14. Klarifikasi

30 5 2
                                    

Malam hari. Bara dan Diana sedang menonton televisi di ruang keluarga. Revin? Revin kemana ya.. Revin lagi nongkrong sama anak Farios aja dah.

Delisa baru saja keluar dari kamarnya di lantai dua. Ia berencana menanyakan sesuatu kepada orang tua dari gadis yang tubuhnya ia singgahi ini.

"Hai Mah, Pah," ucap Delisa duduk di sofa yang berbeda.

"Hai sayang," jawab Bara.

"Tumben kamu turun," tanya Diana.

Delisa hanya tersenyum. 

Ada banyak pertanyaan yang akan ditanyakan Delisa malam ini. Topik yang cukup sensitif, yang mungkin saja akan membuka luka lama kedua pasangan paruh baya itu.

Ia menunduk memilin tangannya menahan gugup. 

"Sebenernya ada yang mau aku tanyain Mah, Pah."

Bara menegakkan duduknya. 

"Iya tanyain aja sayang."

Jeda.

"Yang nabrak aku waktu aku kecelakaan siapa ya Pah?" tanya Delisa to the point.

Bara dan Diana saling bertatapan, kemudian Diana menjawab dengan lembut. 

"Gak usah dipikirin sayang. Yang penting kamu sekarang udah sehat."

"Bilang aja Mah," ucap Delisa.

"Sayang-"

"Aku mohon," potong Delisa.

Sebelum menjawab, Bara menatap istrinya sejenak. Sungguh berat mengatakan yang sebenarnya pasal kecelakaan yang menimpa anaknya. Namun, anaknya itu sudah tumbuh besar, tidak seperti anak SD lagi yang akan marah dengan menendang pintu kamarnya. 

Tapi dengan kepribadian Sellyn yang pembangkang namun tetap saja dimanja, apakah benar gadis itu akan menerima kenyataan? 

Apakah ia akan menyimpan dendam pada gadis yang menabraknya? Atau kemungkinan buruk, ia akan mendatangi rumah gadis yang menabraknya, kemudian ia akan mengacak-acak rumahnya?

Namun, tanpa orang tua Sellyn tau, kemungkinan-kemungkinan buruk yang ada pada mereka tidak akan pernah terjadi. 

"Yang nabrak kamu itu, cewek seumuran kamu." 

"Delisa namanya."

Deg

"Gue."

Delisa sudah mengetahui itu, tapi entah kenapa ia menjadi merasa sangat amat bersalah pada Sellyn yang menjadi korbannya.

Hening sejenak.

"Terus dia kemana?"

"Dia," Bara menjeda. 

Lelaki itu menundukkan kepalanya. Kemudian menatap Delisa memantapkan untuk mengatakan yang sebenarnya.

Ceklek

Revin masuk ke dalam rumah dengan membawa helm kesayangannya. Semua menoleh ke arah Revin. Revin pun menyadari sepertinya ada percakapan yang serius. Ia menghampiri keluarganya.

"Revin boleh gabung?" tanyanya pada orang tuanya.

"Duduk aja," kata Diana. 

Revin duduk di samping Delisa.

"Dia kenapa Pah?" lanjut Delisa.

"Dia,"

"...meninggal." Pelan namun masih terdengar.

Deg

Delisa menutup mulutnya dengan kedua tangannya. Ia tidak mengira bahwa dirinya sudah meninggal. Ia hanya mengira mungkin raganya sedang dalam keadaan kritis, dan ia mungkin bisa kembali ke tubuhnya yang sebenarnya. Tapi, kok seperti ini kenyataannya.

"M-meninggal?"

"Ini bukan salah kamu sayang," ujar Diana memegang tangan Delisa.

"Mama sama Papa udah ngelayat ke sana?" tanya Delisa sedikit bergetar.

"Udah, kita semua udah pernah ke sana," jawab Bara.

"Kita juga udah minta maaf, dan keluarga mereka juga minta maaf sama kita," lanjut Bara. Jujur, terselip sedikit ketakutan bahwa Sellyn akan mengamuk dan pergi melabrak keluarga Delisa.

Delisa menunduk, mengontrol emosinya. Yang ada dipikirannya sekarang, kalau dirinya sudah meninggal, jiwa Sellyn yang asli kemana?

Dengan keberanian yang tersisa, Delisa hanya bisa meminta maaf kepada orang tua dan kembaran Sellyn saja. Maaf karena kesalahannya, mereka semua kehilangan jiwa Sellyn yang sebenarnya.

Delisa bergerak perlahan, berlutut di bawah tempat orang tua Sellyn duduk.

"Maafin aku ya Mah, Pah," ucap Delisa menangis dengan meletakkan kepalanya di paha Diana.

Bara, Diana, dan Revin tentu sangat terkejut.

"Udah sayang, ini bukan salah kamu," ucap Diana menenangkan. Bara mengusap punggung Delisa lembut.

Delisa mengangkat kepalanya dan menatap Diana dan Bara bergantian. "Maafin aku ya Mah, Pah," ucapnya bergetar.

"Udah sayang udah," jawab Bara tulus.

"Ini bukan salah kamu. Jangan nyalahin diri kamu sendiri ya. Kamu tenangin dulu diri kamu," ucap Diana menenangkan.

Delisa mengangguk dan perlahan berdiri, kemudian berjalan kembali ke kamarnya.

Bara memberi isyarat pada Revin supaya mengikuti adiknya itu. Revin pun mengerti dan berjalan naik ke atas.


☀️TO BE CONTINUED ☀️

431 kata.

Garing ya? Kalo gitu, gue saranin, baca part selanjutnya aja deh.

Ketemuan yuu,
IG: @sheseesyi
Emang gada apa-apanya sih, tapi.. ya gada tapinya. Kalo mo follow ya follow aja, ga maksa. Pokoknya follow!!

Vote!!
Komen!!
Share!!!
MAKSAAA!!

NOT SHETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang