43. Bertemu Kembali

38K 5.2K 1.5K
                                    

Jangan lupa tinggalkan jejak berupa vote dan komen.

Komen di setiap paragraf dong, Bestie, biar rame gitu keliatannya. Kalau enggak, aku ngambek! Canda😂✌🏻

Yang belum follow akun authornya, hayuk difollow dulu.
___________________________________

Gus Arfan merasa ada yang memeluk tubuhnya, dengan segera ia membuka mata, senyuman langsung terukir jelas di wajah tampan lelaki itu tatkala melihat Adzana tidur dengan memeluknya.

Pantas saja saat ia tidur, ia tidak kedinginan. Apakah Adzana sudah tidak marah?

Melirik ke arah jam dinding yang menunjukkan pukul dua dini hari. Perlahan, Gus Arfan menggendong tubuh istrinya ala bridal style kemudian berjalan menuju kamar.

Dibaringkannya Adzana di atas ranjang, mengecup singkat kening perempuan itu lalu berjalan ke kamar mandi untuk berwudhu karena ia ingin shalat tahajud.

Malam itu, Gus Arfan menengadahkan kedua tangannya sambil menangis di hadapan Allah. Sungguh, ia merasa sangat bersalah. Benar-benar merasa bersalah meski kejadian tersebut tak disengaja.

Menumpahkan segala keluh kesah kepada Allah, meminta ampun, dan meminta dilindungi keluarga kecilnya dari mara bahaya apa pun.

Setelah selesai melaksanakan shalat tahajud, Gus Arfan memilih berdzikir sebanyak-banyaknya sembari menunggu waktu subuh tiba.

Ketika jam sudah menunjukkan pukul empat pagi, Adzana terbangun dari tidurnya. Kedua matanya langsung membulat sempurna ketika melihat dirinya sudah berada di atas kasur, bukankah semalam ia tidur di karpet bersama suaminya?

Merotasikan pandangan ke samping, senyum Adzana terbit kala melihat sang suami masih berdzikir, pasti tadi malam lelaki itu shalat tahajud.

"Humaira, kamu sudah bangun?" tanya Gus Arfan, ia bangkit dari duduknya setelah menyelesaikan dzikir dan berjalan mendekati Adzana disertai dengan senyuman manis yang menyambut pagi.

Adzana menatap Gus Arfan tanpa ekspresi, membuat Gus Arfan khawatir jikalau Adzana masih belum memaafkannya.

"Apa kamu masih marah?"

Satu detik, dua detik, tiga detik, hanya ada keheningan yang menyelimuti. Sampai akhirnya Adzana berucap, "Kamu harus menebus semua kesalanmu kepadaku, Mas."

"Apa? Apa yang bisa aku lakukan supaya kamu nggak marah lagi, Humaira? Aku akan lakukan apa yang kamu mau tanpa terkecuali," ujar Gus Arfan, mendudukkan diri di tepi ranjang.

Adzana mengubah posisi menghadap Gus Arfan lantas segera menunjuk pipi kanan dengan tangannya.

Gus Arfan yang paham pun tanpa ragu mencium pipi kanan perempuan itu, bukan hanya pipi kanan, melainkan ia juga mencium pipi kiri, kening, dagu, dan yang terakhir mencium bibir mungil istrinya.

"Sekarang udah dimaafin, kan?" tanya Gus Arfan lagi. Sebelum Adzana berkata 'iya' dirinya tidak akan pernah berhenti mengatakan hal yang sama.

Adzana mengulum senyumnya, ia mengangguk pasti. "Aku memang sudah memaafkanmu dari semalam, Mas."

"Makasih banyak, Humaira. Kejadian ini tidak terulang lagi."

"Iya, sama-sama."

"Bentar lagi adzan subuh, siapa dulu yang mandi?" ucap Gus Arfan.

"Aku, Mas. Aku mandi duluan," balas Adzana.

"Ya udah, jangan lama-lama ya mandinya." Gus Arfan memperingatkan, karena sering kali istrinya ini mandi terlalu lama jika tidak diperingatkan.

Dianggap Sang Pendosa (Sudah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang