14/14

3.1K 192 174
                                    

Mulai sepi lagi, nih :)

Satu tahun kemudian.

Tama masih selamat dan dia tidak lagi bisa bekerja di kantor pajak. Selain karena sudah tidak kuat menaiki motor dengan satu kaki seperti biasa, dia juga mengalami kelumpuhan atas insiden sebelumnya. Membuat hidup Joanna semakin menderita karena dia tidak hanya harus menikah dengan pria yang tidak dicinta, namun harus merawatnya yang sedang tidak berdaya juga.

"Aku berangkat kerja. Kalau ada apa-apa telepon saja. Makan siang, air dan obat sudah kusiapkan di meja."

Tama mengangguk singkat, saat ini dia sedang berbaring di atas ranjang. Dengan televisi yang sudah Joanna pindah di depan ranjang. Agar suaminya tidak kesepian jika ditinggal kerja.

"Terima kasih, ya? Maaf merepotkan."

Joanna mengangguk singkat. Kemudian mengusap pundak Tama pelan. Sebelum akhirnya keluar dari kamar dan berangkat kerja. Tanpa mengunci pintu kamar dan rumah. Sebab tidak ingin suaminya kenapa-kenapa dan tidak ada yang menolongnya.

1. 20 PM

Joanna merasakan sakit kepala tiba-tiba. Untung saja jam makan siang telah tiba. Membuatnya bisa beristirahat sebentar sembari memakan obat panambah darah yang dibeli pada apotek terdekat sebelumnya.

"Kamu sakit?"

Tanya Jeffrey yang tiba-tiba saja datang. Membuat Joanna menggeleng pelan sembari menelan obat yang baru saja didorong dengan air mineral.

"Lalu, itu obat apa? Coba lihat?"

Jeffrey merebut bungkus obat Joanna. Membacanya sekilas sebelum akhirnya menatap Joanna cukup lama. Ingin mengusap pundaknya dari belakang, namun segera diurungkan karena tidak ingin wanita itu menghindar.

"Kamu punya darah rendah? Sejak kapan?"

"Baru-baru ini. Tidak parah, hanya pusing biasa gejalanya."

Jeffrey mengangguk pelan, lalu mengeluarkan sesuatu dari saku jas. Susu beruang yang memang selalu dibawa jika menemui Joanna di atap ketika jam makan siang. Sebab dia tahu makan siang roti dan air mineral saja tidak cukup bagi Joanna.

"Ini, minum!"

"Thanks."

Ucap Joanna sembari menghabiskan susu beruang dalam kaleng yang baru saja Jeffrey buka. Karena dia dan Jeffrey memang sudah berdamai dengan keadaan dan telah memutuskan untuk berteman saja.

"Bagaimana keadaan Tama? Kapan dia kontrol ke kota?"

"Besok lusa."

"Aku antar, ya? Sekalian surat izinnya kubuatkan."

Joanna mengangguk singkat. Karena mau meminta bantuan orang lain juga siapa? Sebab dia memang tidak memiliki hubungan baik dengan para tetangga. Sedangkan dia butuh kendaraan pribadi untuk membawa Tama ke rumah sakit yang ada di kota.

Jeffrey tersenyum kecut sekarang. Dia cemburu dan iri tentu saja. Karena Tama bisa mendapat banyak perhatian dari Joanna. Wanita yang dicinta sejak lama.

Hingga membuatnya berharap jika Tama mati saja karena hidupnya hanya merepotkan Joanna. Ya, ini memang jahat. Namun Jeffrey benar-benar sudah muak padanya yang selama satu tahun ini terus merepotkan Joanna.

"Aku bisa carikan suster untuk merawat Tama. Kalau biaya yang kamu takutkan, tenang saja. Anggap saja ini kompensasi dari pabrik tempatmu bekerja."

Joanna langsung menatap Jeffrey yang sedang duduk di sampingnya. Tidak berdekatan namun memiliki jarak sekitar satu meteran. Karena Joanna pernah marah ketika Jeffrey duduk terlalu dekat dengannya. Entah karena menghormati suaminya, atau justru karena menahan diri agar tidak goyah.

UNDER THE SKYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang