"Maaf semalam meninggalkanmu."
Ujaran tersebut mengundang keheranan di benak pemuda Huang. Dia mendekati Donghyuck, menyentuh keningnya dengan telapak tangan. "Kau tidak demam. Apa terjadi sesuatu semalam?" Tanyanya, sebab permintaan maaf adalah hal yang sangat jarang Donghyuck lakukan. Sekalipun pria itu terbukti bersalah.
"Tidak ada," balasnya acuh. "Aku hanya tidak nyaman karena sudah meninggalkanmu."
Renjun mengangkat kedua bahu cuek. Sebenarnya, pria itu mengucap maaf atau tidak pun tetap tidak bisa mengubah rasa kesalnya. "Jangan khawatir. Bukankah itu sudah biasa? Aku baik-baik saja."
Mendengarnya, Donghyuck manggut-manggut. Sedikit merasa lega, Renjun-nya tidak marah. Dan walaupun dia sadar akan hal biasa yang dimaksud pemuda itu, Donghyuck tetap tidak peka dalam mengolah intonasi bicara Renjun. Bahwa, pemuda itu sedang menyindirnya.
"Lalu, bagaimana hubunganmu dengan gadis itu?" Tanya Renjun, pura-pura tertarik padahal dalam hati mengumpat tajam. Dia hanya ingin tahu saja, apakah firasatnya benar?
Dan seperti langsung terjawab pertanyaannya, Renjun mendapati senyum lebar pemuda Lee. Sial, tampan sekali! "Semalam kami hanya berkenalan. Aku membawanya ke Sungai Han, makan di kedai yang biasa kita datangi. Nancy bilang, makanan di sana enak! Dia juga mengatakan agar aku mengajaknya lagi di lain waktu."
Kepura-puraan Renjun segera meredup. Donghyuck membawa gadis yang dia sukai ke tempat makan yang biasa mereka datangi. Hal kecil, namun terasa menyakitkan baginya. Selama ini mereka tidak pernah berbagi tempat favorit kepada orang asing, tetapi Donghyuck melakukannya dengan Nancy, gadis yang bahkan baru diajaknya berkenalan semalam. Bahkan, Jeno yang Renjun anggap teman dekat tidak pernah dia ajak ke tempat-tempat favorit mereka.
"Oke, semoga beruntung." Begitulah respons pemuda Huang tanpa minat. Setelah mengatakannya, dia berlalu ke kamar dengan tatapan sedih. Sayangnya, Donghyuck tidak menyadari dan membalas tanggapan itu dengan riang. Benar-benar sial.
***
Paginya, Renjun membuatkan kopi dan roti panggang seperti biasa. Namun, yang tidak biasa adalah bagaimana tatapan pemuda itu terhadap dirinya, seperti ... sedih dan tidak berselera? Atau Donghyuck hanya salah tangkap? Ya, barangkali Renjun memiliki tugas kuliah yang sedang dia pikirkan.
Akhirnya, Donghyuck memutuskan untuk tidak terlalu peduli. Dia duduk di kursi bar, menunggu Renjun melakukan hal yang sama. "Wajahmu kusut sekali," cetusnya, lalu sedetik kemudian pemuda Huang menatapnya dengan delikan mata sedikit tajam. "Semalam tidur jam berapa?"
"Tiga."
"Kau begadang?" Tanya Donghyuck lagi.
"Ya," jawab Renjun cuek. Dia duduk di samping pemuda Lee, memakan roti dengan tenang. Dia tahu Donghyuck sedang menatapnya, dan itu cukup risi karena pria itulah yang membuat dirinya terjaga hingga dini hari.
"Katakan jika ada hal yang mengganggumu."
Renjun menoleh. Kau. Balasnya dalam hati. "Tagihan kartu kreditku."
"Apa?"
"Tagihan kartu kreditku, Donghyuck. Kau harus membayarnya."
Pria itu mendengkus kesal. Sesaat menyesap kopinya sebelum menjawab, "Kau benar-benar tidak punya hati dan pikiran, ya. Bahkan minggu lalu aku memberikan kartuku. Pakai itu untuk membayar tagihanmu!"
Tetapi, Renjun menggeleng. Dengan santai dia membalas kembali. "No, Donghyuck. I can't. Black card yang kau berikan untuk tabunganku di masa depan."
Hampir Donghyuck terbatuk ketika mendengarnya. Muncul kerutan dalam di kening lebarnya. "Kau ... berniat meninggalkanku, ya?"
"Apa maksudmu?" Tanya balik Renjun. Pura-pura tidak paham arah pembicaraan pria itu.
"Untuk apa kau memikirkan tabungan masa depan jika kau tidak berniat meninggalkanku, huh?"
Tak! Renjun memukul kepalanya. Tidak sakit, tetapi Donghyuck kaget. "Tentu saja kupikirkan! Bagaimana jika suatu saat kau dan ayahmu terlibat kecelakaan, lalu meninggal? Dari mana aku bisa hidup selain mendapatkan uang dari kalian berdua?"
"Bangsat!" Umpatnya langsung. Renjun keterlaluan! "Kau mendoakanku mati, lalu harta ayahku akan jatuh ke tanganmu, begitu?"
Kali ini, Renjun menarik hidung bangir Donghyuck. Gemas dia membalas, "Kau terlalu banyak menonton drama!" Serunya. Padahal, dia hanya bercanda. "Intinya, aku hanya menyiapkan apa yang seharusnya kusiapkan. Tidak mungkin juga, 'kan, aku hidup denganmu selamanya?"
Bibir Donghyuck melengkung sedih. "Jadi, kau memang berniat meninggalkanku, ya?"
Untuk kali terakhir, Renjun tidak bisa menjawab pertanyaan tersebut. Meskipun tidak ingin, nyatanya dia tidak tahu apa yang akan terjadi di masa depan. Entah itu dia yang meninggalkan, atau justru Donghyuck yang meninggalkan.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Beautiful Sin - Hyuckren
Fanfic[COMPLETED] [FOLLOW DULU SEBELUM BACA] Mereka saling membenci, namun juga saling menginginkan. HYUCKREN - A little bit angst - Drama - Fwb