Langkah jenjang kakinya membawa Raden sampai pada bagunan teratas di sekolah. Sementara menjauh dari keramaian, kabur dari rapat, bertemu dengan sang mantan, sampai berakhir di rooftop sendirian.
"Setahu gue lo ngga ngerokok di area sekolah."
Ralat, ia tak sendiri. Sebelum sosok yang nyaris sebelas duabelas dengan sikapnya kini ikut berdiri di sampingnya. Terjun menatap jalan besar di depan sekolah, seraya menumpukan tangan kekar pada besi pembatas. Mengusik waktu tenang Raden.
Raden berdecih dalam hati. Bisa-bisanya Riko ikut-ikutan seperti dirinya yang kabur dari sesak ruang gimnasium yang padat orang. Disaat harusnya mereka harus melakukan diskusi panjang bersama ketua.
"Gue bukan Adipati yang doyang jaga reputasi." Setengah hati Raden menjawab setelah mengeluarkan kepulan nikotin.
Tawa rendah menyeruak, "dia bukan jaga reputasi tapi taat peraturan," tandas Riko.
Mendengar jawaban seperti itu, Raden mau tak mau menoleh sangsi, "ngapain lo kabur?"
"Ngikut lo," jawaban kelewat enteng itu membuat Raden mendengus. Lantas kembali menghisap dalam-dalam batang rokok yang masih lumayan panjang. Seolah mencari-cari ketenangan lewat benda perusak kesehatan itu.
"Kakek lo lagi hoki?"
Jelas cowok disampingnya kembali tertawa. Kali ini terdengar jelas tengah mengejek celetukan random si Raden, "dia bukan kakek gue. Dia kakeknya Riga."
"Whatever. Dia lagi kebanyakan duit sampe di hambur-hambur begitu karna ngga tau mau diapain?"
Kini raut datar melingkupi wajah di sampingnya.
"Itu bukan duit dia."
"Terus, ada yang ngasih sponsor?" Raden melepaskan puntung rokoknya sampai tergeletak di lantai, lalu menginjaknya sampai tak berbentuk.
"Gue ngga bisa iyain, karna belum cari tahu."
"Well? lo ngga mungkin ngga tahu."
"Gue emang ngga tahu!" suaranya berubah jengah karna Raden menuntut.
"Jelas lo tahu. Karna lo tuan muda Bramasta Juan Puerto Riko. Yang selalu ikut andil dalam setiap keputusan yang ada di sekolah ini."
***
Cepat-cepat Elina melangkah keluar dari kelasnya yang sudah sepi. Menjadi yang terakhir pulang karna keasyikan dengan dunianya sendiri.Tapi lorong-lorong koridor ternyata masih ramai orang. Sebelum pada akhirnya langkah tergesanya berhenti begitu saja. Ketika El-ketua OSIS SMA Calgary-mengulurkan tangan, menyerahkan paperbag berukuran sedang kehadapannya.
"Dari bu Rosa. Beliau nitipin ini buat di kasihin ke lo," buru-buru El menjelaskan ketika menangkap raut bingung diwajah Elina.
"Thanks, kak," ucapnya setelah menerima dan melihat sekilas isi paperbag, "tapi ngga biasanya beliau nitipin gini-"
"Beliau baru kelar rapat, Dir." El menyela cepat supaya adik kelasnya ini tidak berfikir yang tidak-tidak. "Takutnya lo udah pulang juga, jadi dititipin gini biar lo nya ngga bolak-balik sekolah. Ngga tahunya ternyata lo masih disekolah."
"Oke, deh, sekali lagi thanks, gue mesti balik cepet."
"Gue anter pulang gimana?" El menahan lengannya tapi segera gadis cantik itu menepisnya pelan.
KAMU SEDANG MEMBACA
DISASTROUSLY
Teen FictionArinda Rengganis. Satu-satunya murid Calgary tahun lalu yang bersih dari buku kasus. Meninggal secara tragis dengan rekam jejak yang pilu. Kematian murid berprestasi itu jelas mengundang tanya. Apalagi, kini kematiannya seolah menjadi awal dari asum...