"Tumben pulangnya terlambat?" Mina, sang kakak yang Malik tebak tengah memasak, datang membuka pintu setelah ia memencet bel rumah mereka.
"Tadi ada ngambil barang ketinggalan," jawabnya agak cepat, membuat wanita berkuncir kuda itu menaikkan alis curiga. "Barang apa?"
"Buku. Kakak masak apa?" Malik buru-buru mengalihkan pembicaraan karena tak ingin Mina mengetahui bahwa buku yang ia maksud adalah kepunyaan kakaknya. Untungnya perempuan berusia 25 itu memilih tidak menanggapi dan menjawab tentang masakan malam ini.
"Tempe orek sama telur balado. Kalau gak mau makan nasi, di kulkas ada udon kesukaanmu, tuh. Kuahnya pakai yang instan aja, tadi Kakak taruh di lemari." Tangan kurus itu melanjutkan adukan pada penggorengan berisi telur balado.
Sebenarnya Malik memang berniat memakan udon saja, tapi begitu menghirup wangi masakan sang kakak dan melihat betapa besar porsi yang dibuat, pria itu jadi tergiur sendiri karenanya.
Cepat-cepat ia mengambil piring dan memenuhinya dengan nasi.
Mina yang melihat hal itu sedikit terkejut, meski detik berikutnya tawa renyah meluncur keluar dari bibir wanita tersebut. "Kakak belum selesai masak, Malik. Kamu mau makan pakai lauk apa kalau gitu?"
Oh ya.
Benar juga.
Kakaknya masih mengaduk masakan.
"Aku, kan, bisa nunggu," ucap Malik tak mau kalah. Ia membawa piring dengan nasi menggunung itu ke meja makan, lalu mengeluarkan ponselnya berpura-pura sibuk.
08** **** ****: Hai, Malik. Ini Clarissa.
Rasanya agak aneh kalau tiba-tiba Malik menerima pesan yang begitu yakin seperti ini. Biasanya orang-orang akan mengecek dulu apakah nomor yang dihubungi sudah benar dengan menanyakan siapa mereka. Tapi wanita bernama Clarissa ini seperti sudah sangat tahu bahwa orang yang dia hubungi adalah benar Malik.
Malik Andhra: Halo.
Malik langsung menyimpan kontaknya.
Clarissa: Traktiran makan siangnya jadi, kan? Kalau iya, saya punya jadwal kosong hari Minggu ini. Tapi hanya sampai jam 5 sore.
Yah, itupun sudah cukup, pikirnya.
Malik Andhra: Iya, jadi. Saya cari tempatnya dulu ya, nanti saya hubungi lagi.
Clarissa: Okeeee~
Pria itu mendengus pelan, tak menyangka orang yang baru pertama kali ditemuinya akan langsung membuat langkah secepat ini. Tak biasanya manusia-manusia asing akan langsung menghubunginya seperti ini.
Bukannya Malik senang juga, sih.
Nyatanya justru ia merasa agak malas memenuhi janji pada seseorang yang tak begitu dikenal. Sepertinya memang benar ia tak begitu menyukai berinteraksi dengan orang.
"Sudah, nih. Ada-ada aja kamu, Al, masa bisa lupa Kakak masih masak."
Malik mengerucutkan bibir, namun tangannya sigap menyendok telur balado yang baru matang.
KAMU SEDANG MEMBACA
centimeters (COMPLETED)
General Fiction"149 cm Malik dan 191 cm Clarissa, seperti apakah hubungan mereka dimulai?" ••• Pemilik rambut krem sepunggung itu tersenyum bodoh, sedangkan si penggemar jaket jeans hanya bisa mendengus setiap kali melangkahkan kaki. Mendambakan hidup yang menyena...