Bab 14

273 41 15
                                    

Azura mendesah nikmat tatkala tubuh lelahnya akhirnya merasakan empuknya ranjang hotel. Setelah tiba di Aceh siang tadi, ia langsung diajak untuk makan dan berkunjung ke salah satu perkebunan yang lokasinya paling dekat. Jadilah, ia dan rombongan baru bisa beristirahat di hotel ketika langit sudah berubah warna menjadi hitam.

Kedua matanya yang terasa memberat perlahan terpejam. Perempuan itu sudah berada di ambang batas antara alam nyata dan mimpi ketika suara dering ponselnya terdengar. Azura berdecak kesal namun tangannya tetap saja bergerak menjangkau ponselnya yang kini layarnya menyala menampilkan nama Khandra.

"Sialan ya lo, gue udah hampir tidur padahal."

Suara kekehan Khandra terdengar di seberang sana. "Jam segini kok udah tidur. Gue tebak, lo pasti belum mandi kan?"

"Belum lah."

"Jorok, mandi gih."

Azura merengek pelan. "Barusan banget nyampe hotel gue, Ndra. Capek."

Azura tidak tahu, jika di seberang sana ia telah berhasil menerbitkan seulas senyum kecil di wajah lelah milik Khandra. "Udah ngapain aja emang? Nggak sampe benerin aspal jalanan kan?"

Azura mendengus kesal namun sejurus kemudian ia pun terkekeh. "Mana ada gue benerin aspal jalan, ngaco bener."

"Hm, tadi begitu sampe gue diajak makan siang terus habis itu ke salah satu perkebunan kopi yang lokasinya paling deket sama kota."

"Kopinya banyak?"

"Ya banyak lah! Namanya juga perkebunan."

Khandra terkekeh. "Bagus, berarti orang vendornya nggak ngibulin lo. Terus, gimana hasilnya?"

Azura pun menjelaskan secara singkat mengenai keadaan, potensi, serta kualitas dari biji kopi dari perkebunan tadi. "Besok mau ngunjungin dua lokasi lagi. Baru setelah itu kita ke Lampung."

"Hati-hati. Jangan capek-capek."

Azura hanya bergumam singkat sebagai sahutan dari ucapan sahabatnya baru saja. Ia kemudian bertanya, "How about you? Operasinya lancar?"

"Hm, alhamdulillah. Dua operasi sudah selesai hari ini. Besok pagi-pagi sekali, gue sudah ada jadwal lagi."

"Nginep di rumah sakit?"

"Ya, udah nggak kuat nyetir gue."

Azura tanpa sadar menghela napasnya. "Lo bisa minta tolong Arka atau Adri buat jemput."

"Nggak usah. Udah malem begini, kasihan mereka udah seharian kerja, pasti capek."

Sebelah alis Azura lalu terangkat saat mendengar penuturan dari Khandra. "Kenapa ke gue lo nggak gitu sih? Kenapa sering banget nyuruh gue yang jemput lo, hm? Nggak kasihan juga sama gue?"

Khandra kembali terkekeh. "Lo kan beda. Lebih enak kalo lo yang jemput."

"Lah, apa bedanya coba?"

Khandra memberikan jeda sejenak karena sedang mengulum senyumnya. "Sama lo...bisa ayang-ayangan kan?"

Speechless. Azura dibuat tak bisa berkata-kata untuk sejenak sampai akhirnya perempuan itu menaikan volume suaranya. "Khandra iiih! Geli ah! Udah, gue mau mandi aja kalo gitu."

Terdengar suara tawa renyah Khandra di telinga Azura sebelum pria itu membalas, "Lo bukan mau mandi. Tapi lo lagi mencoba lari karena grogi kan?"

Betul sekali! Kenapa Khandra bisa sepintar ini sih?!

"Serah lo mau mikir apa! Bye, kadal rawa!"

Rasa Berbalut SamarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang