19. liontin berlian biru

280 97 359
                                    

"senja mengajar kan semua orang, bahwa datang akan pergi itu nyata adanya."-

Varo berlari tergesa-gesa menuju kelasnya yang tak lain dan tak bukan adalah kelas 12 IPS 2. Ia memang beda kelas dengan Abim, namun satu kelas dengan Gerry dan Aksa. Ia mencari bangkunya dengan nafas tersengal-sengal. Rupanya barang itu masih ada. Varo terduduk lega di lantai memandangi barang itu dengan tatapan penuh arti.

"Untungnya masih ada," monolognya.

Varo tersenyum sumringah, mumpung kelas masih sepi ia bisa berbuat apapun dengan bebas. Ia bisa tersenyum dan berbicara semaunya, jika kelas sudah ramai ia akan kembali ke stelan pabrik yaitu menjadi pendiam.

Varo memandangi barang yang ia genggam erat. Barang itu berupa kalung liontin bulan sabit dengan berlian biru ditengahnya.  Ia langsung memasukkan kalung itu kedalam kotak yang ia bawa dari rumah.

Kemarin saat hari Jumat, ia sempat mengeluarkan kalung itu untuk sekedar dipandangi. Tapi, ia terburu-buru karena dipanggil oleh Abim untuk berkumpul, dan ia menaruhnya asal di bawah meja sampai akhirnya ia tersadar bahwa kalung liontin itu hilang.

"Gue berhasil. Gue masih nyimpen liontin ini, dan gue gaakan pernah siapapun ngerusak liontin favorit lo."

Varo bermonolog lagi lalu terdiam, kepalanya dihinggapi oleh bayang-bayang masa lalu, ketika ia mengerti arti keluarga didalam hidupnya hanya karena seorang gadis lugu nan cantik yang selalu menemaninya dan mengajarkannya arti sebuah lingkup keluarga.

Flashback on...

Suara canda tawa menghiasi taman bunga yang nampak luas nan asri. Mereka bermain, berlarian kesana kemari dengan senyuman yang takkan pernah terganti. Saat mereka berlarian, mereka melihat seekor burung yang nampak terluka dibagian kakinya.

"Valo, ini bagaimana? bulung ini luka."

Gadis kecil dengan kepangan rambut yang lucu itu bersuara menatap nanar kearah Varo kecil yang mengamati burung itu.

"Var, dia nggak mati?"

Anak laki-laki dengan kacamata tebal itu mengusap kepala burung itu dengan sayang. Ia juga mengelus kepala gadis itu menenangkannya agar ia tak menangis.

"Nggak tau, ayo bawa ke rumah Varo. Minta Bunda obatin," jawab Varo kecil dengan senyuman.

"Valo, bulungnya gabakal mati kann?" sendu sang gadis.

"Gaakan, ayo bawa ke Bunda."

Gadis itu mengusap air matanya yang hampir membasahi pipinya. Mereka berlarian dari taman menuju rumah Varo yang tak jauh dari sana. Baru saja mereka masuk sudah disuguhkan oleh rumah yang berantakan, Varo kecil celingukan mencari siapa yang memberantakan rumahnya.

"KAMU BOHONG! VARO ITU BUKAN ANAK AKU!"

"JANGAN SUUDZON AYAH! ITU ANAK KAMU!! BUNDA NGGA PERNAH SELINGKUH!"

Teriakan yang tak pantas didengar oleh seorang anak kecil itu terdengar dari arah dapur yang dekat dari ruang tamu. Varo kecil berjongkok dan mengusap pipi gadis itu yang nampak ketakutan.

"Kamu main ayunan sana, Varo mau panggil Bunda dulu."

Gadis itu nampak cemberut, namun Varo kecil tersenyum dan mengelus lembut rambutnya. Ia dan anak laki-laki berkacamata itu keluar dari rumah Varo dan bermain ayunan yang berada tepat di bawah pohon mangga.

Lama mereka menunggu, Varo keluar dengan muka yang masam dan cemberut. Ia berlari kearah dua temannya dan duduk sila dibawah ayunan yang disinggahi sang gadis.

CARAMEL  (Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang