Bab 12

544 70 8
                                        

Hari ini Khandra mengambil cutinya untuk menghadiri rapat besar Putra Grup sebagai perwakilan neneknya yang selama ini mengepalai seluruh usaha Putra di bidang kesehatan dan Putra Foundation. Tadi pagi ia datang ke kantor bersama dengan sang ayah dan kedua adiknya dengan mengenakan setelan jas berwarna navy serta kemeja putih sebagai dalamannya.

Khandra menempati kursi yang berada di sebelah Arka yang menempati posisi lebih tinggi darinya karena adik keduanya kini menjabat sebagai wakil Ardiana sang CEO Putra Grup. Ya, adik perempuannya lah yang kini berperan sebagai penguasa terbesar dalam menjalankan manajemen perusahaan.

Sebenarnya, Khandra sedikit tidak tega karena tanggung jawab serta tugas yang diemban oleh adik perempuannya itu bukan main banyaknya. Tapi mau bagaimana lagi, ia sudah membuat keputusan untuk memilih dokter sebagai profesinya. Dan ia sangat menyukai pekerjaannya saat ini karena ia bisa menolong banyak orang.

Setelah beberapa lama berlalu, Khandra sudah dihampiri oleh rasa bosan. Ia pun menyandarkan punggungnya ke sandaran kursi dengan sebelah tangan yang bergerak mengusap wajahnya lelah. Hal itu disadari betul oleh Arka dan ia pun mengikuti gerakan sang kakak sebelum berkata, "Udah mulai bosen lo, Mas?"

Khandra menyeringai kecil dan mengangguk. "Banget."

"Padahal durasi lo ngelakuin operasi kan lebih lama ya, kenapa lo malah lebih bosen ikut rapat beginian sih?"

"Kalo operasi, kan gue melakukan sesuatu, Ka. Beda kalo rapat begini, cuma diem sambil dengerin. Udah lah, gue emang nggak cocok kalo kerja beginian." balasan dari Khandra membuat Arka mendengus. "Bisa aja sebenernya, apalagi kemampuan otak lo yang mendukung, Mas. Lo nya aja yang males buat perhatiin."

Khandra terkekeh pelan. "Lo benar, gue hanya males buat perhatiin. Sudahlah, gue percaya sama Adriana. Dia sudah ok banget kok, jadi CEO."

Arka menghela napas. "Gue pun juga nggak meragukan kemampuan Kak Adri, cuma apa lo nggak berpikir, seandainya nanti Kak Adri menikah dengan seseorang yang punya kuasa lebih besar, bagaimana dengan Putra, Mas?"

"Ada lo kan?'

Arka langsung mendengus. "Entahlah, Mas. Gue agak nggak percaya diri dengan kemampuan gue."

Khandra lalu menggerakan sebelah tangannya untuk meremas pelan pundak sang adik. "Lo pasti bisa. Adek gue pintar dan berkemampuan semua kok."

Arka lalu memandang kakaknya dengan tatapan lelah. "I know. Tapi, boleh nggak sih, Mas, kalo gue minta gantian? Lo kan sudah menghabiskan beberapa tahun ini untuk mengejar apa yang lo suka. Boleh nggak, kalo sekarang gue yang melakukannya? Gue juga punya suatu hal yang ingin gue capai dan lakukan di luar semua ini."

"Gue yakin, Putra Grup akan lebih cemerlang kalo kepemimpinannya ada di tangan lo, Mas."

~~~~~

Azura sedang menghabiskan waktu makan siangnya dengan Elea – salah satu sahabatnya semasa kuliah. Mereka sudah lama sekali tidak menghabiskan waktu bersama seperti ini karena Elea yang sudah menikah dan memiliki dua orang anak.

"Nggakpapa kan, kalo gue tinggal sebentar lagi, Ra? Gue harus jemput si Jean." ujar Elea sesaat setelah menilik arloji di tagan kirinya.

Azura mengangguk paham. "Nggakpapa lah. Ini sudah lumayan banget kita bisa ngobrol dua jam setelah sekian lama nggak ketemu." Elea mengangguk dengan ekspresi terharunya. "Ya ampun, gue kangen banget sama lo. Kapan-kapan kalo gue ada waktu lagi, kita harus ngemall bareng ya?"

"Siap. Kabar-kabar ya. Bawa anak-anak lo juga nggakpapa, El. Gue juga pengen lihat ponakan-ponakan gue." Elea mengangguk sembari tertawa. "Semoga lo nggak keganggu ya, sama bawel dan kelakuannya anak-anak gue."

Rasa Berbalut SamarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang