10

382 41 0
                                    

   Mirza POV!
Aku berjalan di lorong kantor. Berniat untuk menemui sahabatku yang super sibuk ini. Siapa lagi jika bukan Arandykha.

  Di lift tadi, aku sempat bertemu dengan lelaki yang bisa di bilang masih muda, dan ternyata kami satu tujuan.

  Aku membuka pintu ruangan dengan santai. Melihat ke arah kursi putar, kebanggaan nya. Tapi ternyata, dia tidak ada disana.

  Kami melangkahkan kaki kami lebih dalam lagi dan terlihatlah seorang lelaki berstelan jas. Yah, seperti orang kantoran pada umumnya.

  Aku merangkul pundaknya dari samping dan.... Dia tidak terkejut sama sekali. Cih! Dia selalu terlihat keren.

   "Oii sialan! Ada apa ini? Kau melamun?" Kataku. Dan dia hanya menggelengkan kepalanya. Padahal jelas-jelas dia sedang melamun.

  Dia melepaskan tanganku dari pundaknya. "Paman, kau disini?" Katanya sembari berjalan menuju lemari es miliknya.

   "Kau ingin minum apa?" Tanyanya padaku.

  Aku berjalan menghampirinya. "Tidak usah. Aku hanya ingin mengirimkan ini!" Kataku, memberikan undangan pernikahan ku padanya.

   "Setidaknya minumlah dulu" ucapnya, memberikan sekaleng Coca-Cola.

   "Baiklah! Aku akan meminumnya nanti. Terimakasih! Jangan lupa datang" kataku. Berjalan menuju pintu keluar. Dan dia hanya tersenyum yang terlihat seperti di paksakan. Ku harap, dia baik-baik saja.........

   Aran Pov!
  Aku memberikan senyuman terbaikku pada Mirza sebelum dia pergi. Dia benar-benar akan menikahi Vivi. Aku harap, dia menjadi lelaki yang bertanggungjawab nantinya.....

  Aku memberikan sekaleng minuman pada paman Marco, dan dia menerimanya dengan baik. "Terimakasih" katanya.

   "Ada apa paman? Apa kau perlu sesuatu?" Tanyaku, duduk disampingnya.

  Dia meminum minuman nya, lalu menyimpannya di meja. "Sebelumnya, terimakasih untuk makanan dan mobilnya. Sungguh! Seharusnya kau tidak perlu memberikan mobilmu padaku. Itu terlalu berlebihan" katanya.

  Aku menggelengkan kepalaku. "Tidak paman. Itu masih belum seberapa bagiku" kataku, tersenyum kepadanya. Bukannya aku ingin pamer atau menyombongkan kekayaanku, tapi memang begitulah kenyataannya.

   "Ayah dan anak sama saja" ucapnya tertawa kecil, dan aku hanya tersenyum mendengar kata-katanya itu.

  Tawanya terhenti dan dia kembali menatapku. "Ngomong-ngomong, aku ingin menunjukkan sesuatu. Bisakah kita ke apartemen sekarang?" Katanya.

   "Baiklah......"

* * *

   "Apa sebelum datang kesini, kau menemui orang tuaku dulu, paman?" Kataku, membuka topik pembicaraan. Sekarang kami sedang di perjalanan.

   "Of course!" Jawabnya. Menatapku sesaat, lalu kembali fokus pada jalanan yang tengah diguyur hujan.

   "Apa ibuku baik-baik saja?" Tanyaku.

   "Shani?" Katanya berbalik nanya. Aku hanya mengangguk sebagai jawaban.

   "Jangan khawatir. Dia baik-baik saja, sangat baik."

  Aku menghembuskan nafas lega. "Syukurlah" kataku.

  Setelah itu, tidak ada lagi pembicaraan di antara kami. Paman sibuk menyetir. Sedangkan aku, sibuk dengan duniaku sendiri. Kepalaku sedang mengoceh tidak jelas. Terlalu banyak pikiran.....

HAPPINESSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang