Siapa yang nunggu DSP up?
Jangan lupa tinggalkan jejak berupa vote dan komen yang banyak, Bestie.
Dan yang belum follow akun aku, hayuk atuh di-follow.
Share juga cerita ini ke IG atau tiktok kalian. Bantu promosi, Bestie. Syukron.
_______________________________________"Mas, nggak boleh ngomong gitu," ujar Adzana memperingati.
"Astaghfirullahal'adzim." Sadar atas apa yang telah ia ucapkan, Gus Arfan langsung beristighfar. Kemudian manik matanya menatap sendu mata sang ibunda. "Maafkan Arfan, Ummi." Ia mengatupkan kedua tangannya di depan dada.
Annisa menggelengkan kepala lalu mendekat ke arah Gus Arfan. "Tidak apa-apa, Arfan."
"Ummi." Tanpa basa-basi, Gus Arfan mendekap erat tubuh wanita paruh baya itu, tentu Annisa membalas pelukan Gus Arfan tak kalah eratnya.
"Seharusnya Ummi yang minta maaf. Tolong maafkan kesalahan Ummi." Isakan semakin menjadi di ruangan tersebut, Adzana yang melihat hal tersebut mengambangkan senyumnya, ia ikut bahagia.
"Alhamdulillah, Ummi sudah menyadari semua kesalahan Ummi. Terima kasih, Ya Allah." Setelah berucap demikian, Gus Arfan mencium pipi Annisa lantas segera mengusap air mata yang jatuh membasahi pipi wanita itu.
"Arfan senang, sekarang Ummi sudah menerima Humaira sebagai menantu Ummi. Arfan harap, Ummi tidak mengulangi kesalahan Ummi lagi." Jeda beberapa detik, sampai akhirnya Gus Arfan kembali berucap, "Arfan juga minta maaf karena pernah membentak Ummi, berucap dengan nada tinggi di hadapan Ummi, dan menyakiti hati Ummi."
Annisa tersenyum bahagia, ia mengangguk pelan. Sungguh, beban di hati Annisa berangsur menghilang setelah bertemu anak dan menantunya.
"Makasih banyak, Ummi." Kedua netra Gus Arfan mengarah ke meja makan, di mana terlihat sepiring nasi dan lauk-pauknya belum habis.
"Apa Ummi sedang makan?" tanya Gus Arfan.
"Iya, Arfan."
Senyum di wajah Gus Arfan mengembang sempurna, ia berjalan ke arah meja makan kemudian mengambil piring tersebut. "Biar Arfan yang suapin Ummi."
"Masya Allah tabarakallah," ucap Annisa.
Dengan senang hati ia mendekat dan duduk di kursi yang berada di samping putranya. Tak berselang lama, Gus Arfan menyuapi Annisa penuh kasih sayang dan kelembutan.
Sementara di lain tempat, Alfin sedang kepayahan mencari Annisa. Ke sana-kemari, di setiap desa yang ia kunjungi, namun tak ada satu pun yang mengetahui di mana Annisa berada.
Lelah memang mendera, tetapi ia sudah berjanji kepada Kiai Reyhan bahwasanya ia tidak akan kembali ke pondok pesantren sebelum ia menemukan Annisa.
"Saya harus mencari ke mana lagi?" gumam Alfin. Saat ia melewati kedai kopi, tanpa sengaja ia melihat Riyan berada di sana.
Mengapa Riyan keluar dari pondok pesantren? Apa dia sudah meminta izin? Tak ingin banyak berpikir, Alfin cepat-cepat melangkahkan kakinya mendekati Riyan.
Nahasnya, tinggal beberapa langkah lagi sampai, tiba-tiba seseorang yang tidak ia kenal datang dan duduk di samping Riyan.
Lelaki itu memakai masker, berkulit putih, juga sepertinya seumuran dengan Gus Arfan.
Rasa penasaran pun muncul, dan beribu-ribu pertanyaan terus berputar di benak Alfin. Mendekat dan semakin mendekat, ia bersembunyi di balik pohon besar yang tak jauh dari tempat mereka. Tentu Alfin penasaran akan pembicaraan keduanya. Pembicaraan serius yang pastinya terlihat begitu rahasia.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dianggap Sang Pendosa (Sudah Terbit)
General Fiction(TERSEDIA DI GRAMEDIA DAN TBO) Ini tentang kejujuran yang hanya berujung penghinaan. Tentang kesalahan di masa lalu yang menjerat sampai sekarang. Fitnah selalu terdengar setiap hari. Takdir seolah tidak pernah memihaknya. Kisah ini adalah kisah seo...