"Kamu tidak merindukanku? Tidak bisakah kau melupakan sejenak status barumu?"Joanna mendecih pelan. Lalu berkacak pinggang di depan Jeffrey yang kini sudah berjalan mendekat.
"Melupakan sejenak katamu? Kau pikir pernikahan ini main-main bagimu? Jeffrey, kubur pikiranmu jika kau berharap aku bisa memaafkanmu! Pembohong! Pem---"
"AKU DIPENJARA! KAU PIKIR AKU HIDUP ENAK SELAMA INI DI AMERIKA!? TIDAK! AKU JUGA MENDERITA! AKU DITUDUH MEMPERKOSA WANITA YANG KUTOLAK KARENA KITA TELAH BERPACARAN! AKU DISIKSA SETIAP MALAM KARENA KASTA PEMERKOSA ADALAH KASTA PALING RENDAH DI MATA MEREKA! HINGGA AKHIRNYA MAMA DAN PAMAN BISA MEMBUKTIKAN JIKA AKU TIDAK BERSALAH TIGA TAHUN KEMUDIAN! JOANNA, AKU TIDAK DENGAN SENGAJA MENGHILANG. MAMA JUGA KALUT DAN TIDAK MENYANGKA JIKA HAL INI AKAN TERJADI PADA KITA!"
Joanna tiba-tiba menangis sekarang. Dia tercengang dengan apa yang baru saja Jeffrey katakan. Karena dia sudah melihat bekas luka goresan di pelipis dan pipi kanan si mantan pacar. Tubuh pria itu juga terlihat lebih gempal dari sebelumnya. Karena di sel tahanan---dia juga dipaksa untuk mengerjakan berbagai pekerjaan berat bak kuli bangunan.
"Aku merindukanmu. Sangat! Rasanya ingin mati ketika tahu kamu telah menikahi pria lain di luar sana!"
Jeffrey sudah memeluk Joanna sekarang. Mendekapnya lebih erat dari sebelumnya. Karena dia tidak mendapat penolakan oleh si wanita.
Sebaliknya. Joanna justru mulai membalas pelukannya. Ikut menangis dan membasahi pundaknya. Karena lega sekaligus iba setelah mendengar cerita Jeffrey sebelumnya.
Setengah jam berlalu. Saat ini Jeffrey dan Joanna sedang duduk berhadapan di atas sofa ruangan itu. Sembari saling melontarkan pertanyaan terkait apa yang terjadi di hidup mereka selama tidak bertemu.
"Aku sudah berbicara pada Tante Liana dan Janu, kamu boleh berpisah dengan Tama jika---"
"Tidak. Aku tidak akan bercerai dengan Janu. Aku akan membuat mereka menderita karena merasa bersalah padaku---"
"JOANNA! JANGAN KERAS KEPALA! AKU AKAN MENGURUSNYA! AKU AKAN---"
"AKAN APA? MEMBERIKAN BANYAK UANG PADA TAMA? ATAU BAHKAN MEMBIAYAI OPERASINYA AGAR BISA KEMBALI BERJALAN NORMAL!? TIDAK, TERIMA KASIH! AKU SUDAH MEMUTUSKAN AKAN HIDUP MENYEDIHKAN BERSAMA DIA SELAMANYA. AGAR KELUARGAKU MENYESALI KEPUTUSANNYA!"
Jeffrey berdiri dari duduknya. Berniat membujuk Joanna. Agar wanita itu tidak lagi meneruskan dendamnya. Kerena bagaimanapun juga, Jeffrey tidak rela jika wanita itu berakhir menikah bersama laki-laki selain dirinya.
"Lalu bagaimana denganku? Kamu mau meninggalkanku? Begitu?"
"Lalu, kamu mau menikah denganku? Janda yang---"
"Tentu saja mau! Bahkan jika kau sudah memiliki anak sekalipun, aku akan tetap menikahimu!"
Joanna langsung memalingkan wajah sekarang. Menghalau air mata yang akan kembali tumpah. Sebab dia benar-benar tidak tega ketika melihat wajah menyedihkan Jeffrey sekarang.
"Tapi aku tidak akan pernah melakukan itu. Maaf, Jeffrey. Tapi aku tidak bisa berpisah dengan Tama. Aku sudah berjanji pada Tuhan untuk menemaninya sampai maut memisahkan."
Setelah berkata seperti itu, Joanna langsung pergi. Meninggalkan Jeffrey yang kini masih berdiri. Dengan kedua tangan yang sudah mengepal erat saat ini.
5. 30 PM
Sepulang kerja, Joanna mampir ke warung dekat rumah. Berniat belanja seperti apa yang tadi pagi dijanjikan pada Tama. Membuat para tetangga yang melihat mulai menggoda.
"Tumben dia belanja. Biasanya si suami yang beli sayuran di depan."
"Tobat kali! Wajar saja, dulu---dia dekat dengan anak Jessica dan tiba-tiba menikah dengan Tama. Shock mungkin saja. Tapi sampai kebablasan. Padahal, keluarganya juga orang biasa. Tidak mungkin Liana tidak mengajari memasak."
"Benar. Mentang-mentang jadi kembang desa, dia jadi sok kecantikan. Suaminya juga mencuci pakaiannya loh! Pincang begitu padahal. Pasti dipaksa istrinya. Benar-benar tidak tahu belas kasihan!"
"Kok keterlaluan, ya? Mungkin dia keseringan dimanja. Apalagi dia anak terakhir. Tidak heran kalau jadi semalas ini."
Joanna tidak menanggapi ucapan mereka. Karena ucapan buruk tentang dirinya tidak hanya sekali dua kali saja terdengar. Namun hampir setiap hari. Entah di tempat kerja, di jalan, atau bahkan di warung seperti ini.
"Terima kasih."
Ucap Joanna sebelum pergi. Sembari membawa belanjaan banyak sekali. Sebab dia sengaja membeli bahan masakan untuk tiga hari. Agar dia tidak sering-sering mendengar gosipan seperti tadi.
Ceklek...
Joanna langsung memasuki rumah. Lalu menghidupkan seluruh lampu rumah. Kemudian menyimpan belanjaan di dalam kulkas. Sebelum akhirnya Rosa datang bersama Janu dan Liana.
"JOANNA!"
Pekik Rosa ketika melihat Joanna. Menatapnya yang kini sedang hidup menyedihkan karena harus menikah dengan Tama. Mengubur cita-cita dan hidup sengsara bersama pria yang tidak dia cinta.
"BERHENTI DI SANA! KUBILANG JANGAN PERNAH TEMUI AKU LAGI! AKU BUKAN KELUARGA KALIAN LAGI! PERGI! KUBILANG PERGI!!!"
Pekik Joanna sembari menujuk pintu keluar. Membuat Rosa yang berniat memeluknya langsung menegang di tempat. Tentu saja sembari menangis kencang. Sebab Joanna enggan dipeluk olehnya yang selama ini tidak pernah pulang sejak awal masuk kuliah.
"KUBILANG PERGI! KALIAN TULI?"
Titah Joanna menggebu. Karena kehadiran Rosa justru membuatnya semakin emosi saat itu.
Tidak lama kemdian Tama datang. Dia menengahi mereka dan berhasil membuat Liana dan kedua anaknya pulang. Hingga Joanna bergegas keluar rumah karena ingin menenangkan diri di luar.
Namun, keputusan itu sepertinya salah. Karena Joanna berakhir kembali bertemu Rosa di jalan. Langsung memeluknya di sana. Mendekapnya erat sembari menangis seperti sebelumnya dan meminta maaf karena telah membiarkan dia hidup menderita sendirian.
"Maafkan Kakak. Kakak memang bukan Kakak yang baik. Seharusnya Kakak mencegah mereka untuk melakukan ini."
Tanpa bicara apa-apa, Joanna langsung melepas paksa pelukan Rosa. Lalu berjalan cepat kembali ke rumah. Berniat mengurung diri di kamar agar Rosa tidak bisa kembali mengikuti dirinya.
"KAKAK AKAN BANTU KAMAU LEPAS DARI KEADAAN INI! BESOK AKAN KAKAK URUS PERCERAIANMU DENGAN TAMA! SETELAH ITU IKUT KAKAK KE SINGAPURA! KAKAK KULIAHKAN DAN---"
Joanna langsung membalikkan badan. Mengepalkan tangan dan langsung membalas teriakan Rosa.
"BERHENTI BICARA! KARENA AKU TIDAK AKAN PERNAH BERCERAI DENGAN TAMA! AKU JUGA TIDAK AKAN KULIAH! ITU YANG KALIAN SEMUA INGINKAN, KAN? AGAR KALIAN SEMUA SELAMAT DARI KARMA! SILAHKAN! SILAHKAN HIDUP BAHAGIA! TAPI JANGAN PERNAH USIK HIDUPKU DENGAN TAMA!"
Rosa semakin menangis tersedu sekarang. Membuat orang-orang di jalan mulai iba dan mendekati dirinya. Menghiburnya yang sedang dibuat sedih oleh adik kandungnya.
"Joanna memang sepertu itu. Biarkan saja! Anak durhaka seperti dia tidak akan pernah hidup enak! Liana pasti bahagia karena memiliki anak perempuan lain yang bisa dibanggakan. Tidak seperti adikmu yang jahat pada suami dan keluarga!"
Rosa masih belum selesai menangis sekarang. Membuat orang-orang semakin berdatangan. Karena penasaran akan apa yang sedang terjadi sekarang.
Ketika tiba di rumah, Joanna dibuat terkejut karena Jeffrey sudah berada di sana. Duduk di kursi bambu depan rumahnya. Dengan pintu yang masih tertutup rapat. Membuat para tetangga mulai berkumpul dan menatap Jeffrey dari kejauhan.
Kira-kira Jeffrey mau ngapain lagi, nih?
Tbc...