Desember, 2022Jeffrey baru saja menghirup tanah kelahiran kembali. Membuatnya senang bukan main. Karena akan bertemu dengan wanita yang dicintai.
"Mama sudah minta orang untuk membersihkan rumah. Ingat kata Mama, pokoknya jangan pernah bocorkan hal ini pada siapa-siapa. Termasuk Joanna sebelum kalian menikah. Bukannya apa-apa, Mama hanya takut dia tidak mau bersamamu jika tahu kamu pernah masuk penjara di Amerika."
Senyum Jeffrey pudar seketika. Karena dia mengingat kejadian suram yang menimpa dirinya. Difitnah memperkosa salah satu teman kampusnya. Hingga membuatnya dipenjara bertahun-tahun lamanya dan akhirnya bebas setelah Jessica dan pamannya tidak berhenti mengulik kebenaran hingga tuntas.
"Iya, Ma."
Ucap Jeffrey dengan nada kurang semangat. Karena dia kehilangan ponsel lamanya ketika menjalani pemeriksaan. Jessica juga tidak lagi berhubungan dengan orang-orang di Indonesia karena pabrik plastik sudah diurus oleh orang kepercayaan mendiang suaminya.
Kini, mobil yang Jessica dan Jeffrey tumpangi sudah memasuki desa tempat mereka tinggal. Membuat Jeffrey langsung menegakkan badan dan menatap sekitar. Menatap banyak perubahan yang terjadi di sana.
Dari jauh, Jeffrey menatap wanita yang tidak asing di matanya. Joanna, dia baru saja keluar dari gang sebelah. Dia berjalan sembari membawa kotak sedang dengan kedua tangan. Wajahnya tampak marah, membuat Jeffrey tertawa dibalik kaca mobil yang ditumpangi sekarang.
Namun, tawanya hilang ketika melihat jejak air mata di pipi Joanna. Membuatnya ingin meminta supir untuk memberhentikan mobilnya. Namun, hal itu tidak bisa dilakukan sebab dia mendapat telepon tiba-tiba.
Dari pamannya yang kini mengatakan jika pihak kampus telah memberikan keringanan padanya. Agar bisa menyelesaikan tahun terakhir pendidikan di negara asal. Sebab hal ini memang terjadi karena kelalaian pihak universitas dalam mengatasi penyelidikan.
"Iya, Om. Bagus kalau begitu. Kukira, aku akan memulai dari awal lagi."
Ya tidak mungkin! Kamu sudah melewatkan tiga tahun lebih di dalam jeruji! Enak saja pihak kampus diam saja ketika kamu diperlakukan seperti ini!
Jeffrey hanya mengangguk saja. Kemudian mengucap terima kasih pada pamannya. Lalu berbincang pada Jessica cukup lama. Hingga akhirnya tersadar ketika supir menginterupsi mereka. Mengatakan jika mereka sudah tiba di tempat tujuan.
"Aku tidak butuh! Katakan pada Rosa kalau aku tidak butuh apapun darinya! Dan, aku juga tidak butuh belas kasihan kalian!"
Pekik Joanna setelah meletakkan kardus tadi di kursi depan rumah. Lalu berbalik dan berniat berjalan menjauhi rumah. Membuat Janu yang sejak tadi duduk di sana langsung berdiri dan mengangkat kardus tadi segera.
"JOANNA! MAU SAMPAI KAPAN KAMU SEPERTI INI!? INI SUDAH TIGA TAHUN LEBIH DAN KAMU MASIH DENDAM PADA KAMI!? MAU JADI APA KAMU KALAU TERUS MENYIMPAN DENDAM SEPERTI INI!?"
Pekikan Janu membuat Liana yang baru saja selesai melipat pakaian langsung keluar rumah. Menarik si anak sulung yang baru saja hendak melempar kardus berisi paketan dari Rosa yang saat ini sudah bekerja di Singapura pada Joanna.
Karena Rosa memang sudah bekerja di sana sejak lulus kuliah. Dia juga memiliki gaji tinggi dan bisa mengirim uang setiap bulan. Sehingga Liana tidak perlu lagi bekerja di pabrik plastik milik Jessica.
"Janu, sudah! Jangan sakiti adikmu lagi!"
Joanna langsung menolehkan kepala, menatap Janu yang saat ini masih ditarik Liana. Dengan kardus yang siap dilempar padanya.
"Kenapa kalau aku jadi pendendam? Masalah untuk kalian? Tidak, kan? Toh, kalian tidak akan peduli akan apa yang terjadi padaku nanti! Mau dapat karma atau mati, kalian juga tidak akan bisa berbuat apa-apa lagi! Jadi, berhenti mengirim apapun untukku lagi! Dan jangan sok peduli padaku lagi!"
Brak...
Janu melempar kardus tadi tepat di kepala Joanna. Membuat Jeffrey yang sejak tadi memantau mereka langsung keluar dan menarik Joanna. Menjadikan punggungnya sebagai sasaran kardus yang baru saja Janu lempar.
"Jeffrey?"
Panggil Janu tiba-tiba. Membuat Joanna yang sebelumnya sudah memejamkan mata karena mengira akan mendapat lemparan kardus besar---kini langsung membuka mata. Menatap pria bertubuh besar yang kini sudah memeluknya dari depan.
Tanpa berbicara apa-apa, Joanna langsung melepas pelukan. Mendorong Jeffrey sangat kencang hingga tubuhnya akan tumbang. Namun bisa bertahan setelah berpegangan pada pohon terdekat.
"Joanna---"
"Jangan pernah sebut namaku lagi! Pembohong!"
Pekik Joanna ketika Jeffrey akan mendekat. Membuatnya langsung pergi dan menjauh dari sana. Mengabaikan Jessica yang sejak tadi memanggilnya. Karena Joanna benar-benar sudah muak dengan mereka. Jeffrey, Jessica dan keluarganya.
Jeffrey ingin mengejar Joanna. Namun Janu sudah terlebih dahulu memanggilnya. Menjelaskan semuanya. Tentang apa yang sebenarnya terjadi pada Joanna hingga membuatnya bisa menjadi sekasar sekarang.
Setelah lima menit berjalan, Joanna akhirnya tiba di rumah Tama. Rumah sederhana dengan satu kamar tidur, kamar mandi, dapur dan ruang tamu sempit saja. Karena rumah itu adalah rumah peninggalan orang tua Tama sebelum meninggal yang dulu bekerja menjadi butuh tani di desa.
"Kamu dari mana? Aku sudah masak makan malam. Ayo makan!"
Joanna tidak menyahuti ucapan Tama dan langsung memasuki kamar. Menangis sejadi-jadinya hingga membuat Tama malu tentu saja. Karena suara tangis Joanna begitu kencang hingga para tengangga mendengar. Membuat Tama langsung menutup pintu rapat-rapat sebelum akhirnya ikut memasuki kamar.
Iya, Tama dan Joanna sudah menikah. Karena Joanna benar-benar terpojok dan tidak bisa menolak permintaan orang tuanya. Sebab Liana telah menyembunyikan ponsel, ATM, buku rekening, KTP, akta kelahiran, ijazah dan kartu keluarga ketika dia keluar kamar pasca pertengkaran hebat yang pertama.
Hingga Joanna tidak bisa pergi ke mana-mana. Apalagi sampai nekat kabur dari rumah tanpa membawa apa-apa. Membuatnya hanya bisa pasrah dengan keadaan dan menyimpan dendam pada mereka hingga sekarang.
"Kamu baru saja mengembalikan paketan Rosa ke rumah, kan? Ibu dan Janu memarahimu lagi, ya? Kenapa tidak kamu terima saja paketannya? Karena kamarmu di rumah Ibu sudah penuh dengan paketan kiriman Rosa yang tidak kamu buka selama tiga tahun ke belakang."
Tama menyentuh pundak Joanna, namun segera ditepis kasar oleh istrinya.
Tanpa berbicara apa-apa, Joanna langsung berdiri dari ranjang dan mengambil handuk warna merah muda dibalik pintu kamar. Sebab dia berniat mandi sekarang. Karena dia benar-benar baru saja pulang kerja dan masih memakai seragam pabrik plastik Jessica.
Di tempat lain, Jeffrey sedang duduk di tegang di depan teras rumahnya. Sedangkan Jessica baru saja membuka pintu rumah dan mendapati kalung yang dulu pernah diberikan pada Joanna tergantung di sana. Membuatnya merasa bersalah karena telah membuat anaknya patah hati tiba-tiba. Sebab wanita yang disuka telah menikah dengan pria lain sekarang.
"Maaf, seharusnya Mama menyuruh orang untuk mengawasi Joanna juga. Seharusnya Mama---"
"Ini bukan salah Mama. Ini salahku yang dulu menolak wanita itu dengan kasar. Hingga akhirnya dia marah dan membalas dendam. Membuat Mama dan Paman tidak bisa hidup nyeyak selama hampir empat tahun tahun ke belakang. Ini sepenuhnya salah Jeffrey, bukan Mama."
Ucap Jeffrey dengan suara bergetar. Karena sejak tadi telah menahan air mata yang ingin tumpah di depan Janu dan Liana. Hingga pertahanannya luntur sekarang. Membuat air matanya meluncur tiba-tiba. Menangis pilu sembari menutupi wajah dengan kedua tangan. Bahunya juga bergetar karena menahan isakan. Membuat Jessica tidak tega dan langsung memeluknya sekarang.
Lapak menghujat para cast :)
Jeffrey :
Joanna :
Tamaa :
Janu :
Rosaa :
Liana :
Jessica :
Tbc...