Met Him

4.4K 487 37
                                    

Dimohon vote dan komennya ygy, supaya aku semangat update :)





Renjun sering kali membayangkan tentang bagaimana jika dia tidak pernah hidup bersama Lee Donghyuck? Apakah dirinya dapat hidup lebih baik atau justru lebih buruk? Renjun rasa, kenal dan hidup dengan Donghyuck adalah takdir bagus. Sebab, dia merasa buruk ketika di dunia tidak memiliki orang yang setidaknya ada untuk tempat dia berpulang. Sejak kecil, orang tuanya tidak dapat dia andalkan. Selalu pertengkaran yang dia dapatkan.

Hidup dalam bayang-bayang kesepian tidak lagi dia rasakan semenjak Donghyuck menyeretnya, memaksa dia masuk untuk tinggal dan menetap bersama dalam tempat yang kini dia sebut rumah. Namun, ketika Renjun merasa ada yang aneh dalam dirinya sewaktu melihat Donghyuck dengan debaran jantung yang menggila, dari situlah dia meyakini memiliki perasaan suka pada pria itu. Entah tepatnya kapan, Renjun tidak bisa memastikan. Yang jelas, dia sudah mengalami perasaan sepihak ini satu tahun belakangan. Dan, karena perasaan sepihak ini dia terus memendam sakit hati setiap Donghyuck dengan semangat bercerita ini-itu tentang gadis yang tengah disukainya.

Puncak kepala Renjun ditepuk pelan oleh Jeno. Pemuda Huang menoleh perhatian. "Jangan sampai mabuk. Aku tidak mau berkelahi dengan pria itu," peringatnya, menyebut Donghyuck dalam pembicaraan mereka. Jeno bukan takut berkelahi, toh Donghyuck masih kalah dibandingkan dirinya. Namun, dia mengkhawatirkan Renjun. Temannya itu sangat bodoh, dan akan semakin bodoh jika hilang kesadaran.

"Kau tenang saja," balas Renjun kesal. Malam ini dia tidak berniat untuk mabuk, kok. Ingin main-main saja.

Jeno manggut-manggut. "Kalau begitu, aku ke toilet dulu.

Renjun tidak menyahutinya. Sepeninggal Jeno, dia tersenyum begitu seorang bartender tampan dengan gaya rambut mullet dikuncir menghampirinya. "Kupikir aku sedang melihat sesuatu yang indah melebihi bunga sakura."

Pemuda Huang tersenyum geli. "Apa itu?"

"Parasmu," jawabnya sembari mengedipkan sebelah mata. "Kau laki-laki, tetapi di mataku kau manis sekali. Aku memujimu dengan serius, omong-omong."

Sepintas, Renjun tertawa. Bisa dibilang, dia sudah biasa mendapat pujian seperti itu dari sesama lelaki. "Terima kasih."

Pria itu menggedikkan bahu. Wajah tampannya terus menatap Renjun. "Aku akan membuatkan minuman untukmu. Kau suka rasa yang bagaimana?"

"Aku suka apapun jika itu dibuat oleh tanganmu," balasan isengnya membuat pria tampan itu terkekeh, merasa gemas akan pemuda di hadapannya. Kemudian fokus Renjun tertuju pada bagaimana bartender itu meracik minuman. Dia sangat terampil. Jemarinya yang lentik itu sangat indah. Renjun terpesona sampai tidak berkedip.

"Untukmu," minuman cocktail dengan campuran vodka dan soda diserahkan. Warnanya kecokelatan. "Namaku Na Jaemin, pria lajang dua puluh lima tahun."

Renjun memandang dengan alis terangkat satu pada sebelah tangan yang terulur kepadanya, meminta berkenalan. Lalu, dia menyalaminya. "Aku Huang Renjun. Hati-hati ketika kau mengucapkan namaku. Tidak boleh salah."

"Kenapa kalau salah?"

"Aku akan marah," timpalnya. Oh, sial. Sepertinya mengobrol dengan Jaemin menyenangkan. Juga, pria itu sangat tampan. Renjun suka paras yang rupawan. "Jaemin, kurasa mulai sekarang kau akan sering melihatku di sini. Berikan aku pelayanan yang terbaik, okay?"

"Aku senang melayanimu." Mereka berbalas senyum sebelum ponsel mili Renjun yang tergeletak di meja bergetar-getar. "Sebentar, aku angkat telepon dulu," ujarnya, merasa tidak nyaman. Nama Donghyuck tertera di sana.

"Kau di mana?" Suara itu langsung membuat Renjun mendengus kesal.

"Di bar, bersama Jeno," jawabnya.

"Jangan pulang terlalu malam. Kau memiliki jadwal kuliah besok pagi."

"Aku tahu."

"Aku mungkin tidak pulang malam ini. Aku sedang bersama Nancy. Aku ingin menginap di apartemennya."

Renjun diam sejenak. Dadanya tiba-tiba sesak dengan kejujuran Donghyuck yang seolah pria itu memberitahukan bahwa dirinya akan bersenang-senang malam ini dengan gadis itu. Renjun tahu apa maksudnya.

"Ren, kau masih di sana?"

"Ya," pemuda Huang melirik Jaemin yang tengah memperhatikannya. Maka, Renjun berusaha terlihat tidak ada masalah. "Kalau begitu, selamat bersenang-senang."

"Oke."

Lalu, sambungan telepon terputus. Dan sepertinya Renjun akan mengingkari ucapannya pada Jeno. Malam ini, dia ingin mabuk sampai hilang kendali. Sampai di mana rasa sakit hatinya mati. Menyedihkan sekali.





Beautiful Sin - HyuckrenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang