16❄🍦

976 122 20
                                    

16|| Just Friend with Benefit

Winter diem aja selama perjalanan menunju rumahnya. Sama seperti sebelum-sebelumnya dia enggak punya topik untuk dibahas.

Winter juga tidak ingin mengungkit soal perkataan Jeno di apartmen. Winter kaget memang tapi dia enggak tahu harus bereaksi apa.

Syok pasti, tapi Winter lebih milih menutup mulutnya rapat-rapat. Padahal dalam otak kecilnya kini dipenuhi berbagai macam pertanyaan yang dia enggak tahu jawabannya.

Seperti :

Sejak kapan kak Jeno menyukai kak Karina?

Apa kak Karina tahu kalau kak Jeno suka sama dia?

Apa kak Jaemin juga tahu?

Mereka bertiga kan sahabatan, jadi jatuhnya cinta segitiga antar sahabat dong?

"Lo suka sama Jaemin? Gue suka sama Karina." Winter enggak bisa ngilangin ucapan Jeno dari pikirannya.

Yang pasti setelah Jeno mengatakan hal itu padanya, cowok itu segera menariknya keluar dari apartment dan menyuruhnya masuk ke dalam mobil.

Winter pikir dia akan kembali menaiki motor tapi dugaanya salah, kali ini Jeno mengantarnya dengan mobil.

"Musik?" Jeno mencoba membuka percakapan.

Dia memang suka keheningan apalagi kesendirian tapi entah kali ini rasanya terlalu sunyi dan beku.

"Hah?"

Kak Jeno ngomong apaan sih, dari tadi cuma satu kata dua kata mulu. Dikira pantun apa? Batin Winter.

Winter mengucapkan itu dalam hati, dia enggak berani menatap kakak kelasnya yang saat ini sedang sibuk mengendarai mobilnya membelah jalanan ramai.

Jeno menunjuk ke pemutar musik di mobilnya. Yah semoga aja Winter paham lah ya.

"Oh, boleh." Winter mengangguk cepat, dari pada hening mending dia dengerin musik.

"Lupain apa yang gue bilang tadi."

Jeno mendesah lega melihat Winter mengangguk dengan cepat. Dia menyetujui perkataan tanpa mendebat.

Winter lebih memilih melihat sisa air hujan yang menetes di kaca mobil dan mendengarkan lagu yang diputar.

Merasa lagu yang diputar tidak cocok dengan seleranya, Winter mengganti lagunya tanpa pikir panjang. Dia tidak terlalu menyukai musik barat yang bernuansa sedih.

Ku tak bahagia, melihat kau bahagia dengannya

Aku terluka, tak bisa dapatkan kau sepenuhnya

Aku terluka, melihat kau bermesraan dengannya

'Ku tak bahagia, melihat kau bahagia

Harusnya aku yang di sana, dampingimu dan bukan dia

Harusnya aku yang kau cinta dan bukan dia

Harusnya kau tahu bahwa cintaku lebih darinya

Harusnya yang kau pilih bukan dia

Winter mematikan lagu yang baru aja dia putar dengan paksa. Sungguh lagu yang sangat singkron dengan situasi mereka saat ini.

Winter tersenyum kikuk menyadari lagu pilihannya malah membuatnya malu.

"Maaf kak," cicitnya pelan.

"Kenapa lo seneng banget minta maaf sih?"

Perkataan Jeno barusan membuat Winter bungkam. Benar juga, dia enggak sadar kalau sekarang hobinya jadi minta maaf.

"Di depan kak." Winter menunjuk ke arah rumahnya.

Dear Winter [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang