42. Tidak Sudi

35.9K 5.6K 1.6K
                                    

Fyii, karena tembus vote sama komennya. Sesuai janji, aku up lagi.

Di part ini juga jangan lupa untuk vote sama komen ya. Komen yang banyak di setiap paragraf, Bestie. Makasih banyak^^
_______________________________________

"Kalau gitu jelasin," ucap Adzana mencoba untuk bersabar dan mendengarkan penjelasan dari Gus Arfan.

Akhirnya, Gus Arfan pun mulai menjelaskan semuanya. Dimulai dari ia tanpa sengaja bertemu dengan Syakila di trotoar jalan sampai mengapa ia bisa berciuman dengan perempuan itu.

"Syakila, kamu kenapa?" tanya Gus Arfan.

Syakila menggelengkan kepalanya. Terlihat sekali jika perempuan itu sedang sakit. Wajah pucat serta tangannys yang terus memegangi kepala mampu menunjukkan bahwa dia memang sedang sakit.

"Aku nggak papa." Tak seperti biasanya, Syakila bersikap acuh tak acuh pada Gus Arfan.

"Tapi sepertinya kamu sakit." Gus Arfan menoleh ke kanan-kiri, jalanan sudah mulai sepi. Sebagai lelaki, ia tentu tak tega melihat wanita berjalan seorang diri malam-malam begini.

"Aku nggak papa, Arfan!" papar Syakila penuh penegasan. Ia mulai melangkah menjauh dari Gus Arfan, namun nahasnya dirinya malah tersandung batu dan tanpa sengaja mencium bibir lelaki itu.

Singkat, tetapi Gus Arfan langsung mendorong tubuh Syakila begitu saja, tidak peduli jikalau Syakila sedang sakit.

"ASTAGHFIRULLAHAL'ADZIM!" Ia beristighfar, berjalan mundur beberapa langkah serta manik matanya menghunus tajam di mata hazel milik Syakila.

"APA-APAAN KAMU, SYAKILA?! BERANI-BERANINYA KAMU MELAKUKAN HAL ITU! MENJIJIKKAN! INI DOSA!!!" Berucap dengan napas tak beraturan, Gus Arfan benar-benar marah besar. Berani sekali perempuan yang berada di hadapannya ini mencium bibirnya, meski tak disengaja, Gus Arfan tetap tidak terima. Bibirnya hanyalah milik Adzana dan hanya dia yang boleh merasakannya.

"Ma--maaf, Arfan. Aku nggak sengaja, kepala aku pusing, aku nggak liat kalau tadi ada batu," kata Syakila, matanya sudah berkaca-kaca.

Gus Arfan yang sudah diselimuti oleh amarah pun tak mengindahkan ucapan Syakila. Niatnya ingin menolong perempuan itu digagalkan, ia masuk kembali ke dalam mobilnya dan melajukan mobil tersebut dengan kecepatan sedang, meninggalkan Syakila seorang diri di trotoar jalan yang sepi.

"Begitu ceritanya, Humaira. Maafkan aku." Sungguh, Gus Arfan sudah bercerita yang sejujur-jujurnya. Tak ada yang ditutup-tutupi lagi, ia tidak berani menutupi apa pun dari istrinya.

"Aku juga nggak tau siapa yang udah berani mengambil foto saat aku dan Syakila tanpa sengaja berciuman. Ini salah aku, seharusnya aku nggak perlu berhenti waktu aku ngeliat Syakila jalan seorang diri di trotoar." Bersimpuh di kaki Adzana, Gus Arfan rela melakukan apa saja, yang terpenting ia bisa mendapatkan maaf dari sang istri.

"Maafkan aku, Humaira. Maafkan aku." Nada penyesalan bisa didengar jelas oleh Adzana, akan tetapi karena hati Adzana sudah terkoyak, alhasil Adzana hanya mendiamkan suaminya tanpa berkata apa-apa.

"Tidur di luar, Mas."

"A--apa?"

Menatap serius ke arah suaminya, Adzana kembali berucap, "Tidur di luar malam ini."

"Apa dengan aku tidur di luar, kamu bisa memaafkan aku?" tanya Gus Arfan menggebu.

"Aku nggak tau." Walaupun Adzana sudah mendengar semua penjelasan dari Gus Arfan, entah mengapa ia masih sulit memaafkan lelaki itu. Sakit, sungguh sakit.

Dianggap Sang Pendosa (Sudah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang