Malam berganti pagi, tepat pada pukul setengah 6 pagi ini, Alan terbangun oleh tepukan pelan tangan Varo yang berada di pipinya. Matanya terbuka perlahan, tadi ia sungguh merasa nyenyak sekali. Mungkin karena efek obat yang diberikan dokter sehingga ia pulas tertidur. Varo memberikan segelas air hangat pada Alan.
"Nanti jam 7 makanan dateng, gue sama Abim nggak bisa nemenin lo disini."
Alan mengerutkan keningnya tanda bertanya, Alan juga terheran Varo tak biasanya berbicara lebih dari 4 kata. Ia selalu irit berbicara, dan sama-sama pendiam seperti dirinya.
"Gue sama Varo ada urusan sebentar. Masih ada yang lainnya noh, inget yang paling waras cuma Arga kalo lagi kek gini."
Tiba-tiba Abim muncul dari kamar mandi dengan handuk yang hanya melilit di pinggang dan rambut yang basah, Alan dan Varo sudah terbiasa dengan Abim yang seperti ini. Varo selalu mencibir Abim pamer six pack. Dan selalu ditanggapi hanya dengan jari tengah dan senyuman manis.
"Oke," jawab Alan.
Pintu terbuka menampakkan seorang suster cantik yang membawa infusan dan beberapa obat suntik. Suster itu mendongak dan betapa mengejutkan nya saat ia melihat Abim yang telanjang dada sembari tersenyum lebar memperlihatkan gigi putihnya yang beres. Sontak Abim berlari ke kamar mandi begitu pula dengan si suster yang langsung memalingkan wajahnya malu.
"Bangsat tu anak," gerutu Varo.
"Maap Sus, silahkan."
Varo bangkit dari duduknya dan mempersilahkan sang suster untuk mengganti infusan dan memasukan obat. Aksa terbangun dan mengerjapkan matanya berusaha menyesuaikan cahaya lampu yang menyorot ke matanya.
Ia lalu duduk di sebelah Varo yang memakan brownies semalam. Matanya masih merasa kantuk, tapi untuk tidur lagi ia rasa tidak bisa. Varo yang tau Aksa selalu saja mengantuk sehabis tidur pun menggoyangkan setoples choco chips itu.
"Mmhh enak!"
Mata Aksa terbelalak. "Heh, ini punya gue,"
Varo melempar toples itu pada Aksa. Aksa pun segera membuka dan mulai memakannya. Selang beberapa waktu sang suster sudah selesai memberikan obat pada Alan. Tak lupa Varo berterima kasih.
"Makasi sus,"
"Iya sama-sama. Oiya, pasien jangan dikasi yang manis manis ya. Seperti brownies, kukis dan yang lainnya. Biar nanti dokter nggak marah-marah."
"Siapp sus."
Aksa menjawab dan dibalas dengan anggukan manis dari si suster. Abim membuka pintu kamar mandi dan menaik turunkan alisnya pertanda ia bertanya apakah sudah aman atau tidak. Varo mengacungkan jempolnya dan lanjut memakan brownies.
Yang semula hanya terlilit handuk putih. Kini Abim sudah memakai baju warna cream dan celana pendek hitam yang tampak senada dengan atasannya. Handuk kecil itu ia lilit kan di kepala yang basah, karena mereka tak membawa hair dryer.
"Sa, gue mau ada urusan di markas sebentar. Titip Alan," ucap Abim.
"Lo kira gue bocah?"
Alan tiba-tiba bersuara dengan nada penuh kekesalan. Seketika Abim tertawa melihat Alan yang nampak mendelik begitu pun Aksa.
"Ya kan, kalo lo mau apa-apa kan susah. Apalagi luka lo yang dalem dan masih basah."
"Iya, bener kata si Abim. Lo itu harus bener-bener diurusin kaya bayi. Kalo nggak, gue nanti kena imbas Tante Velyn sama Om Bram."
Abim tertawa menanggapi jawaban Aksa. Velyn adalah Mama Alan yang sering memanjakan Alan. Meskipun ia sering dimanja, tapi ia tumbuh menjadi anak yang tertutup dan pendiam sampai saat ini. Velyn keheranan sampai ia saat itu menyewa psikiater untuk menelisik apakah ada yang salah dengan didikannya. Tapi, Alan tumbuh seperti itu normal karena Alan jarang keluar rumah dan menghabiskan waktunya dengan membaca komik.
KAMU SEDANG MEMBACA
CARAMEL (Terbit)
Fiksi RemajaALUR CERITA BARU!! (Sebagian part diunpublish karena kepentingan penerbit) Apa jadinya ketika kamu harus menjaga dan bahkan harus menikahi seorang gadis lugu yang sering menjadi bahan bullying di sekolah? Alan adalah anggota geng motor yang sangat p...