Kenapa bisa orang itu mengaku sebagai ibunya? Apakah ia bertransmigrasi di tubuh orang lain? Haha ada-ada saja. Atau mungkin orang itu yang ada gangguan jiwa?
"HAH?!" Ia menutup mulutnya dengan kedua tangannya.
"INI APAAN?? KEMANA MUKA GUE?? INI MUK...
Delisa sudah berada di kamarnya. Revin tadi hanya mengantarnya sampai depan kamar Delisa saja.
Ia duduk di pinggiran kasur, masih tidak percaya ini semua terjadi.
Bukankah hari-hari sebelumnya berjalan dengan lancar? Kenapa baru sekarang ia benar-benar merasa ditampar oleh kenyataan?
Sellyn kemana?
Mama, Papa, bang Surya, bang Dion gimana?
Tiara, Cindy?
Aldi?
Apa mereka baik-baik aja?
Kenapa gue baru nyadar sekarang sih kalo gue sebenernya udah meninggal?
Mereka nggak apa-apa kan?
Apa mereka masih sedih?
Kok gue mati sih, Sellyn gimana ya?
Astagaa Ya Tuhann!
Pertanyaan-pertanyaan itulah yang berputar di otak Delisa sekarang. Jujur, kepala Delisa sudah ingin pecah rasanya, kayak pusing bangett lohh.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Ia terlentang di atas kasurnya. Menghentakkan kakinya. "Ah kok gini sih."
Tiba-tiba ia kembali duduk.
"Gimana kalo besok gue ke rumah aja ya? Atau ke rumah Tiara? Atau kemana sih!"
Delisa pusing, ia memilih tidur saja.
🏵️🏵️🏵️
Hari ini masih hari sekolah. Dan Delisa berencana ingin berangkat sekolah bersama Revin mengendarai mobil. Ada sesuatu yang ingin ia sampaikan padanya.
Saat keluar kamar, ia baru saja melihat Revin juga keluar dari kamar.
"Bang," panggilnya.
Revin menoleh, memperhatikan penampilan adiknya itu, sungguh berbeda. Lebih ke arah mana ya...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"Lo ke sekolah pake itu?" tanya Revin.
"Iyalah," jawab Delisa mendekat.
Revin hanya mengangguk. Sekolahnya memang membebaskan bagi siswa-siswinya memakai outher apapun asal kemeja sekolahnya masih dipakai.
"Gue bareng lo boleh ga?" tanya Delisa saat sudah beriringan turun tangga.
"Bareng gue?"
"Iyalah. Tapi naik mobil ya."
"Tiba-tiba?"
"Pengen aja."
Setelah sarapan dan berpamitan pada kedua orang tuanya. Revin dan Delisa masuk ke dalam mobil milik keluarganya, dengan Revin yang mengemudi.
Mobil sudah keluar dari kediaman keluarga Akasha. Revin membuka suara.
"Lo kenapa?"
"Apanya?" jawab Delisa.
"Aneh lo, akhir-akhir ini," ucap Revin.
Delisa memilih tidak menjawab.
Hening.
Setelah beberapa saat, Delisa meyakinkan dirinya, ia memulai bertanya pada Revin tentang Sellyn yang sebenarnya.
"Bang."
"Hm," gumam Revin menoleh sejenak kemudian melihat ke depan lagi.
"Di mata lo, gue itu gimana sih bang, dulu," tanya Delisa.
"Ngapain nanya-nanya," balas Ravel terkekeh.
"Gue serius. Kok kayaknya di mata orang gue kayak jahaat banget gitu."
Revin terenyuh saat Delisa berkata seperti itu. Sedikit merasa kasihan pada adiknya.
"Gue pengen berubah," lanjut Delisa.
"Berubah?" ulang Revin.
"Makanya, gue pengen tau, gue itu gimana, dulunya?" jawab Delisa.
Revin tidak langsung menjawab. Dan Delisa memberi ruang untuk Revin berfikir. Mereka sama-sama diam selama 5 menit. Sibuk dengan pikirannya masing-masing.
Delisa melihat ke arah Revin yang melihat ke depan. Nyimak ya Del.
"Batuuu banget. Udah dibilangin berkali-kali, gak ada yang lo gubris."
"Kebanyakan dimanja sih lo sama Mami Papi," lanjut Revin menolehkan kepalanya sekejab.
"Lo terlalu obsesi buat ngedeketin Rangga. Sampe segala cara lo lakuin buat dapetin dia. Lo gak sadar, kalo sebenernya lo juga sakit gara-gara suka sama tuh orang."
"Pengen selalu jadi nomer satu biar di-notice sama Rangga. Rangga Rangga Rangga. Semua dihidup lo cuma Rangga," ucap Revin halus.
"Lo seakan-akan tuli sama semua nasehat yang orang-orang kasih."
"Rangga itu temen gue, tapi gue juga gak bisa kalo maksa dia buat suka sama lo. Dan karena itu, lo gak terima. Lo sebenernya bukan suka sama Rangga, lo cuma pengen Rangga suka sama lo."
"Karena prinsip hidup lo. Semua yang lo mau harus lo dapetin."
Itu kalimat terakhir yang Revin sampaikan.
Kemudian Revin diam. Dan Delisa mencerna semua perkataan kembaran Sellyn itu.
"Kalo si Sellyn denger semua ini. Apa dia bisa sadar? Apa dia sakit hati?" batin Delisa.
Tidak ada percakapan lagi setelah itu. Delisa memilih bersandar pada kaca dan melihat jalan sepanjang perjalanan menuju sekolah.
Revin? Ia beberapa kali menoleh pada Delisa. Apa omongannya terlalu kasar ya, pikirnya.
Dan sampailah mereka di sekolahan. Delisa memilih turun duluan dari mobil.
"Gue duluan bang, gak usah dipikirin, gue emang sakit hati, tapi gak apa-apa. Gue bakal perlahan berubah, makasih bang," ucap Delisa langsung keluar dari mobil.
Revin tercenung. "Sell," panggilnya dalam hati.
☀️TO BE CONTINUED ☀️
633 kata.
Garing ya? Kalo gitu, gue saranin, baca part selanjutnya aja deh.
Ketemuan yuu, IG: @sheseesyi Emang gada apa-apanya sih, tapi.. ya gada tapinya. Kalo mo follow ya follow aja, ga maksa. Pokoknya follow!!