7

21 0 0
                                    

Hari ini, Clarissa sangat senang.

Senang, sangat senang.

Bagaimana tidak, meski wanita itu tak memiliki agama, tapi yang katanya "Tuhan" itu mungkin sangat mencintainya. Setelah sang pujaan hati memutuskan ingin menelepon salah satu temannya, sayang seribu sayang, ponsel pria itu kehabisan daya. Dan alhasil, Malik yang berwajah pahit saat ini tengah duduk di ujung ruangan, sangat berjauhan dengan posisi Clarissa.

Ia tak mau dipeluk.

"Udah 19, lhooo ... " goda perempuan itu disertai senyum menjengkelkan. Malik hanya menatapnya tajam, lalu mengeratkan pelukan tangan pada kedua lututnya yang ditekuk sejajar dada.

"Kamu tahu, gak? Pelukan saya bisa redain amarah."

Justru saya marah gara-gara kamu!

Yang hanya Malik simpan di pikirannya.

Sejujurnya, pria itu sudah tidak sesebal tadi. Entah karena waktu yang perlahan mengikis, atau bau ruangan Clarissa yang sangat enak ini. Seperti permen karet dan permen kapas dijadikan satu. Padahal, Malik berpikir perempuan itu memiliki wangi khas wanita-wanita berkelas, kau tahu, wangi modern.

Tapi yang ini juga tak buruk.

Rasanya ia mengantuk.

Tanpa sadar, Malik sudah melonggarkan kaitan tangannya dan membiarkan kedua kaki tidak panjang itu terjun bebas ke lantai. Matanya semakin berat, dan ia sudah tak bisa menahan kuapannya.

Perlahan, pria itu hilang kesadaran.

Hingga ia tak mampu mendengar kalimat yang diucapkan Clarissa.

"Ah ... " lirih perempuan itu, senyumnya mengembang. "Sudah dua puluh persen, nih."

•••

"Mau gue foto terus laporin ke Om Dary?"

Clarissa merasa sangat terganggu ketika sebuah suara menginterupsinya dari pintu. Tidak saat ia tengah dalam usaha memeluk pria kecil yang telah tertidur.

"Intruder," sinisnya.

Slavia menyipitkan mata. "With or without? Consent?"

"Siapa yang peduli? Dia gak punya apapun."

"Dia masih punya Tuhan yang siap ngejaga dia dari calon pelaku pelecehan seksual kayak lo."

Clarissa memasang wajah remeh. "Dan itu lo? Lo mau bilang kalau lo yang jadi utusan Tuhannya? Untuk mencegah gue melakukan hal yang "enggak-enggak" ke dia? Even when you're a gay?"

Slavia mengeratkan rahang. Ah, Clarissa memang tahu segala rahasianya.

Tapi bukan berarti tindakan perempuan itu benar.

"Lo tetep berniat ngelakuin itu tanpa izin. Itu salah."

"Dan lo bicara Tuhan saat lo ngelakuin salah satu dosa besar yang paling dibenci-Nya. Agama Malik dan Tuhannya, ketawa dari atas ngeliat lo sok-sok berperan jadi utusan."

"It's not my fault that i like men."

"I know. Gue bercanda, tadi cuma mau mindahin badannya ke kasur, biar gak sakit pas bangun. Tapi kayaknya lo ngeliat gue jadi kayak mau meluk? Tenang, gue bukan binatang yang penuh nafsu, kok."

centimeters (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang