5/5

6.8K 232 202
                                    

Desember, 2018

Joanna baru saja pulang dari pabrik plastik tempatnya bekerja. Iya, dia tidak bisa langsung lanjut kuliah setelah tahu bagaimana keadaan keuangan keluarganya. Apalagi Janu sudah putus kuliah pasca kecelakaan yang menimpa dirinya. Karena kaki kanannya patah dan dia tidak bisa lagi berjalan dengan normal seperti sebelumnya. Hingga menghabiskan seluruh tabungan ibunya yang rencananya akan digunakan untuk membiyai kuliah ketiga anaknya hingga wisuda.

"Kak Janu sudah makan? Mau aku ambilkan?"

Tanya Joanna sembari melepas sepatu dan kaos kaki. Kemudian menatap kakaknya yang kini sedang duduk di teras sendiri. Entah sedang melamunkan apa kali ini.

"Sudah. Kamu baru pulang kerja, langsung makan sana! Tadi Kakak masak telur tiga. Untuk kamu dan Ibu juga. Masakanmu tadi enak. Kakak saja sampai tambah."

Joanna tersenyum senang. Karena rasa lelahnya terbayar setelah mendengar pujian kakaknya.

"Terima kasih!!! Oh iya---tadi Kak Rosa telepon aku ketika kerja. Katanya mau minta kiriman. Nanti tolong beri tahu Ibu ya, Kak? Tahu sendiri Ibu suka sensi kalau aku yang bilang."

"Bukan sensi. Kamu saja yang kurang tepat memilih waktu untuk mengatakan hal ini."

"Ya bagaimana memilih waktu, aku kasihan Kak Rosa yang hidup di negara orang sendiri. Tidak ada saudara lagi. Apalagi dia jarang minta uang saku. Hanya tiga bulan sekali, makanya aku mau cepat-cepat mengatakan pada Ibu kalau dia minta uang seperti ini. Tapi, malah aku yang dimarahi."

Keluh Joanna sembari berdiri. Lalu menatap mobil ambulan yang tiba-tiba saja berhenti di depan rumahnya saat ini. Atau lebih tepatnya di rumah Jessica dan Sandi.

Karena penasaran, Joanna langsung memakai sendal jepit. Lalu berjalan cepat ke depan rumah saat ini. Bertanya akan apa yang sedang terjadi. Membuatnya shock di tempat ketika melihat mayat yang berada di ambulan adalah Sandi.

11. 10 PM

Sandi baru saja dikuburkan. Di tengah malam karena keputusan Jessica dan para keluarga yang baru saja datang dari berbagai kota. Sebab Jeffrey baru bisa pulang pada satu hari setelahnya. Karena perjalanan dari Amerika ke Indonesia memakan waktu lebih dari 20 jam.

Sejak sore hingga Sandi dimakamkan, Joanna terus saja menemani Jessica. Bahkan setelah para saudara datang. Karena Jessica memang tidak terlalu dekat dengan mereka. Sebab mereka semua mata duitan dan hanya akan datang jika butuh uang saja. Itu juga yang menjadi alasan kenapa Jessica sekeluarga pindah dari kota ke desa. Sebab dia ingin terhindar dari para saudara yang seperti lintah.

"Kamu, siapa namamu? Kenapa tidak pulang saja? Rumahmu di depan, kan? Biar aku saja yang temani Jessica. Lagi pula, ada sesuatu yang harus kami bicarakan. Berdua saja!"

Joanna yang awalnya duduk di tepi ranjang karena menemani Jessica---kini langsung berdiri sekarang. Berniat pamit pulang seperti apa yang baru saja diserukan.

"Jangan pulang sekarang. Temani Tante di sini. Sampai Jeffrey pulang!"

Jessica menahan tangan Joanna, dengan tangan dingin dan masih gemetar. Membuat Joanna iba dan memutuskan untuk tetap tinggal di sana.

"Apa saya keluar sebentar, Tante? Supaya---"

"Tidak perlu! Gina, kemari. Apa yang ingin kau bicarakan saat ini? Katakan sekarang jika itu penting!"

"Aku hanya ingin warisan dari Kak Sandi. Pabrik plastik ini, tidak mungkin untuk Jeffrey sendiri. Apalagi dia masih kecil. Biarkan aku dan para saudara yang mengurus nanti."

Prang....

Jessica langsung membanting gelas kaca pada kaki Gina. Air matanya juga kembali keluar karena manahan sakit hati pada adik iparnya.

UNDER THE SKYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang