24. kenapa?

307 93 704
                                    

"Yaudah, gitu aja. Ini bakal berhasil!"

"Bang, itu sama aja ngelukain cewe itu."

Arkhan berkumpul menyelesaikan strategi untuk melawan kesalah- pahaman geng Alaskar. Abim menatap bola-bola kertas yang dibuat Arkhan sebagai ilustrasi penyerangan mereka.

"Kenapa harus repot-repot nyelamatin cewe sialan itu? yaudah si, tinggal kasih ke Alaskar aja apa susahnya. Yang terpenting Varo jangan sampe balapan dan luka," sela Abim.

Semuanya mengalihkan atensi pada Abim yang menatap tajam pada Arkhan. Arkhan terkekeh dan menepuk pundak Abim.

"Kunci masa depan cerah ada ditangan cewe yang lo sebut sialan itu," ucap Arkhan.

Abim menaikan alisnya. "Cih, pembunuh mana bisa cerahin kehidupan."

"Buka mata lo! tuh liat Samudra, dia pintar menghargai perempuan. Lo yang pemimpin harus lebih bisa menghargai perempuan, kenapa lo malah ngelukain batin nya? akal sehat lo kemanain?!"

"Udahh-udah. Berarti bang posisi Aksa disini, sedangkan Samudra di sisi Alaskar gitu?"

Aksa menyela ketika melihat Abim yang sudah mengepalkan tangannya. Arkhan mengangguk dan berpindah posisi mendekati Aksa.

"Nih, gue kasi tau. Geng Alaskar ngga mungkin langsung ngajak balapan, mereka pasti melayangkan ucapan ucapan yang buat kita marah. Jadi intinya jangan tersulut emosi!"

Aksa mengacungkan jempolnya. Tiba-tiba pintu terbuka menampakkan Alan dengan nafas tersengal-sengal diikuti dengan Samudra dan Gerry yang langsung membantu Alan berjalan. Sorot mata Alan nampak ketakutan membuat Abim langsung membawa air untuk ia minum.

"Anjir, lo belum sembuh! luka lo belum kering Lan," ucap Aksa.

"Tutup pintu!" perintah Alan.

Evan segera menutup pintu dan menguncinya. Ia juga memangku Lulu yang nampak menatapnya dengan kebingungan. Beralih pada Alan yang langsung membuka bajunya dan menekan lukanya yang mengeluarkan darah.

"Anj lo bego! apa sih kenapa?" desak Abim.

Alan memijat pelipisnya, dan meneguk secangkir air hangat yang Abim berikan. Tangannya terus menutup luka yang mengeluarkan darah. Sedetik kemudian, pintu di dobrak membuat Alan langsung lari terbirit-birit kearah dapur. Semua anggota menoleh pada lawang pintu yang menampakkan Citra-Mama Alan dan Bram-ayahnya  yang membawa sendal dan sapu injuk.

"Abim! mana Alan?"

"Eee, ngga ada Mah, Alan ngga kesini," jawab Abim.

"DASSAR PEMBOHONG!! SINI MAMA SUNAT KAMU! MANA ALAN!!" teriaknya.

Semua anggota menutup telinganya karena suara Citra yang melengking.  Ia mendekat hendak memukul Abim dengan sandal yang ia pegang. Namun Arkhan segera menghalangi dan berakhir pipinya yang kena imbasnya. Bram tertawa melihat Citra yang menganga.

"Aduhhh Arkhan awass dong. Jadi kamu yang kena imbas."

"Gapapa Mah, kalo boleh tau? Mamah cari Alan untuk apa? bisa dibicarakan baik-baik?"

Suara lembut Arkhan membuat mata tajam Citra menjadi menyipit. Citra tersenyum dan mengusap rambut Arkhan seperti seorang anak. Ia pun diajak duduk oleh Arkhan untuk berbicara. Gerry pergi ke dapur untuk membuat teh, dan membawa beberapa camilan untuk disajikan.

"Mama cari Alan itu buat tanda tangan surat ini. Ada surat dari sahabat Mama yang sedang TKW di Turki. Umur dia 5 bulan lagi, dia punya anak cewe yang tinggal sendirian. Alan juga anak satu-satunya kan, jadi Mama putusin buat gabungin mereka."

CARAMEL  (Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang