Tidak ada yang menarik dari ruangan dengan cat warna putih dan bau obat yang terlalu menyengat. Kecuali sosok cantik yang sedang berbaring di atas brangkar UGD, yang akhir akhir ini banyak menyita pikiran Juan Riko.
Gadis cantik itu....
Oke, ini gila. Karna Riko diam-diam memuji kecantikan Elina dalam diam di ambang pintu ruang gawat darurat. Sekalipun yang di puji sudah menatapnya dalam raut tak bersahabat.
Elina mendengus, membuang tatap ke dinding ruangan. Enggan melihat sosok brengsek yang pasti akan menggangu ketenangannya.
"Mau sampe kapan lo liatin gue kayak gitu?" tanya Elina jutek, sinis dan semua hal yang sangat bukan gadis itu.
Riko mengerjap sekali. Linglung. Kedapatan menatap Elina dalam peresekian menit dalam diam jelas hal yang memalukan.
Tapi wajah datar tanpa eskpresi itu bisa menyelamatkan Riko dari salah tingkahnya, yang membuat langkah kakinya di ayun dengan pasti masuk ruangan, berhenti persis satu meter dari brankar yang Elina tempati.
"Ngapain?" sinis Elina. "Kalo nggak punya kepentingan, pergi dari sini."
Itu terdengar terlalu to the point.
"Lo ngusir gue?" Riko menanggapi dengan tenang. Meski terlampau kelewat cepat. Mengamati Elina yang enggan menatapnya.
"Menurut lo aja gimana."
Nada suara Elina tidak sama sekali terdengar ramah sebagaimana biasanya. Gadis itu tak menatapnya. Seolah memang kehadiran Riko sangat tidak diharapkan oleh Elina.
"Menurut gue lo ngusir, tapi gue nggak peduli." cowok itu menjawab tak acuh. Merasa tak masalah dengan sikap Elina sekarang yang terlihat cuek padanya. Toh, dari awal pertemuan sekalipun, mereka tidak pernah terlibat dalam adegan pertemuan ramah tamah yang menyenangkan. Itu juga yang menjadi alasan sekalipun Elina mengabaikanya, Riko tidak akan pernah ambil pusing.
"Kalo emang lo nggak mau keluar," tatapan Elina di alihkan pada Riko. " Gue aja yang keluar." Ucapnya sunghuh-sungguh.
Gadis itu hendak bangkit, namun Riko lebih dulu mencekal lengannya pelan. Merasa kaget, Elina menyentak tangan Riko dilengannya kelewat kuat. Marah. Entah untuk alasan apa.
Mungkin karna cowok itu terlalu lancang.
"Jangan pernah sentuh gue." Peringat Elina Marah.
"Oke. Sorry." Jawab Riko nyaris tak terdengar. Mengalihkan tatap dari mata Elina yang memandangnya tajam.
"Lo itu siapa sih?" Tanya Elina putuh asa. Ternyata kekesalannya tidak cukup sampai di sana. "Lo itu siapa sampe berani-beraninya sok peduli sama gue?" Nada suaranya naik satu oktaf. Gadis itu mulai kehilangan kendali.
Tangan mungilnya di acungkan menunjuk Riko gemetaran. Elina kelihatan lebih marah dari sebelumnya. "Kita ngga pernah kenal Bramasta Juan Puerto Riko." Tekan Elina geram.
Nama lengkapnya. Gegas Riko memamdang Elina yang masih menatapnya penuh benci. Dari mana gadis itu tau.....
"Lo...."
"Apa?" bentak Elina keras. Gadis itu berteriak kencang. "Berhenti sok kenal gue. Berhenti sok peduli sama gue. Karna kita nggak pernah kenal. Dan.. Karna gue bukan tanggung jawab lo."
Kalimat terahkir itu.... rasanya menghantam Riko terlalu kuat. Sampai sampai nafasnya seperti di tahan untuk keluar.
Karna gue bukan tanggung jawab lo.
Mata keduanya bertemu. Dengan tatap yang sama tajam. Dengan tatap yang sama benci. Tapi Riko tidak akan pernah menyangka kalau perdebatan keras kepalanya dengan Rika kini di teriakkan sama kerasnya oleh Elina.
KAMU SEDANG MEMBACA
DISASTROUSLY
Fiksi RemajaArinda Rengganis. Satu-satunya murid Calgary tahun lalu yang bersih dari buku kasus. Meninggal secara tragis dengan rekam jejak yang pilu. Kematian murid berprestasi itu jelas mengundang tanya. Apalagi, kini kematiannya seolah menjadi awal dari asum...