DISASTROUSLY [12]

17 4 0
                                    


*Anarkis scane ⚠

Pukulan keras yang mengenai tulang rahang. Juga tungkai Panji yang menghantam keras mengenai dada membuat tubuh jangkung Raffi terpelanting jauh menghantam kerasnya lantai lapangan yang kasar. Serta merta terbatuk sebab sesak memenuhi rogga dada.

Lapangan utama yang semula lenggang kini penuh. Sebab nyaris semua murid berlarian mendekati sumber keributan. Dan terik matahari persis serasa hanya sejengkal di atas kepala, tak membuat mereka mengeluh ketika menyaksikan Panji yang membabibuta melayangkan pukulan telak ke salahsatu gitapapati kesayangan Calgary.

Serasa kiamat. Jeritan memenuhi atmosfir Calgary. Menguncang debaran. Mengundang kekhawatiran setiap insan, namun tak seorangpun berusaha melerai.

Raffi bangkit, menyempatkan meludah darah pekat yang memenuhi mulut. Berdecih pelan seraya mengusap kasar darah disudut bibir, "bangsat."

"KENAPA?" teriaknya lantang. Membuat semua orang termangu.

Ini bukan seperti Raffi yang semua orang kenal. Cowok tulen dengan tatanan rambut rapi, kemeja licin, juga suara ceria yang membahana. Mereka juga melihat Panji yang seolah bukan dirinya. Dua cowok itu punya pribadi yang sama. Sama-sama humoris, berisik, humble dan tak pernah terlihat seemosi sekarang. Mereka sama tapi tak pernah bersinggungan. Bukan teman akrab yang saling lempar candaan, tapi kini keduanya adu jotos di lapangan sekolah.

Kini, dihadapan semua orang. Dua cowok itu tak lebih seperti iblis yang bangun dari tidur lelapnya.

"GUE TANYA KENAPA?" urat-urat lehernya bermunculan. Ditambah sorot tajam mengintimidasi Panji yang masih diam. "Lo ngga terima? iya? ngga terima kalo gue nyium Claudia?" suaranya pecah diujung, mengundang desir yang menganggu.

Bahkan rasanya mereka bisa mendengar debar jantung setiap insan yang meledak hebat dilapangan. Menolak memompa darah dengan normal.

Raffi berderap mendekat. "Gue juga bisa," ucapnya datar. Sedetik kemudian tangannya terayun memukul rahang Panji. Kakinya menendang dada cowok sawo matang itu sampai tersungkur ke lantai. "Lo pikir gue ngga bisa ngebonyokin muka bangsat lo ini?" satu pukulan dilayangkan ke tulang pipi, "gue juga bisa kalo cuma mukulin lo kayak gini."

Panji dipaksa bangkit dengan tangan Raffi yang mencengkram kuat kerah kemejanya. Melayangkan pukukan berkali-kali. Sampai lebam keunguan juga darah yang mengaliri wajah Panji terlihat. Mengundang pekikan histeris.

Sesaat Raffi menghempas tangannya. Mundur membuat jarak dengan bahu yang naik turun. Nafas kasarnya yang memburu terdengar tak beraturan.

Kendati begitu keduanya sama-sama menyorot tajam, menghunus netra satu sama lain, menyalurkan emosi.

"Penghianat," ucap Panji nyaris berbisik.

Berbanding terbalik dengan Raffi yang tertawa rendah, "lo yang pengecut!"

Bugh

Tiba-tiba Panji kembali melayangkan tinjuan. Kali ini mengenai hidung mancung Raffi.

"Lo ngehianatin gue Raff!" teriaknya serak. Kini tangan Panji ganti mencengkam kerah Raffi, "katanya lo janji ngejagain dia. Mana? lo malah nyentuh dia, bangsat!"

Raffi menepis dengan mudah cengkraman Panji, "lo yang pengecut. Lo yang beraninya cuma diem doang, sekarang apa? ngapain lo marah-marah sama gue, hah?! lo cuma berani mukul gue begini, doang, kan? iya kan? berani lo cuma marah-marah ngga jelas. Kalo bukan pengecut ap-"

Bugh

Panji benar-benar kehilangan kendali. Menjejak, menendang tanpa ampun setiap tubuh Raffi.

DISASTROUSLY Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang