"Who is she?"
Pradipta Katanzaro, selaku kepala sekolah SMA Calgary, terpaksa menghentikan pergerakan tangannya yang mengemasi barang bawaanya yang masih berantakan diatas meja, begitu Riko melayangkan pertanyaan yang entah untuk siapa.
Ruang rapat mendadak hening. Sebelum akhirnya Adipati yang cepat tangkap memahami arah pertanyaannya melontarkan pertanyaan balik.
"You don't know about....."
"Kamu tidak mengenali Nadira?" tapi si kepsek begitu mudah menyela ucapan sang ketua Serikat.
Ruangan makin terasa hening, begitu Riko memalingkan wajah, berdecak keras seraya menghembuskan nafas kasar. Semua orang jelas tahu kalau cowok itu sedang emosi.
"Kenapa dia harus dilindungi?" Matanya menatap nyalang si kepsek, menuntut jawaban, "Kenapa harus saya?"
Sedetik berikutnya alis sang kepala sekolah terangkat tinggi, juga jari-jari tangannya yang saling bertaut di atas meja. "Memang ada alasan kenapa harus kamu?" Disusul seulas senyum miring menghiasi wajahnya.
Riko bersumpah kalau dia membenci kepala sekolahnya yang angkuh didepannya ini. Membenci bagaimana seringai tipis menghiasi wajah datarnya, serasa mempermainkan harga dirinya.
"Ada banyak orang yang jauh lebih pantas."
"Tapi kamu pilihan saya."
Dan membenci bagaimana keras kepalanya orang ini.
Sejenak cowok itu memejam erat, menahan emosi yang siap meledak. "Saya keberatan." Ujarnya tegas, mengundang tawa rendah si kepsek, membuat sebagian dari mereka meremang.
"Saya keberatan dengan tugas seperti......"
"Dan saya tidak meminta pendapat kamu Bramasta Riko." Sela si kepsek sedetik lebih cepat.
"Bangsat!" Riko menendang kursi didepannya, mentap tajam kepala sekolahnya yang masih menyeringai tipis, lantas beranjak dari duduknya.
"Riko, calm, please." Adipati menahan bahunya, memperingati supaya tidak bertindak lebih jauh.
Jelas Pradipta Katanzaro bukan sosok yang mudah dibantah. Sosok yang tidak akan luluh hanya karena mendapat gertak yang memberontak.
"Tolong bertanggung jawab......"
Kali ini Riko memukul meja, "Saya tidak pernah minta untuk berada di organisasi sialan ini!"
Pak Zaro menghiraukan protes yang mungkin tidak akan pernah habis. Memilih mengemasi barangnya, lanjut beranjak serta merta mentap lekat Riko yang bahkan masih menatanya nyalang.
"Tiga puluh menit kedepan saya kirim data valid Nadira Zelina Putri. Supaya kamu mudah mengenalinya. Atau kalau memang kamu keberatan, ajukan protes ke Kakekmu dan Ayahmu karna ini perintah langsung dari beliau."
Mau sebanyak apapun protes yang ia layangkan, jika Kakek dan Ayah sialannya yang menjadi dalang, maka Riko hanya mampu mengumpat dalam diam.
***
Ruang rapat menyisakan tiga orang begitu rapat dirasa selesai setelah kepsek meninggalkan ruangan.
"Dia ngga seperfect itu." Ucap Raden ketika mendapati raut serius Riko saat sedang membaca sederetan prestasi seorang Nadira Zelina Putri. "Sekolah emang hyperbolic kalau soal anak berpestasi."
Riko mengangkat wajah, "lo kenal dia?"
Raden mengangguk yakin, "gue pernah satu tim sama dia." Kemudian jari telunjuknya mengetuk konstan pinggiran meja. "Gue tahu lo masih baru disini, tapi terlalu ngga mungkin lo ngga tahu Elina?"
KAMU SEDANG MEMBACA
DISASTROUSLY
Teen FictionArinda Rengganis. Satu-satunya murid Calgary tahun lalu yang bersih dari buku kasus. Meninggal secara tragis dengan rekam jejak yang pilu. Kematian murid berprestasi itu jelas mengundang tanya. Apalagi, kini kematiannya seolah menjadi awal dari asum...