*faire une promesse*

640 89 49
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


.
.
.
.
.



"Lucu kan Jen? Gendong ya, kamu harus kasih asupan nutrisi ke mereka" Bulu kuduk Jenica merinding mendengar ucapan sang tante, matanya membulat seakan tak setuju.



Di hari ketiga, Jenica baru bisa ngelihat makhluk-makhluk mungil yang bahkan dia sendiri terlalu takut untuk megang, apalagi nyusuin. "No no no tante, hikss aku gaberani pegang. Kalau jatuh terus mati nanti aku masuk neraka"



Mark menghela nafas maklum, Jenica dan pikiran uniknya yang udah ia hapal diluar kepala. Sambil menutup wajahnya dengan telapak tangan, Jenica iseng-iseng mengintip ekspresi wajah suaminya dan kali ini kata-kata sahabat seperguruan nya tempo hari tergiang-giang di pikiran nya.



"Kalau omongan Karin bener gimana, Mark beneran niat nyari istri baru gara-gara gua ngak bisa jaga bayi terus....gua jatuh miskin dong?" Gumaman nya diakhiri dengan sebuah geplakan sayang dari Wendy, wanita itu mengubah raut wajahnya dan berhasil membuat Jenica menggangukan kepalanya kaku.



"I-iya sini aku gendong" kedua tangan nya yang terulur malah diterima oleh Mark, telapak tangan besar itu membagikan kehangatan disela jari-jarinya. Pria itu balas bertanya pada sang tante, "Tangan dia dingin terus gemetaran begini ngak papa tante?"



Jenica terus merapalkan doa dalam hati, jaga-jaga agar Tante Wendy tersayangnya tidak murka akibat ketidakbecusan nya sebagai seorang ibu.



Sang tante yang tengah mengendong salah satu bayi kembari itu menoleh sejenak kearah keduanya sambil membalas santai, "Dia cuman tegang, takut karena ngak pernah pegang bayi. Mau ngak mau, Jenica tetep harus ngurus anaknya kan? Dia harus belajar dari hal yang paling kecil, nih gendong satu aja dulu"



Tangan Jenica spontan terulur menerima bayi dari gendongan Wendy, ia menatap wajah polos bayi merah yang masih tertidur lelap dengan sang suami berkali-kali secara bergantian.



Merasa tak puas, Jenica mulai berjalan kearah box bayi lain nya dan mengamati wajah anak-anaknya satu persatu sebelum kembali mendudukan dirinya disebelah Mark dengan pandangan yang tidak bisa diartikan, "Kok semuanya mirip sama kamu? Padahal kan aku yang hamil"



Wendy tertawa kecil mendengar protesan Jenica, sementara Mark malah mengelus pucuk kepala bayi yang ada di gendongan Jenica sambil tersenyum. "Artinya mereka anak aku, kamu ngak bisa bohong pernah main sama orang lain selain aku



"Eum tapi mereka kan juga anak aku, bayangin aja selama sembilan bulan bawa buntelan segede gaban" Tatapan tajam Mark menghentikan cuap-cuapnya, pria itu mengambil alih bayi yang ada di gendongan Jenica sambil berujar, "Kalau kamu bisa bedain mereka berempat dalam waktu satu jam, aku bakal kasih kamu black card"



Kurva bulan itu terbit dengan indahnya, senyuman manisnya terbit berbarengan dengan kalimat terakhir Mark. "Serius? Black card yaa?" Sebuah anggukan didapatnya dari sang suami begitu ia bertanya memastikan.



𝑬𝒙𝒊𝒔𝒕𝒆𝒏𝒄𝒆 𝑿 𝑬𝒙𝒄𝒉𝒂𝒏𝒈𝒆Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang