35❄🍦

927 163 41
                                    

Gue sedih banget, cerita ini udah mau end tapi votenya belum nyampe 1k.

Sumpah gue sebenernya bukan tipe orang yang mikir vote, bintang apalah-apalah itu.

Gue lebih suka baca komen kalian, lihat seberapa cepet jumlah dibacanya naik dari 1k 2k. Gue selalu mengesampingkan vote.

Tapi di gue sadar setelah baca salah satu karya author lain. Mereka mau vote karena emang beneran mau dihargai sebagai penulis.

Jadi intinya, jangan jadi sider😭 gue juga mau karya gue dihargai😭

Tinggalin jejak ya, apapun itu vote ( gratis) komentar ( gue baca always). Semua itu bikin gue jadi semangat buat nulis dan bikin cerita yang menghibur buat kalian🙂

Luv
~milkymiuw~














35|| Selalu Ada

"Awhh sakit ma," rengeknya.

Wanita berjas dokter itu justru semakin menekan luka di wajah tampan putranya. Tak peduli anaknya meringis menahan rasa sakit.

"Dimana kamu sembunyikan Ningning selama ini Jeno?"

"Mama enggak perlu tahu."

"Akhhh!"

Suara teriakan Jeno barusan mengundang banyak orang menatap ke arah mereka.

Yuri—ibu Jeno yang berprofesi sebagai dokter bedah itu nampak tak peduli dengan teriakan putranya dan tatapan aneh orang-orang di sana.

"Kamu tau konsekuensinya kalau sampai papa kamu tau kan?" Yuri melunak, dia menutup luka di dahi putranya dengan kapas dan perban.

Luka ini di dapat Jeno karena jatuh dari motor. Jadilah sekarang blacky masuk bengkel.

Sebenernya Jeno sudah datang ke sini sejak pagi tadi, mengingat dia kecelakaan waktu mau berangkat sekolah. Tapi karena mamanya punya banyak jadwal operasi hari ini jadilah dia dianggurin.

Jeno sendiri yang mau diobatin sama mamanya. Dia tidak suka disentuh oleh orang lain termasuk dokter dan perawat di rumah sakit tempat mamanya bekerja.

Tenang, waktunya enggak terbuang sia-sia kok. Karena di rumah sakit pun dia tetap berlatih mengerjakan tumpukan soal olimpiade. Dia juga udah izin langsung ke pak Xiumin.

"Ningning udah gak tinggal sama Jeno ma."

"Ya mama tau," aku Yuri. "Walaupun sibuk mama harus tetap memantau anak-anak mama kan?"

"Kalau mama tau sejak awal kenapa enggak tegur Jeno?" tanya Jeno bingung.

Mamanya itu tipe orang yang perfeksionis, lalu kenapa dia membiarkan kesalahannya ini tanpa mau repot menutupinya.

Bisa saja kan mamanya itu menegurnya dan meminta Ningning pergi ke tempat seharusnya dia belajar ke Perancis.

Yuri membereskan alat-alat medisnya, dia natap Jeno penuh arti. "Anak-anak mama udah dewasa, tau mana yang benar dan mana yang salah."

"Jadi yang Jeno lakuin bener apa salah?"

"Bener enggak salah juga enggak." tutur wanita itu. "Itu di mata mama. Kalau di mata papa, semua yang adik kamu lakukan adalah sebuah kesalahan."

"Kenapa papa benci banget sama Ningning?" Jeno ikut bangkit melihat mamanya membawa alat-alatnya pergi. Dia ngikutin mamanya dari belakang sambil megangin tangan kanannya yang juga terluka di bagian siku.

"Biar saya yang membayar tagihan atas nama Jeno Devgan Megantara." Yuri tak menjawab. Dia berhenti di bagian administrasi.

"Baik dok,"

Dear Winter [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang