.
.
.
.
."Enak maboknya?" Jidat yang menyembul dari balik selimut terlihat menggeleng samar. Segelas air putih dengan tiga strip obat diletakkan Mark diatas nakas, pria itu tersenyum mengejek begitu telapak tangan nya menempel di kening sang istri.
"Lain kali mabok lagi ya, abisin sekalian lima botol. Enak kan, tinggal say goodbye aja sambil tersenyum, kembali ke rumah Bapa" yang lebih muda mencebik sebal mendengar ucapan sarkas yang ditujukan padanya.
Bibir tipis itu meringis pelan sambil memeluk perutnya yang terasa melilit. Kepalanya sudah cukup pening akibat hangover, malah merasa semakin berat karena keram perut yang terasa melilit. Efek hangover kali ini yang paling parah, salahkan Jenica yang terlalu emosional sampai menghabiskan dua botol minuman keras itu sendirian tanpa sempat mengisi perut.
Melihat wajah tanpa ekspresi Mark di pagi hari malah membuat hari Jenica bertambah suram, pria itu tetap membatu di tempat tanpa ada niatan membantunya. "Kamu punya dendam pribadi sama aku ya? Perut aku sakit banget, minta obat" keluhnya tanpa berani bersitubruk dengan netra yang lebih tua.
"Kamu punya tangan kan? Bisa ambil sendiri? Kemaren bisa ambil sampagne dari kulkas, sekarang tangan kamu gerak ambil gelas sama obat aja gak bisa?" Dahi Jenica mengeryit bingung, intonasi tak bersahabat yang dikeluarkan Mark membuatnya teringat dengan masa lalu saat status mereka hanyalah guru dan murid.
Manik sabit itu mengerling malas, dengan ogah ogahan ia meraih tiga butir obat dan meminumnya bersamaan. Jenica menghela nafasnya panjang sambil menatap Mark yang sibuk dengan benda pipih di tangan nya.
Jenica ngak bisa diginiin, ngak tau semalem dia udah berbuat apa sampai Mark balik jadi dingin lagi kayak dulu. Jelas suasana begini selalu bikin Jenica bertanya-tanya, sejak kapan ya Jenica suka suasana hening kayak di perkuburan coba?
Tapi kalau sama Mark lain ceritanya, begitu pria yang lima tahun lebih tua darinya itu mendadak beraura gelap, Jenica juga ngak berani untuk buka suara. Jemari lentik itu semakin mengerat pada cangkir di genggaman nya, "Aduh Jenica, semalem lu berubah jadi reog apa yaa makanya Mark tiba-tiba ilfeel sama lu? Kalau mabok sadar dong uweee"
"Anak-anak aku pada kamu apain, bisa bentol bentol semua kayak gitu. Kamu bawa kehutan atau gimana sih? Ngurus anak aja ngak bisa, aku tarik uang bulanan kamu ya" Si April mendongakkan kepalanya kaget, bertanya tanya apa yang terjadi hanya dalam waktu semalaman.
Pikiran nya terbang ke awang-awang, mengingat semalam ia lupa memasang kelambu bayi yang biasa menjadi rutinitas nya setiap malam. Sialan, karena mati lampu kemarin dia harus ngedenger rentetan kata-kata nyelekit dari suaminya. "I-ituloh kemaren mati lampu lama banget, kayaknya anu—aduh nyamuknya pada pesta. Terus a-aku lupa pasang kelambu, soalnya—"
KAMU SEDANG MEMBACA
𝑬𝒙𝒊𝒔𝒕𝒆𝒏𝒄𝒆 𝑿 𝑬𝒙𝒄𝒉𝒂𝒏𝒈𝒆
Fanfikce𝐒𝐞𝐜𝐨𝐧𝐝 𝐁𝐨𝐨𝐤 𝐟𝐫𝐨𝐦 𝐀𝐬𝐡𝐭𝐨𝐧𝐢𝐬𝐡 𝐋𝐢𝐟𝐞𝐞* Keinginan Jenica untuk membuktikan kehadiran nya sebagai seorang istri, serta Mark yang berusaha keras membuktikan perasaan cintanya pada Jenica. Dengan perubahan sifat Mark yang mendomin...