18. kain apa?

300 102 353
                                    

Waktu terasa lebih cepat berjalan, kemarin baru hari libur. Kini sudah memasuki hari Senin kembali dimana para siswa harus upacara dan pulang sore. Pagi ini Caramel memasak bekal untuk ia makan disana, ia memasak telur dadar biasa dengan nasi merah pemberian dari Bu Narsih kemarin.

Kemarin, saat Varo dan Samudra pergi, ia langsung ke rumah Bu Narsih untuk bercerita dan membuat kue untuk ia makan dan titipkan di warung, dengan itu uang jajannya bertambah dan sedikit meringankan beban sang ibu. Tak hanya kue yang Caramel bawa pulang, nasi merah dan buah-buahan ikut pulang karena dipaksa oleh Bu Narsih untuk diterima.

Gadis itu keluar dan menyapa tetangganya yang sama-sama hendak beraktivitas diawal Minggu. Meskipun ia harus berjalan dari rumah ke sekolah, tapi ia percaya bahwa itu akan menyehatkan badannya dan selalu menyemangati dirinya untuk tidak minder pulang pergi dengan berjalan kaki.

Ia berjalan dengan ria disepanjang trotoar, ia juga kerap menyapa para tukang ojeg dan pedagang kaki lima yang tersenyum padanya. Semilir angin menerpa menyapa setiap inci kulit membuat hawa dingin nan sejuk pada tubuh. Pagi ini sungguh pagi yang ceria yang pernah Caramel rasakan.

Caramel terus melangkah dengan kaki mungil nya, ia menutup peluhnya dengan tersenyum dan melangkah riang
Sampai setibanya ia akan melewati zebra cross, tiba-tiba...

BRAKKK!!

PRANGG!!

Tubuhnya tertabrak dan terseret beberapa senti darisana membuat para warga terkejut dan langsung menghampiri mereka. Para pengendara yang lain sebagian membantu, dan sebagiannya lagi melengos pergi tanpa ingin tau ada apa.

Beberapa warga membangunkan si penabrak yang nampak memiliki logo yang sama dengan SMA nya. Dan sebagian membangunkan motor yang kehilangan spionnya satu. Beralih pada Caramel, nampak sikut, lutut dan paha Caramel berdarah, namun tidak cukup serius di bagian sikut dan lutut. Caramel dipapah menepi oleh ibu-ibu penjual gorengan yang sering ia sapa. Ibu itu hendak membawa obat merah namun ditolak halus oleh Caramel karena ia buru-buru.

"Adek? gapapa kann. sini ibu bantu obati, sebentar ya," ucap nya pada Caramel.

"Gapapa Bu, saya harus segera pergi sekolah sebelum gerbang ketutup," jawab Caramel sopan.

"Tapi itu obati dulu Dek, nanti infeksi."

"Gapapa Bu, ini luka kecil."

"Itu yang dipaha."

"Ini cuma lecet doang Bu, berdarah nya juga nggak parah."

Ibu itu mengusap kepala Caramel dan membantu ia untuk berdiri, tiba-tiba bapa-bapa yang membantu si penabrak kini menghampiri Caramel dan diperintahkan untuk tunggu terlebih dahulu. Namun Caramel mengernyit apa yang harus ia tunggu.

"Neng, tunggu dulu bentar ya." Bapa itu berucap.

Kerumunan warga yang mengerubungi pria yang menabrak nya kini mulai beralih pada Caramel dan menanyakan keadaannya. Caramel senantiasa menjawab pertanyaan itu dengan senyuman dan tutur bahasa yang sopan.

"Dek, kamu nggak parah kan? kalo parah, saya bisa anter adek ke rumah sakit." Wanita berjas hitam itu berucap.

"Nggak papa Ka, saya baik-baik saja. Terimakasih sudah menawarkan," jawab Caramel.

Orang-orang pun menanggapi dengan senyuman dan mulai pergi  melanjutkan aktivitas yang sempat terhenti. Ekor mata Caramel menangkap logo elang yang ada di motor tersebut, ia kenal logo itu. Itu logo geng The Aquila.

"Neng, katanya si sujang mau kasih tumpangan, sebagai permintaan maaf," ucap si Bapa.

Mata Caramel terbelalak melihat siapa yang menabraknya barusan. Ia mengumpat dirinya sendiri karena ceroboh dan berujung harus menumpang padanya. Pria itu berdiri dan menyalami tangan si Bapak kemudian ia menyalakan motornya dan menghampiri Caramel yang berdiri di bantu si Ibu.

CARAMEL  (Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang