DISASTROUSLY [15]

15 3 0
                                    

"Sebenernya tindakan yang dia ambil udah bener. Kalau ngadain razia bisa ngehentiin supaya vidionya ngga makin kesebar." Jerry menyuarakan asumsinya, memecah hening sore itu di rooftop sekolah. "Cuma-"

"Cuma dia kalut," tiba-tiba Rangga menyela, ikut menyuarakn pendapat. "Gue rasa lo semua tahu. Liat aja tadi dia sampe mau nangis gitu. Dia berusaha alihin fokus semua orang dengan publikasi EST supaya ngga bahas terus-terusan vidio yang ke spill. Tabiatnya kebaca. Elina mau nyelamatin Caludia supaya ngga dapet hate coment terus-terusan. Fatalnya si oknum manfaatin keadaan."

"Namanya juga oknum, nyari celah ya kudu timing yang pas." Panji menimpali.

"Nah, ini salahnya kita ngga teliti." Seloroh Jerry mengundang tatap keheranan teman-temannya. "Kemungkinan orang ini udah prediksi keadaan dari awal mangkanya rencana dia berjalan lancar."

Adipati yang berdiri paling ujung menghela pelan, "gue mau mulai malam ini kita gerak."

Lantas yang lain mengangguk setuju.

"Miss Rosa kalo ngga ada ngecontac gini berarti nunggu kita aksi dulu," ungkap Rangga. Serta merta menatap layar ponsel di genggamannya. "Gue rasa dia juga mau kita nemuin dalangnya dengan cara kita sendiri. Sambil ngawasin buat liat kinerja kita gimana, mangkanya dari tadi beliau ngga ada ngajuin protes."

"Lah, gue kira itu guru bodoamat," decak Jerry sangsi.

"Sejak kapan waka kesiswaan kita begitu?" sinis Adipati.

Si cowok playboy itu lantas menatap curiga sepupunya. "Tapi, Di, kenapa lo tadi ngomong kayak gitu?"

"Kayak gimana?" ketua serikat itu nampak acuh tak acuh, terlalu malas menaggapi.

"'Mau gue bongkar dari mana dulu' lo tahu orangnya siapa?"

"Ngga. Gue cuma ngasal tadi."

Jelas jawaban ketua serikat itu mengundang umpatan dan decakan semua orang yang ada di rooftop sore itu. Semua orang sudah overtingking tapi ketua mereka malah asal ngomong.

"Bangsat! anjing, banget lo, Di! gue udah ketar-ketir tadi."

"Tapi aslinya gue emang tahu."

"HAH!"

"Bisa ngomong bentar?" cegah Elina menghalau jalan Adipati.

"Gue sibuk."

"Sebentar aja," Elina memohon, bersikeras memblokir jalan cowok itu supaya tidak kabur duluan.

"Kalo lo mau nanya siapa yang megang akun resmi sekolah gara-gara omongan gue tadi, jawabannya gue ngga tahu karna tadi gue cuma asal ngomong."

Elina mengerjap bodoh lantas menggeleng, "tapi gue tahu lo tahu siapa orangnya."

"Segitunya?"

"Apa?"

"Segitunya lo ketakutan sampe ngehalalin segala cara? muter otak gimana caranya isu ini bakal cepet berhenti? atau karna lo ngerasa bersalah karna temen lo akhirnya jadi salah satu korban provikasi Arinda?"

Melihat Elina yang diam saja membuat dengusan jengah Adipati terdengar.

"See? mau opsi pertama atau kedua sekalipun gue tahu lo lebih tahu siapa orangnya."

"Gue-"

"Lo ngga biasa enakan nuduh orang, kan? kalo gitu ubah kebiasaan lo buat engga ngga enakan sama orang lagi. Karna semua orang bisa jadi tersangka."

"Ck. Maksudnya apa coba?!" mendadak Elina merengek. Sebenarnya Adipati meresa gemas dengan rengekan gadis cantik di depannya ini. Tapi wajah datarnya menutupi perasaan cowok itu.

DISASTROUSLY Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang