16. lembaran saksi bisu

286 124 309
                                    

"Jadilah rumah untuk diri sendiri."

***

Samudra kembali, namun tidak bersama Abim. Abim memilih untuk tidak kembali ke rumah sakit karena alasan tertentu. Samudra masuk dan langsung duduk disebelah Aksa yang tengah menatap kosong ke depan, tangannya menyenggol pelan Aksa dan bertanya kemana anak-anak yang lainnya.

"Anak-anak yang lain kemana?"

"Hah? ohhh itu, mereka pulang dulu nyusul Arga buat bawa koper," jawab Aksa.

Tadi sebelum kejadian itu terjadi, Arga lebih dulu pulang karena di panggil adiknya untuk membawa sesuatu. Jadi Arga tidak tau menau tentang kejadian sore tadi.

"Koper buat apa?"

"Alan ngga betah di rumah sakit. Ya dia maksa om Ray buat pulang lebih awal. Tapi, Alan bakal di rawat lebih aman di rumah katanya."

Samudra mengangguk paham, dan beralih melirik Alan yang tengah terlelap. Ia pun membuka ponselnya dan membuka room chat bersama Abim. Rupanya Abim tidak menunjukkan bahwa dia sedang memegang handphone karena saat Samudra mengirim pesan, itu centang satu abu.

Aksa tiba-tiba menidurkan kepalanya pada paha Samudra membuatnya terkejut.

"Aksa anj, kaget gue," ucap Samudra.

Aksa menanggapi Samudra dengan kekehan kecil. Aksa mulai memejamkan matanya karena nikmat dengan keheningan, sedangkan Samudra memilih untuk memainkan game didalam handphonenya. Dengkuran halus terdengar dari bibir Aksa. Samudra yang melihat itu sontak tertawa dan mengabadikan momen itu lewat kamera handphonenya. Ia sangat puas dengan hasil fotonya yang sangat sangat bisa dijadikan kenangan.

"Mampus lo, gue juga bisa ngumpulin aib lo." Samudra berucap dengan pelan.

Memang benar, Aksa sering mengumpulkan foto-foto yang sangat tidak mengenakan untuk dipandang, seperti saat Samudra terjatuh dari tangga, Aksa bukan menolong melainkan mengambil vidio lepas itu baru ditolong.

*****

Kembali pada Caramel, ia pintar dalam menyembunyikan mata yang sembab akibat menangis. Saat masuk keruangan, kedua temannya tertipu dengan wajah Caramel yang berseri-seri dengan roti dan parsel ditangannya. Mulutnya pun pintar dalam merangkai alasan kenapa ia telat, padahal hanya membeli roti dan buah. Di depan rumah sakit pun bisa, karena ada pedagang kaki lima yang sering melintas menjajakan buah-buahan segar.

Caramel menjawab bahwa ia tidak menemukan pedagang kaki lima yang Sheila maksud, jadi, ia pergi dengan ojeg online untuk membeli roti-roti itu kemudian membeli buah. Dengan mudahnya Sheila dan Lily percaya dan tidak mencurigai Caramel sedikitpun.

"Eh, La. Ini udah mulai malam. Aku harus pulang kayanya," celetuk Caramel.

Sheila menoleh. "Ayo aku anterin,"

"Itu Lily gimana?"

"Akumah santai. Nanti Sera dateng katanya," sela Lily.

Sera pagi ini tidak datang karena ada urusan yang harus ia urus dengan keluarganya, jadi tidak menemani Sheila menjaga Lily. Namun, ia akan datang malam ini menemani Lily bergantian dengan Sheila.

Caramel beranjak dari tempat duduknya dan berpamitan pada Lily.

"Cepet sembuh ya, semangat! kalo besok ada waktu. Aku kesini," ucap Caramel.

Lily tersenyum dan mengangguk, Caramel dan Sheila pun keluar meninggalkan Lily sendirian yag tengah memakan buah dengan lahap. Sepanjang lorong, mereka melontarkan candaan-candaan sampai mereka tak terasa sudah berada di luar Rumah sakit. Sheila berlari kecil kearah parkiran untuk membawa mobil kesayangannya.

Sementara Caramel menatap jalanan yang basah karena hujan tadi sempat menyapa bumi ini tanpa permisi. Tiba-tiba Sheila menekan klakson mobilnya agar Caramel senantiasa masuk kedalam mobil.

"Eh, kamu belum makan dari tadi ya?" celetuk Sheila.

"Nanti aja, aku makan di rumah."

Sheila mengangguk ia pun melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang dan santai agar selamat mencapai tujuan.

****

Setelah sampai di rumah Caramel, Sheila ditawari untuk berhenti terlebih dahulu. Namun ia menolak secara halus karena mengingat Lily sendirian di rumah sakit. Pasti ia akan membutuhkan sesuatu dan kesulitan jika tidak ada dirinya.

Caramel hanya bisa mengangguk, ia pun masuk kedalam rumahnya setelah seharian penuh menutup luka dengan tawa. Setelah pintu tertutup, kakinya melangkah untuk membawa es didalam kulkas untuk ia kompreskan pada tangannya yang lebam akibat cengkraman kuat dari Abim.

Caramel duduk di sofa ruang tamu, ia tersenyum simpul dan mulai mengompres lukanya tersebut. Tiba-tiba tak sengaja ekor matanya menangkap sebuah buku yang berada di bawah meja. Ternyata itu buku album dimana keluarga nya masih utuh dan bahagia, tangannya segera meraih buku tersebut memandanginya dengan sorot mata yang berkaca-kaca.

Dulu ia pernah ditimang, pernah disayang bahkan dijadikan ratu oleh ayahnya. Namun sekarang, sosok yang harus turut serta dalam hidupnya tak tau kemana dan tak tau dimana. Tangan yang semula memegang kompresan kini beralih memegang buku album tersebut. Ia mengusap debu-debu yang menghalangi buku tersebut.

Lembaran pertama diisi dengan foto dimana ayahnya dan ibunya bertemu di sebuah pelaminan. Wajah sang ibu terlihat sangat bahagia dan berseri-seri membuat Caramel tersenyum. Lembaran berikutnya, dipenuhi dengan sang ayah yang selalu mengambil foto ibunya diam-diam. Seperti saat sang ibu menanam tanaman, ayah mengambil foto tersebut dan mencetak nya.

Caramel kembali tersenyum meskipun matanya sudah menjatuhkan beberapa titik air mata. Bagaimana pun, ia tetap ayahnya yang sudah pernah singgah sementara dalam hatinya. Lembaran itu kembali dibuka oleh Caramel, isinya penuh dengan foto waktu ia masih kecil. Terdapat tulisan sang ayah yang membuat Caramel terkekeh. Tulisan itu berisi.

"Halo cantiknya ayah, maapin ayah yang nggak bisa nemenin kamu tumbuh bareng-bareng ya sayang. Maapkan ayah yang terpaksa ninggalin kamu sama Mama kamu. Ayah ngga bermaksud berbuat seperti ini. Namun, ayah terpaksa. Tumbuh jadi anak yang baik ya sayang, Ayah selalu sertain kamu dalam doa ayah. Putri cantik ayah, ngga pernah nangis. Anak ayah kuat, ayah pergi dulu ya. Jaga Mama baik-baik."

Caramel terkejut dan mengusap kertas yang sudah terlihat sangat usang dan warna penanya pun sudah luntur dan tidak terbaca jelas. Ia menyadari bahwa ayahnya sangat menyayangi nya. Namun suatu keadaan membuat ia harus berpisah dengan ibunya dan dirinya. Caramel memeluk kertas itu dan menahan air matanya agar tak jatuh lagi.

"Ayah, Caramel berhasil jadi anak mandiri. Caramel berhasil buat bangga Mama. Meskipun Caramel kesusahan melangkah, tapi Caramel bisa. Yah, Caramel juga sayang sama ayah. Kalo Allah pertemukan kita kembali, Caramel mau Ayah ngga ngenalin Caramel."

Ia menghela nafasnya dalam, ia berhasil tumbuh tanpa peran ayah dalam hidupnya. 14 tahun tanpa dekapan keluarga bukan hal yang mudah dan sebentar. Namun Caramel bisa membuktikan bahwa ia bisa melangkah dengan diiringi payung Tuhan.

"Aku baru 50% berhasil, dan 50% lagi aku akan berusaha semaksimal mungkin untuk mencapai keberhasilan tersebut. Ayo berjuang lagi, ngga ada waktu buat nyari tempat pulang. Selagi bisa mendekap diri sendiri, apa gunanya mencari kenyamanan di orang lain."

Caramel berucap menyemangati dirinya sendiri. Ia tersenyum dan mengusap air matanya yang tak sengaja terjatuh. Ia melipat kertas tersebut dan memasukan lagi pada album foto itu. Ia menyimpannya lagi dan beranjak untuk menuju kamar.

*****

hayy, kamu hebat udah berdiri sampai detik ini. kamu adalah salah satu insan yang patut untuk diberikan apresiasi. peluklah dan berterimakasih lah pada diri kamu yang kokoh berdiri meskipun diterjang badai tanpa henti. ayo berjuang sama-sama untuk hari-hari yang lebih berseri.

jangan pernah berubah, hanya karena perkataan orang-orang yang menuntut kamu untuk sempurna. ayo lebih rapat tutup telinga agar tidak mendengar perkataan bejat mereka. tutup mulut agar tidak senantiasa membalas perkataan binatang seperti mereka.

tetap semangat, see you next chapter 💗🌷

CARAMEL  (Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang