*choisir d'y aller*

347 56 56
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


.
.
.
.
.



"Aku pasti bisa. Aku pasti bisa, tapi aku juga bisa mati" Jantung Jenica berdegup begitu kencang seperti akan menaiki wahana rollercoaster. Dengan kedua mata yang terpejam, si April mengatur nafasnya.



Bahunya diremat dari belakang—ah tangan itu. Terasa hangat dan menyenangkan nya, sesekali tangan yang dipenuhi urat itu menepuk dan mengelus punggung dan surainya.



"Let's go kak? I know tommorow belom tentu akan jadi lebih baik. Tapi untuk ngak jadi lebih buruk, kamu harus ngejalanin nya. Set in you mind, kamu kesini untuk ketemu kembar, bukan Mark. You will be okay, aku ada sama kamu kak, sekali kali pun tidak akan beranjak dari sisi lo"



Jemarinya digenggam oleh yang lebih muda, memasuki mansion keluarga Geovanni—rumah yang pernah menjadi tempat singgahnya. Langkahnya terasa berat, perasaan nya sungguh campur aduk.



Merasa bersalah harus meninggalkan anak anaknya dalam asuhan Mark seorang diri. Karena ia yakin dirinya tidak akan kuat untuk sekedar ngerawat anak barengan sama Mark lagi kayak dulu. Dan mustahil rasanya mendapat hak asuh salah satu dari anaknya setelah kecelakaan Loona.



Sekalipun dengan uang Sebastian, keluarga Geovanni jauh lebih berkuasa dibandingkan keluarganya. Memisahkan salah satu dari kembar rasanya pun terlalu jahat, lebih baik keempat nya terus bersama, yaa—meski tanpa dirinya.



"Aku harus kuat. Jenica ingat, kamu hanya akan berusaha demi sendiri, karena hanya kamu yang tau seberapa keras usahamu sendiri" Jenica meremas jaketnya kuat sebelum memasuki ruang tamu, disambut oleh Jaeson dan Taerine yang tengah duduk di sofa.



Taerine langsung berdiri menghampirinya dan Jisung, wanita paruh baya itu menyampirkan tangan nya di bahu Jenica dan mengulas senyum. "Mom seneng liat kamu kembali, ayo masuk. Kembar juga pasti seneng liat kamu, mereka nyariin mamanya setiap hari sampe nangis"



Jenica mau tak mau menyampirkan senyum canggung, tak enak hati masih mampir di rumah besar sang mertua. Tapi ini semua dilakukan nya untuk anak anaknya, memberikan perpisahan secara baik baik kepada mereka dan juga pada Taerine dan Jaeson. Karena meski tanpa adanya kata "goodbye" untuk Mark, hubungan keduanya sudah terlanjur retak dimana mana dan tidak ada cara untuk menyatukan kembali.



Taerine menuntun nya untuk naik ke lantai dua, sementara Jisung milih untuk ngak ikut campur. Dia duduk di sofa dan ngobrol sama Jaeson disana. "Mom, Jenica minta maaf. Semua yang udah aku lakuin salah, aku udah bikin masalah besar di keluarga ini dan Mark kecewa berat. Aku mau pamit baik-baik, aku mau nyelesain ini secara kekeluargaan. Aku tau apa yang aku lakuin terlalu sulit untuk bisa dimaafkan, tapi aku tetap harus bilang maaf"



Tangan Jenica digenggam erat, tanpa diduga-duga, mertuanya itu menampilkan raut wajah tenang sama seperti biasanya. Berbeda dari kedua orang tuanya yang masih membalikan punggung seakan akan eksistensi nya tidak pernah ada.



𝑬𝒙𝒊𝒔𝒕𝒆𝒏𝒄𝒆 𝑿 𝑬𝒙𝒄𝒉𝒂𝒏𝒈𝒆Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang