek gue mantap banget mentang-mentang mantan atlet lempar lembing.”
“Pantesan otak lo agak bermasalah akhir-akhir ini. Ternyata karena centong nenek ya, Shil!” Adara yang masih tertawa memukul bahu Ashila berkali-kali.
Ashila tidak terima dan langsung memukul Adara balik. “Ngawur! Otak gue masih baik-baik aja, ya. Buktinya gue cuma satu peringkat di bawah Ibu Negara Agatha.”
“Ibu negara apaan? Kalian tuh sering banget pakai kata itu sampai-sampai anak olim astro manggil aku pakai kata ibu negara.” Agatha protes tentang panggilannya itu.
Ashila dan Adara sama-sama mengangguk lalu menertawakan Agatha.
Aksaka tersenyum melihat tawa Agatha. Gadis itu... Aksaka tidak tahu apakah Agatha memiliki kekurangan. Segala tentang gadis itu sempurna baginya, kecuali nasib gadis itu yang harus berhubungan dengannya.
“Eh udah jam pulang nih! Gue demen kalau sekolah banyak jam kosongnya gini,” ujar Adara yang langsung bergegas mengambil tasnya."Gue justru gak demen nih yang begini. Soalnya sekolah serasa makan gaji buta," keluh Ashila yang memang suka berada di kelas untuk belajar.
Agatha mengangguk menyetujui. "Sayang banget kita sekolah bayar mahal-mahal, eh banyak jam kosongnya gini."
“Heh! Gak usah sok rajin ya lo berdua! Buruan ambil tas kalian deh! Bentar lagi filmnya tayang!” balas Adara yang jengah mendengar omong kosong sahabatnya itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
AKSATA | JAEMIN x HEEJIN ft. 00L
Teen FictionAKSATA; tidak terputus --- Agatha Rinjani hanya ingin menjalani kehidupan remaja yang normal, tanpa tekanan dari manapun termasuk orang tuanya. Jika harapan yang diucapkannya setiap kali meniup lilin ulang tahun, maka doa itu yang selalu ia ucapkan...