Khandra baru saja keluar dari lift dan tiba di lantai tujuh, lantai dimana kamar rawat inap beberapa pasiennya berada. Ia kini berjalan menuju nurse station untuk mengajak perawat dan dua orang residen bedah umum yang beberapa saat ini berada di bawah bimbingannya.
Langkahnya sudah hampir sampai ketika dirinya menangkap salah satu residennya sedang mendapat sedikit semprotan dari seseorang yang Khandra tebak adalah wali pasien. Khandra pun mempercepat langkahnya dan begitu jaraknya semakin dekat, sedikit banyak ia dapat menangkap ucapan wali pasien itu. Ok, dia sudah bisa sedikit menyimpulkan permasalahan yang terjadi.
Begitu dirinya sampai di depan nurse station, Khandra langsung memposisikan dirinya di depan residennya yang bernama Jessica. Ia memasang senyum lalu mulai melantunkan kalimat-kalimat penjelasan yang membuat sang wali pasien marah. Dan setelah beberapa saat terlewat, melalui isyarat, Khandra menyuruh Jessica untuk menjauh.
Jessica yang mengerti pun langsung undur diri dan berjalan masuk ke area nurse station. Perempuan yang wajahnya terlihat lelah itu disambut oleh Dayyan - teman residennya, serta dua orang perawat.
"Untung banget deh, Dokter Khandra dateng tepat waktu. Kalo enggak, nggak tahu selesai ngomelnya kapan tu ibu." bisik Dayyan yang disetujui oleh dua orang perawat lain.
"Kayaknya emang dia sensi sama dokter perempuan deh, Dok. Soalnya waktu Dokter Dayyan yang periksa suaminya, tu Ibu nggak marah-marah kan?" timpal salah satu perawat yang langsung diangguki perawat yang lain. "Si Ibu bahkan nggak ada ramah-ramahnya sama perawat. Apalagi kalo sampe kita ngajak ngobrol basa-basi ke bapak." Ke empat orang itu langsung mengangguk bersamaan.
Dayyan sudah hendak bersuara namun suara ketukan di meja membuat ke empatnya menoleh bersama. Secara serempak, mereka menyeringai lebar saat menemukan Khandra yang ternyata sudah berhasil menjinakan ibu tadi. "Harusnya, saya bawa kacang ya tadi, buat cemilan kalian waktu ngegosip."
Kedua perawat yang ada membalas ucapan itu dengan tawa kakunya. Sedangkan Jessica dan Dayyan, sama-sama sedikit menundukan kepalanya serta mengucap maaf.
"Lain kali kalau mau ngegosip, cari tempat yang tertutup. Jangan sampai ada pasien atau keluarganya yang dengar. Nanti citra rumah sakit kita jadi nggak baik."
"Baik, Dok."
Setelah memastikan semuanya mengerti, Khandra pun mengangguk puas. "Ya sudah, ayo sekarang temani saya visit."
~~~~~
Azura dan Atlas baru saja menyelesaikan pertemuan dengan salah satu kandidat vendor surveyor yang nanti rencananya akan digunakan mereka untuk melakukan seleksi awal perkebunan serta pertenakan. Barusan saja adalah vendor ke empat dan mereka sudah membuat janji dengan lima perusahaan.
"Kalo dari empat yang sudah, lo lebih condong kemana, Tlas?" tanya Azura yang baru saja menyesap kopinya. Atlas yang duduk di kursi sebelah Azura, terlihat terdiam dengan pandangan menerawang. Anak kedua dari Galaksi itu tengah memutar ulang hasil pertemuan dari tiga vendor yang lain sebelum memberikan pendapatnya sebagai jawaban atas pertanyaan sang kakak.
"Yang ketiga. Bukan yang lain nggak bagus, hanya saja vendor ketiga sepertinya lebih menguasi sektor yang kita inginkan, Kak. Mereka punya lebih banyak pengalaman dan data."
"Tapi persenan yang mereka minta..." sebelum sang kakak menyelesaikan ucapannya, Atlas yang sepertinya sepemikiran sudah terlebih dahulu bersuara, "Agak terlalu tinggi ya?"
Azura bergumam mengiyakan. Dengan mengetuk-ngetukan jarinya di meja, ia berkata, "Tapi sama seperti lo, menurut gue pun, mereka yang paling unggul untuk sekarang. Cara yang mereka gunakan untuk memilah pun, menurut gue juga yang paling efektif dan efisien."

KAMU SEDANG MEMBACA
Rasa Berbalut Samar
Storie d'amoreMeet Khandra - anak pertama dari pasangan Dafa Gajendra Putra dan Aretha Raynelle Putra. Tidak memiliki keinginan untuk menggantikan posisi ayahnya sebagai penerus perusahaan keluarga. Ia lebih memilih jejak neneknya yang berprofesi menjadi seorang...